Dalam minggu ini debat terkait pro dan kontra merokok kembali menghangat di tengah-tengah pembahasan RUU Pertembakauan. Memang tidak dapat disangkal peran industri rokok terhadap perekonomian Indonesia yang sangat besar, namun di lain pihak juga tidak dapat diragukan juga bahwa pengaruh negatif merokok bagi kesehatan merupakan fenomena gunung emas yang sangat mengkhawatirkan.
Industri rokok di Indonesia merupakan salah satu industri yang terbesar mengingat tingginya angka perokok di Indonesia terutama di kalangan laki-laki. Diperkirakan 65% laki-laki Indonesia adalah perokok.
Iman Prasodjo mengutarakan bahwa merokok itu bukanlah budaya asal Indonesia, namun hanya merupakan kebiasaan yang tidak bermanfaat. Kebiasaan merokok tidak perlu dilestarikan karena merupakan kebiasaan negatif yang terbukti merusak kesehatan.
Sementara itu sebelumnya budayawan Taufik Ismail juga menyebutkan hal yang sama. Merokok kretek bukanlah budaya asli Indonesia dan bagi yang berusaha kuat untuk memasukkan rokok kretek sebagai budaya Indonesia dalam undang-udang kebudayaan yang pernah heboh tersebut hanya merupakan akal-akalan korperasi rokok saja mengingat tembakau dan cengkeh bukanlah tanaman asli Indonesia. Kebiasaan merokok merupakan kebiasaan masyarakat asing yang dibawa ke Indonesia melalui aktivitas perdagangan.
Data rokok di Indonesia
Menurut WHO pada tahun 2015 di Indonesia terdapat sebanyak 95 juta orang perokok. Data yang lebih mengkhawatirkan adalah sebanyak 20% pemuda belia Indonesia adalah perokok dan usia orang mulai merokok di Indonesia semakin lama semakin muda. Tidak hanya sampai disitu saja terdapat jutaan orang di Indonesia yang secara sadar maupun tidak masuk dalam kaegori perokok pasif.
Ditinjau dari segi industri rokok, Indonesia tercatat sebagai negara terbesar kedua di Asia setelah China sebagai pasar rokok. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang diperkirakan mencapai 255 juta orang proporsi perokok di kalangan laki laki mencapai 2/3 nya. Di tingkat dunia, Indonesia menempati peringkat ketiga setelah China dan Rusia dalam hal konsumsi rokok.
Jika data dipilah sebagai persentase perokok terhadap jumlah penduduk dewasa maka Indonesia menempati urutan pertama.
Menurut menteri perindustrian produksi rokok nasional pada tahun 2020 diperkirakan meningkat menjadi 524 milyar rokok yang melibatkan sekitar 700 perusahan rokok yang terdaftar, namun hanya sekitar 200-300 dari total perusahaan ini yang aktif.
Siapa pemain utama nya?
HM Sampoerna tercatat menempati peringkat pertama dengan memegang porsi pasar rokok di Indonesia sebesar 35%. Kejayaan HM Sampoerna ini dalam menguasai pasar rokok di Indonesia semakin jelas terlihat jelas sejak perusahaan ini pada tahun 2005 dibeli oleh Philip Morris yang menguasai 92.50% sahamnya.
Perusahaan rokok Gudang garam menempati peringkat kedua dengan menguasai pangsa pasar rokok sebesar 20%. Perusahaan rokok lainnya yang berperan besar dalam pasar rokok di Indonesia adalah Bentoel International Investama, Wismilak Inti Makmur, Djarum dan Nojorono.
Dalam anggaran tahun 2015 lalu yang telah direvisi pemerintah mencantumkan angka sebesar Rp. 145,7 trilyun dari pendapatan cukai rokok. Target dan realisasi penerimaan pemerintah dari cukai rokok dalam kurun waktu 2013-2016 dapat dilihat pada grafik berikut:
Data yang telah dikemukan di atas sangat jelas menunjukkan betapa besarnya peran industri rokok di Indonesia jika semata-mata hanya ditinjau dari segi ekonomi saja. Sebaliknya data kerugian terutama jika ditinjau dari segi kesehatan dalam jangka panjang walaupun sudah mulai terungkap tidaklah mencerminkan kerugian jangka panjang yang sebenarnya akibat merokok ini.
Mengingat dampak negatif merokok ini baik bagi prokok aktif maupun pasif umumnya baru muncul dalam jangka panjang, maka fenomena efek negatif merokok ini perlu diwaspadai oleh pemerintah, terutama di kalangan generasi muda.
Menghilangkan industri rokok di Indonesia memang bukanlah pemikiran yang rasional mengingat besarnya peran industri rokok ini dalam perekonomian nasional. Oleh sebab itu bagi pihak-pihak terkait yang terlibat dalam pembahasan RUU pertembakauan saat ini sudah seharusnya tidak mementingkan manfaat sesaat saja namun perlu berpikir panjang untuk menyiapkan generasi Indonesia berkualitas mendatang.
Ke depan dengan jika tekad yang serius dari pemerintah dalam “mengendalikan” industri rokok ini, diharapkan masalah rokok di Indonesia bukan lagi merupakan buah simalakama, melainkan suatu keharusan untuk menuju generasi Indonesia mendatang yang lebih sehat dan berkualitas.
Sumber: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam, Tujuh, Delapan, Sembilan, Sepuluh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H