Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Indonesia Kurangi Kuota Impor Sapi dari Australia

15 Juli 2015   05:48 Diperbarui: 15 Juli 2015   09:05 6662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paternak sapi Australia terpukul dengan pengurangan quota impor sapi oleh Indonesia. Photo: resources0.news.com.au

Para peternak sapi di wilayah Northern Territory Australia saat ini sedang gundah dan berusaha keras memutar otak. Kondisi ini terkait dengan pengumuman Indonesia yang menetapkan quota import sapi hidup dari Australia hanya sebanyak 50.000 ekor saja dari rencana quota 200.000 ekor sapi di 2/3 periode impornya. Pengurangan quota yang cukup drastis ini memang tidak diduga dan tentunya tidak diharapkan oleh para peternak di wilayah tersebut yang penjualan sapinya tergantung pada Indonesia. Sebagai perbandingan pada periode yang sama pada tahun 2014 Indonesia mengimpor sebanyak 250.000 ribu ekor sapi dari Australia. Dengan rata-rata harga sapi hidup Rp. 7,5 -10 juta per ekor, maka dapat dibayangkan berapa besaran ekspor sapi Australia ke Indonesia yang dalam setahunnya rata-rata mencapai  800.000 ekor ini.

Dari catatan sejarah ekspor sapi Australia ke Indonesia pernah dihentikan pada tahun 2011 setelah beredarnya video kekerasan terhadap sapi yang terjadi di Indonesia yang membuat heboh Australia. Namun justru pada saat itu setelah permasalahan dianggap reda, pemerintah Indonesia mengambil kebijakan untuk menghentikan impor dari Australia yang berdampak sangat luas pada peternakan sapi di Australia. Pada saat itu banyak peternak yang mengalami kesulitan dan mengalami kerugian besar karena tidak dapat menjual sapinya.

Penjualan sapi dari wilayah Northern Teritorry sangat tergantung pada pasar Indoensia. Photo : www.smh.com.au

Ada hal yang menarik dari pengurangan quota yang sama sekali tidak diduga oleh para peternak dan juga pemerintah Australia. Maklum saja saat-saat menjelang lebaran tentunya kebutuhan akan daging sapi akan meningkat tajam dan biasanya harga daging sapi akan melambung, sehingga diperkirakan hampir tidak mungkin Indonesia mengurangi import sapinya dengan drastis seperti ini. Namun ternyata Indonesia melakukan pengurangan import sapi hidup dari Australia.

Dari sisi Indonesia pengurangan quota ini dapat dimaknai sebagai upaya pemerintah saat ini untuk sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungan pada impor. Selain daging sapi hal ini juga sudah dimulai pada produk yang benilai politis tinggi yang menyangkut hajat orang banyak, seperti beras dan garam serta produk import lainnya yang akan segera menyusul.

Dari sisi Australia pengurangan quota import sapi ini dapat dimagnai beragam karena menyangkut masa depan kelangsungan kehidupan para peternak sapi. Memang 150.000 ekor sapi yang tidak jadi di ekspor ke Indonesia tersebut dapat dialihkan ke negara lain, namun tentunya tidak mudah seperti membalikkan tangan.

Pasaran sapi untuk Indonesia sangat spesifik karena bobot badan sapi yang khusus di ekspor ke Indonesia maksimum berbobot 350 kg karena akan digemukkan lagi di Indonesia. Kalau di alihkan ke Vietnam misalnya, mereka minta sapi dengan ukuran yang lebih besar karena langsung dipotong. Padahal sapi-sapi tersebut sudah dalam kondisi dikumpulkan dari padang penggembalaan dan siap diekspor ke Indonesia. Walaupun ada indikasi bahwa permintaan dunia akan dagin dan sapi hidup cenderung meningkat, namun mencari pasar baru tidaklah mudah.

Dari segi politik pengurangan quota ini juga menjadi perdebatan yang hangat. Menteri luar negeri Julie Bishop dan menteri pertanian Barnaby Joyce telah menyatakan bahwa pengurangan quota ini tidak terkait dengan kondisi politik dua negara yang akhir akhir ini kurang baik.

Sementara partai Buruh yang saat ini sebagai partai oposisi mengaitkan hal ini dengan buruknya hubungan politik kedua negara setelah dua peristiwa besar yang mengganggu hubungan kedua negara yaitu sikap pemerintah Australia terhadap pelaksan hukuman mati Bali Duo dan kebijakan Australia untuk mengembalikan kapal pengungsi termasuk kasus pemberian uang kepada awak kapal untuk megarahkan kapang pengungsinya balik ke Indonesia.

Pimpinan oposisi dari partai buruh Bill Sorthen sangat mengkhawatirkan perkembangan yang tidak diharapkan ini dan menuding bahwa ketidak sepahaman antara menteri pertanian Barnaby Joyce dan Perdana Menteri Australia Tony Abbot atas kebijakan penambangan di wilayah pertanian produktif membuat perhatian pemerintah tidak fokus pada masa depan peternak di Australia.

Pihak oposisi dalam wawancaranya dengan ABC menyatakan bahwa hubungan buruk Indonesia-Australia saat ini sudah mulai menunjukkan dampaknya. Ketegangan hubungan Indonesia Australia telah terjadi berberapa kali dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini mulai dari penyadapan tehadap percakapan  SYB, istri dan pejabat Indonesia, pelaksanaan hukuman mati Bali Duo Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dan yang terakhir pemberian uang kepada awak kapal pembawa pengungsi untuk kembali ke Indonesia.

Walaupun duta besar Australia Paul Grigson untuk Indonesia telah kembali ke Jakarta setelah sebelumnya kembali ke Australia sebagai bentuk protes pemerintah Australia atas pelaksanaan hukuman mati Andrew Chan dan Myuran Sukumaran tampaknya hubungan Indonesia dan Australia masih dingin.

Dalam wawancaranya dengan Fairfax Radio, senator independent Nick Xenophon setelah melakukan kunjungannya ke Indonesia menyatakan bahwa ketegangan hubungan Indonesia Australia masih dalam tegangan tinggi. Dia menyatakan bahwa baik pemerintah, kelompok masyarakat, kelompok agama di Indonesia merasa tersinggung dengan sikap dan penyataan Tony Abbott pada saat terjadinya pelaksanaan hukuman mati Bali Duo yang mengaitkannya dengan bantuan Australia saat terjadi Tsunami di Aceh pada tahun 2004.

Kembali pada masalah persapian, tampaknya filosofi “duduk sama rendah berdiri sama tinggi” dalam bertetangga yang mungkin saja kurang dipahami oleh pemerintah Australia saat ini, merupakan kunci dan norma bagaimana hubungan kedua negara itu seharusnya dilakukan. Tidak dapat dipungkiri kedua negara ini memang saling membutuhkan, namun ketersingungan atas sikap salah satu pihak dapat saja membuat hubungan kedua negara yang betetangga dekat ini terasa asing.

Sumber : Sydney Morning Herad, The Australian

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun