Sebagai contoh di salah satu galangan kapal yang bernama Yangzhou Guoyu di Yizheng tadinya ramai sekali dengan  pekerja yang mencapai  6000 orang kini sudah kosong dan tampak seperti kota mati.  Bangkai kapal yang belum selesai dikerjakan ditinggalkan begitu saja.
Tidak ada yang menyangka sebelumnya bahwa galangan kapal yang tadinya mengalami booming dan dipenuhi oleh riuhnya pekerja, kini seolah menjadi kota hantu. Â Ribuan pekerja mengalami pemutusan kerja akibat lesunya permintaan kapal dunia ini.
Sebagai gambaran, dalam masa keemasannya, seorang pekerja ahli pembuat kapal menerima gaji sebesar US $1500 per bulan yang jumlahnya 3 kali lipat dari pekerja biasa.
Dalam kondisi seperti ini Tiongkok mengalami kelebihan pekerja yang memiliki keahlian membangun kapal. Â Akibatnya mereka harus berjuang keras memperoleh kembali pekerjaannya.
Kini banyak industri kapal hanya dapat bertahan hidup dengan mencapai  breaking  even  saja dengan membangun maksimal hanya 10 kapal saja per tahunnya, padahal beberapa tahun lalu perusahaan ini menerima pesanan 40 kapal per tahunnya.
Diperkirakan saat ini jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam industri kapal di Tiongkok mencapai lebih dari 500 ribu orang yang bekerja di ratusan galangan kapal.
Saat ini pemerintah Tiongkok sedang berusaha keras untuk menahan laju kehancuran industri kapalnya. Â Pada tahun 2013 saja melalui The Export-Import Bank of China menggelontorkan dana sebesar $25 milyar atau setara dengan sepertiga dari nilai total pemesanan kapal.
Namun pada tahun 2016 ternyata permintaan akan kapal ini terus mengalami penurunan. Akibatnya pemerintah pada bulan Oktober mendatang akan menutup kembali 30% dari galangan kapal yang ada.
Pelajaran yang berharga
Runtuhnya industri kapal Tiongkok ini diharapkan dapat menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia yang sedang membangun industri maritimnya.  Jika industri kapal dalam negeri Indonesia akan mengandalkan pesanan dari luar, maka harus dipersiapkan dengan baik untuk membangun galangan kapal  yang dapat bersaing ditingkat internasional saja yang dikembangkan.
Namun mengingat masih banyak permintaan kapal dalam negeri yang belum dapat dipenuhi sebaiknya sebagian besar industri kapal yang akan dikembangkan dirancang  untuk memenuhi keperluan dalam negeri Indonesia untuk mewujudkan sebagai negara maritim.