Jika kita merasakan sepanjang tahun 2016 ini terasa lebih panas, dugaan itu benar adanya, karena menurut laporan yang baru dikeluarkan oleh  the World Meteorological Organization (WMO) yang bersamaan dengan pelaksanaan konferensi iklim dunia (COP22) yang sedang berlangsung  di  Marrakech, Moroko,  suhu global tercatat 1,2 oC lebih panas jika dibandingkan dengan rata rata suhu sebelum era industri.
Suhu global pada bulan Januari – September 2016 tercacat 0,88 oC di atas rataan suhu pada kurun waktu 1960-1990.  Peningkatan suhu yang tajam pada awal tahun 2016 lalu disebabkan oleh fenomena El Nino 2015-2016.
Di  wilayah  tertentu dari bumi ini  mengalami peningkatan suhu yang lebih tinggi. Sebagai contoh di wilayah Artik dan sub Artik di Rusia dan juga di timur laut Kanada suhu tercatat 3 oC berada di atas rataan suhu.  Bahkan di wilayah the Ob River estuary dan  Novaya Zemlya di artik Rusia suhu 6-7 oC berada di atas rataan suhu.
Suhu di wilayah belahan bumi selatan  seperti di Amerika Selatan, Australia dan Afrika Selatan juga  mengalami peningkatan suhu sebesar 1 oC di atas rataan suhu normal.
Pemanasan global ini rupanya ternyata  tidak hanya berdampak pada peningkatan suhu saja, namun juga mempengauhi kondisi laut dunia.
Kematian terumbu karang mencapai 50% terjadi di beberapa bagian di the Great Barrier Reef, sedangkan coral bleaching dan gangguan ekosistem laut terjadi di Australia dan negara negara pasifk seperti Fiji dan Kiribati.
Dampak cuaca ekstrim tahun 2016 ini memang sangat besar terhadap ekonomi dan korban jiwa. Pada tahun 2016 sampai dengan bulan Oktober lalu tercatat sebanyak 78 siklon tropis.
Dampak yang paling signifikan adalah Hurricane Matthew yang melanda Haiti pada bulan Oktober lalu yang memakan korban jiwa 546 dan melukai sebanyak 438 orang.  Hurricane Matthew tidak saja menghantam Haiti namun juga menyebabkan kerusakan yang besar di Kuba dan Bahama dan juga pantai timur  Amerika.
Banjir besar di wilayah Yangtze di Cina pada tahun 2016 ini  tercatat banjir terbesar sejak tahun 1999 yang memakan korban jiwa sebanyak 310 orang dan diperkirakan menimbulkan kerugian sebesar US 14 milyar.
Cuaca ekstrim tahun 2016 juga menimbulkan gelombang panas. Â Pada tanggal 7 Januari 2016 suhu di Pretoria tercatat 42.7 oC sedangkan di Johannesburg 38.8 oC. Â Di Thailand suhu mencapai 44,6 oC pada tanggal 28 April lalu, sedangkan di India bahkan suhu mencapai 51,0 oC pada tanggal 19 Mei lalu.Â
Tampaknya tren peningkatan suhu dan juga dampaknya akan semakin besar di masa mendatang. Â Pertemuan pimpinan dunia untuk membicarakan iklim dunia yang sedang berlangsung di Maroko ini dinilai sangat strategis sebagai wahana untuk mengambil kesepakatan untuk menyelamatkan bumi. Â
Kita tentunya sudah dapat membayangkan kondisi iklim dan alam yang tentunya lebih buruk yang akan dialami oleh umat manusia pada abad mendatang, jika negara negara di dunia tidak mengambil langkah nyata dalam menyelamatkan bumi ini.
Sumber: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H