Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Penambangan Pasir Laut, Antara Senyum Singapura dan Derita Kamboja

22 Desember 2016   06:46 Diperbarui: 22 Desember 2016   10:03 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penambangan pasir pantai di wilayah Koh Kong ini merusak lingkungan. Sumber: www.asienreisender.de

Wilayah daratan Singapura sejak lepas dari pemerintahan kolonial Inggris mengalami perluasan sebanyak 23% bahkan para pakar lingkungan memperkirakan ekspansi daratan yang dilakukan oleh Singapura  ini akan terus berlanjut dan semakin intensif dengan target perluasan 6.200 Ha pada tahun 2030.

Pertanyaan yang paling mendasar adalah dari mana Singapura mendapatkan pasir untuk menguruk laut itu?

Singapura tentunya tidak memiliki sumber daya lingkungan yang mendukung proyek reklamasi pantai ini. Oleh sebab itu, hampir sebagian besar pasir laut yang digunakan untuk memperluas daratan ini berasal dari negara tetangga.

Hasil reklamasi pantai, luas daratan singapura meningkat 23% dibanding dimasa kolonial Inggris. Photo: mothership.sg
Hasil reklamasi pantai, luas daratan singapura meningkat 23% dibanding dimasa kolonial Inggris. Photo: mothership.sg
Indonesia juga tercatat sebagai pengekspor pasir laut ke Singapura, namun ditinjau dari segi volume ekspornya tentunya tidak dapat mengalahkan Kamboja. Malaysia sebenarnya pernah tercatat sebagai pengekspor pasir laut utama ke Singapura namun sejak tahun 1997 sudah melarang menghentikan ekspor lautnya. Kamboja tercatat sebagai negara pengekspor pasir laut terbesar ke Singapura.

Diperkirakan sebanyak 500 juta ton pasir laut telah dikeruk dari pantai di wilayah barat laut Kamboja tepatnya di propinsi Koh Kong untuk diekspor ke Singapura dalam kurun waktu 7 tahun terakhir ini. Setiap bulan, sebanyak 796,000 ton pasir laut diangkat dari pantai di wilayah barat untuk diekspor ke Singapura.

Berdasarkan catatan dari PPB nilai ekspor pasir laut Kamboja ini sejak tahun 2007 mencapai $752 juta. Data perdagangan pasir dunia diperkirakan mencapai US$70 Milyar setiap tahunnya dengan volume mencapai 15 milyar ton.  Jumlah ini tentunya tidak meliputi jumlah perdagangan pasir illegal. Menurut PBB Singapura memang merupakan salah satu importir pasir laut terbesar dunia disamping Jepang, Dubai dan China. 

Dampak terhadap lingkungan

Penambangan pasir besar-besaran ini terbukti telah menghancurkan hutan mangrove yang menunjang kehidupan nelayan kecil yang menggantungkan kehidupannya di wilayah tersebut. Ironisnya ternyata para nelayan kecil ini tidak mendapatkan kompensasi akibat kerusakan lingkungan ini dari pemerintah.

Kerusakan lingkungan di Kamboja ini semakin parah sejak negara lain seperti Malaysia, Myanmar,  Philippines, Vietnam dan Indonesia membatasi dan bahkan melarang ekspor pasir lautnya ke Singapura.

Hasil penambangan pasir laut siap dikirim ke Singapura. Sumber: www.phnompenhpost.com
Hasil penambangan pasir laut siap dikirim ke Singapura. Sumber: www.phnompenhpost.com
Sementara itu pemerintah Singapura tampak melakukan cuci tangan dalam hal impor pasir laut yang mengakibatkan kerusakan linkungan negara lain. Singapura mengatakan bahwa impor pasir ini murni berdasarkan bisnis yang dilakukan oleh pihak swasta. Pemerintah Singapura membeli pasir itu dari pihak swasta sebagai importir. Jadi pemerintah Singapura bukan sebagai pengimpor langsung.

Kombinasi antara faktor kepentingan kelompok, korupsi di kalangan pengambil keputusan dan penjaga pantai membuat penambangan pasir di Kamboja terus berlangsung.

Pada tahun 2009 sebanyak 1500 nelayan melakukan protes akibat dampak penambangan pasir ini.

Akibat gencarnya protes dari kalangan pencinta lingkungan dan nelayan kecil ini, pada tahun 2009 pemerintah Kamboja menyatakan larangan penambangan pasir ini untuk di ekspor ke Singapura.  Namun pada kenyataannya penambangan pasir diwilayah Koh Kong terus berlangsung dan tidak pernah tersentuh sampai saat ini.

Tingginya kepentingan ekonomi menimbulkan konflik antara pemerintah dan para aktivis lingkungan.

Nelayan, penduduk desa dan aktivis lingkungan melakukan protes dalam bentuk upacara adat agar pulaunya tidak tenggelam akibat penambangan pasir. Sumber: San Mala/Mother Nature
Nelayan, penduduk desa dan aktivis lingkungan melakukan protes dalam bentuk upacara adat agar pulaunya tidak tenggelam akibat penambangan pasir. Sumber: San Mala/Mother Nature
Pemerintah Kamboja menyatakan bahwa mereka memiliki komitmen yang kuat dalam melindungi lingkungan dari kerusakan akibat penambangan pasir ini dan juga menyatakan tidak ada penambangan pasir illegal.

Namun data di lapangan menunjukkan bahwa pasir pasir itu ditambang secara illegal oleh perusahaan swasta yang mendapatkan perlindungan dari oknum di pemerintahan. Selanjutnya hasil penambangan ini dengan menggunakan kapal kecil dikumpulkan ke kapal penampung yang ukurannya besar untuk selanjutnya diekspor ke Singapura.

Penambangan pasir pantai di wilayah Koh Kong ini merusak lingkungan. Sumber: www.asienreisender.de
Penambangan pasir pantai di wilayah Koh Kong ini merusak lingkungan. Sumber: www.asienreisender.de
Dalam jangka pendek memang bisnis penambangan pasir ini sangat menggiurkan karena mendatangkan untung yang sangat besar. Namun dalam jangka panjang kerusakan lingkungan yang tidak pernah terpikirkan akan mendatangkan kerugian yang tidak ternilai.

Belajar dari kasus kerusakan lingkungan terutama di wilayah pantai Kamboja ini, Indonesia seharusnya mengambil langkah tegas untuk menghentikan total ekspor pasir lautnya ke Singapura untuk kepentingan jangka panjang yang lebih besar.

Sumber: satu, dua, tiga, empat, lima

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun