Mohon tunggu...
Rijalul Fikri
Rijalul Fikri Mohon Tunggu... Freelancer - Penata dan Perencana Program, Pemerhati Tata Kelola Negara dan Organisasi Profesional serta Produser Musik

berusaha mengurai masalah dengan "cara" untuk Bangsa dan Negara, Penata dan Perencana Program, Pemerhati Tata Kelola Negara, Facebook: Abu Maghfirah, Twitter: rfikri11, Instagram: rfikri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Demokrasi dalam Kerinduan Legasi Monarki

1 Juni 2018   21:24 Diperbarui: 1 Juni 2018   21:41 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi demokrasi (sumber; mindomo.com)

Demokrasi lahir untuk menyempurnakan dan mensejahterakan....

Sebuah era "modernisasi" dimulai ketika lahirnya demokrasi, sebuah "divisibilitas" sistem politik monarki, sebagai pemersatu Bangsa-bangsa besar di Nusantara. Kesatuan tersebut bersifat "infinetesimal" atas seluruh perihal, mengenai pemindahan kekuasaan dan lainnya, sebagai "genderang" penanda lahirnya Negara berdaulat bernama Indonesia, menggantikan "antroposofi" klasik atas kekuasaan para Raja nusantara yang memiliki kekuatan besar sebagai kepala pemerintahan, yang berdaulat sekaligus penguasa tunggal atas eksekutif, legislatif dan yudikatif di era klasik.

Demokrasi menjadi lebih sempurna dan memiliki keindahan alur pola implementasi, dimana Kepala Negara sebagai penguasa yang dipilih oleh rakyat diharuskan untuk berfikir, menyusun dan merencanakan berbagai program kesejahteraan bagi rakyat, namun tidak memiliki kekuasaan untuk memberikan persetujuan akhir, melainkan menyerahkan kembali kepada rakyat yang memilihnya, melalui sebuah forum dan negosiasi resmi untuk mendapatkan persetujuan akhir. 

Secara apriori, sang pemimpin dalam menetapkan kebijakan domestik tersebut, selalu mengajukan, menegosiasikan dan meminta persetujuan akhir dari rakyat untuk menguji sebuah desain kebijakan yang diusulkan.

Infinetesimalitas demokrasi akan berada pada "zona-kritis" ketika sang pemimpin mengabaikan makna proklamasi, sebagai wujud mensejahterakan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, dimana kemunduran sistem monarki dimulai ketika "gagal" mengimplementasi makna tersebut, dan menjadi tugas besar sang pemimpin demokrasi untuk terhindar dari "dejavu" tersebut.

Baca Juga:

 

Demokrasi dalam Kerinduan Monarki

Ilustrasi Demokrasi dan Monarki (sember; dreamstime.com)
Ilustrasi Demokrasi dan Monarki (sember; dreamstime.com)

Kesuksesan Demokrasi mengarahkan bahtera Negara dalam memenangkan sebuah kompetisi global di era modern, yaitu mempertahankan kedaulatan stabilitas perdamaian, kesejahteraan, dan kehidupan rakyat yang bahagia

Amanat rakyat kepada Negara untuk menguasai dan mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi rakyat, bumi dan air, dan kekayaan alamnya  untuk kemakmuran rakyat akan berbuah pada sebuah "apatisme" ketika di dalam realitanya, para pemimpin memiliki keterbatasan pengetahuan dalam mengimplementasi makna-makna konstitusi tersebut, sistem demokrasi mengarahkan bahtera Negara untuk sukses dalam memenangkan sebuah kompetisi global di era modern, yaitu mempertahankan kedaulatan stabilitas perdamaian, kesejahteraan, dan kehidupan rakyat yang bahagia. 

Bahwa kita hidup di dunia modern tidaklah sendirian, melainkan berdampingan dengan bangsa lain yang memiliki ideologi yang berbeda-beda, dan banyak diantara bangsa tersebut masih berpegang teguh pada keunggulan "sistem-monarki" di atas keindahan demokrasi, sebagai atribut non aksidental. 

Banyak individu yang masih sangat mengagumi kemonarkian, melalui warisan budaya maupun gaya ledearshipnya, dan salah satu warisan yang tetap dipergunakan hingga saat ini adalah model regenerasi kepemimpinan politik berbasis dinasti, di dalam sistem demokrasi. 

Regenerasi tersebut merupakan keinginan dari masyarakat yang tidak dapat ditolak keberadaannya, sebagai "hak-sakral" untuk memerintah di dalam partai politik, atas dasar kualifikasi pendidikan tertentu dan karisma kepemimpinan yang terbentuk melalui implementasi dalam berdemokrasi. 

Pada beberapa sisi, sistem-monarki masih dirindukan oleh banyak individu, karena terbukti mampu beradaptasi dengan berbagai struktur sosial sebagai bagian dari upaya mempertahankan kondisi budaya dan geopolitik yang dinamis, dan mungkin saja dapat bertransformasi menjadi bagian tersendiri di dalam konsep nasionalisme, serta memiliki dampak yang signifikan pada sistem pemerintahan demokratis, ketika mimpi kesejahteraan dan kemandirian rakyat masih memerlukan waktu yang cukup untuk dapat direalisasikan.

Ber-Inovasi-kah Demokrasi? 

ilustrasi demokrasi (sumber; knowledge.com)
ilustrasi demokrasi (sumber; knowledge.com)

Demokrasi memberikan ruang transfromasi dalam sistem perpolitikan, dan berinovasi melahirkan kebijakan berbagai patron demokrasi modern yang berbasis pada akuntabilitas

Sistem Demokrasi selalu identik dengan pembagian kekuasan, lahir-tumbuh akibat adanya intoleransi, ketidakadilan dan ketidakstabilan yang berdampak langsung terhadap rakyat, ketidak-berimbangan akses pendidikan merupakan salah satu penyebab atas berkurangnya kekuasaan monarki yang "terdivisibilitasi" ke dalam berbagai bentuk model pemerintahan demokratis. 

Namun demokrasi tetaplah indah, salah satu keindahan tersebut, adalah ketika demokrasi berhasil melakukan pemerataan akses pendidikan menuju perbaikan kesejahteraan rakyat, yang secara otomatis memperbanyak lahirnya keluarga yang memiliki intelektulitas. 

Melalui Pendidikan, ditemukan berbagai bentuk model inovasi untuk mensejahterakan, termasuk bagaimana inovasi mampu menyempurnakan sistem demokrasi klasik, menuju basis yang berdefinisi operasional, dan dua inovasi demokrasi yang sangat fundamental dapat dilihat dan dirasakan pada;

Pertama, Inovasi dalam berdemokrasi secara signifikan berdampak pada penciptaan kebijakan prioritas di sektor industri, sekalipun tren tersebut belum diikuti dengan pembaharuan berbagai model program di bidang riset dan pengembangannya, hingga saat ini masih diperlukan penyempurnaan riset empiris tentang lemahnya "korelasi" antara output perencanaan riset dan pengembangan dengan percepatan pertumbuhan ekonomi, dalam bentuk Kebijakan inovasi yang memiliki kemampuan untuk memberikan pengembalian keuntungan yang tinggi sesuai dengan kondisi kelembagaan dari berbagai pilihan kebijakan yang telah ada dan berkembang.

Beberapa faktor seperti peningkatan kecerdasan di berbagai spesialisasi ilmu pengetahuan, pembagian peran dan tanggung jawab diantara pengambil keputusan, dan kemandirian terhadap campur-tangan politik dalam proses implementasi kebijakan, tidak terkecuali solusi kongkrit dalam mendorong sinergitas kemitraan antara inovator, universitas, Industri dan pemerintah sebagai inisiator program, masih menunjukkan keterkaitan yang sangat tinggi terhadap demokrasi yang didefinisikan sebagai keterbukaan dalam mendesain kebijakan, dan inovasi sebagai indikator pertumbuhan ekonomi yang didukung dengan penerapan dan penguasaan teknologi.

Kedua, Inovasi terhadap model regenerasi kepemimpinan di dalam sistem demokrasi, menggunakan model dinasti politik terpilih (politik dinasti), sebagai tren di dalam gaya kepemimpinan, abaikan sisi negatifnya, karena setiap individu berhak menjadi sang pemimpin, dan sekali lagi "pendidikan" menjadi penentu dalam proses screening politik bagi setiap calon pemimpin, secara umum, hadirnya "dinasti politik" dalam berdemokrasi merupakan tren positf yang dapat naik dan turun, dapat ditantang dan dikalahkan, kemudian bangkit kembali, atau memudar ketika rakyat tidak puas dengan satu gaya kepemimpinan, karena berpolitik di dalam sistem demokrasi sangatlah kompetitif dan tidak dapat diprediksi.

Demokrasi memberikan ruang transfromasi bagi seluruh sistem politik klasik yang telah ada, hal tersebut dapat terlihat melalui bentuk model inovasi kebijakan berbagai patron demokrasi modern yang berbasis pada akuntabilitas, dengan demikian berbagai penyebab dan konsekuensi yang tidak efektif, dan tidak akuntabel terhadap penyalahgunaan kekuasaan, korupsi serta pemborosan sumberdaya negara dapat dicegah dan terproteksi. 

Desain formula kebijakan yang berkeadilan, tentunya dapat mengakomodir dan mengorganisir seluruh kepentingan partai politik, kedalam bingkai demokrasi yang mensejahterakan, menggunakan kesamaan gaya dan cara berpikir, sebagai solusi untuk mensejahterakan rakyat dari berbagai masalah nasional, sehingga ikut mempengaruhi kehidupan bernegara, untuk ekonomi Indonesia lebih produktif, kompetitif, adil dan inklusif dalam pertumbuhan dan manfaatnya. 

semoga bermanfaat.....

Baca Juga:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun