Pendidikan Tinggi akan memberikan bekal pegetahuan dan keterampilan, menuju konsidi ideal dalam menciptakan pilihan yang tidak hanya untuk mencari pekerjaan, namun lebih jauh adalah menciptakan pekerjaan, dengan demikian setiap manusia akan menjadi lebih produktif dalam meningkatkan pendapatan.Â
Kebijakan pengentasan kemiskinan menjadi rasional, dengan tercapainya capaian secara efisien melalui sebuah inovasi yang terintegrasi di dalam satu kebijakan rasional, untuk memaksimalkan pencapaian yang lebih objektif, komprehensivitas informasi sebuah kebijakan dapat diperbaharui untuk memutus mata-rantai program kemiskinan yang sudah tidak up to date.
Dengan kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini, sehingga akan menghilangkan eksklusi sosial, meningkatkan kualitas hidup dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dalam perspektif tersebut, Negara telah menempatkan fungsi kekuasaan dengan sangat baik, dengan cara berkewajiban untuk menyediakan layanan pendidikan tinggi .Â
Selain itu, satu kebijakan penting lainnya adalah penyertaan modal pemerintah di dalam usaha kerakyatan. Pembangunan ekonomi tidak hanya berlangsung dengan baik ketika hanya berfokus pada human investment di sektor pendidikan saja, namun memerlukan penyertaan modal kerja (working capital) dari pemerintah. Hanya dengan intervensi pemerintah "resiko" dan "profitabilitas" akan dihasilkan dengan baik.
Pemerintah memiliki model monitoring dan evaluasi dengan sangat baik, dan tentunya memiliki modal yang tidak terbatas, jika pemerintah memiliki kebijakan "intervensi" dalam menyertakan modal di dalam usaha kerakyatan, tentunya paling ideal difungsikan untuk mempercepat waktu produksi, artinya jangka waktu atau lamanya memproduksi suatu barang pada perusahaan pemula.Â
Semakin lama waktu yang digunakan untuk memproduksi suatu barang, akan memperbesar modal kerja yang dibutuhkan, begitu pula sebaliknya, yang memengaruhi tingkat perputaran persediaan terhadap modal kerja bagi perusahaan pemula (start-up), jika tidak dilakukan, maka akan semakin banyak pengusaha kecil-menengah memiliki perputaran waktu produksi yang sangat kecil, dan semakin rendah pula tingkat perputaran produksinya, sehingga tentu saja berimplikasi pada kebutuhan modal kerja yang semakin tinggi.
Begitu pula sebaliknya, dengan demikian sangat brilian jika pemerintah ikut serta dalam menyertakan modal, dan ikut mengevaluasi resiko dan profitabilitas pada enam faktor, yaitu; (1) ukuran bisnis, (2) pertumbuhan dan ekspansi, (3) siklus produksi, (4) fluktuasi bisnis, (5) kebijakan produksi, serta 6) kebijakan kredit yang terkait.
Intervensi khusus pemerintah dalam pengentasan kemiskinan akan menjadi objektif ketika berpengang pada dua indikator utama:
Pertama, merasiolisasi faktor kesejahteraan di dalam satu kebijakan intervensi terhadap kemiskinan, dengan sebuah hipotesa bahwa setiap manusia memiliki hak atas pendidikan hingga jenjang pendidikan tinggi, serta memberikan pendampingan untuk mencapai akses modal usaha dari pemerintah, dengan demikian maka kesejahteraan akan terpenuhi dan angka kemiskinan akan turun mendekati nol.
Kedua, ketika pendidikan dan akses modal telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari sebuah formula kebijakan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan, maka dibutuhkan pendampingan khusus dalam bentuk monitoring dan evaluasi berkelanjutan, atas sebuah kegagalan implementasi profit terhadap pengusaha pemula, dengan memberikan inovasi dan dukungan dalam hal pemanfaatan teknologi dengan lebih maksimal.
Kedua indikator tersebut, secara otomatis akan memberikan pengaruh besar di dalam tata-kelolalnya, pada tatanan horisontal, vertikal dan spasial.Â