Mohon tunggu...
Rozana Fakhrunnisa
Rozana Fakhrunnisa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Psikologi

Never give up on your dreams!

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Waspada Psikosomatik di Tengah Pandemi COVID-19

18 Mei 2020   23:15 Diperbarui: 20 Mei 2020   11:25 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Rozana Fakhrunnisa 

Saat ini hampir di seluruh penjuru dunia sedang menghadapi wabah Covid-19 yang disebabkan oleh virus Corona. Tidak terkecuali negara kita, Indonesia. Wabah yang mulanya berasal dari Wuhan, Tiongkok, ini menyebar dengan cepat sekali ke negara-negara lain di lima benua. Korbannya pun terus meningkat. Media berita online dan televisi didominasi oleh berita tentang wabah ini beserta beragam hal yang terkait dengannya. Bahkan di media sosial, seperti Whatsapp, setiap hari tidak pernah sepi orang membicarakan wabah ini. Aneka macam berita bermuculan, dari yang sifatnya informatif, sugestif, maupun hoax.

Berbagai berita dan tulisan terkait wabah Covid-19 yang terlanjur menyebar ternyata menimbulkan kecemasan di kalangan masyarakat. Ketika rasa panik dan takut muncul karena virus Corona, tubuh memberikan reaksi sugestif dengan memunculkan gejala yang serupa dengan gejala Covid-19. Banyak orang menjadi paranoid dan seolah-olah merasakan gejala seperti terkena virus Corona. Malah, kita dengar dan lihat dari berita dalam beberapa hari belakangan ini, sampai-sampai ada warga yang menolak pemakaman jenazah orang yang meninggal gara-gara Covid-19 di wilayah mereka dengan berbagai macam alasan. Perasaan semacam ini disebut psikosomatis.

Bagaimana pikiran dapat menimbulkan penyakit?

Dilansir Psychology Today, Psikosomatis adalah penyakit di mana pikiran bawah sadar menghasilkan gejala fisik tanpa penyakit yang menyebabkan seolah-olah merasakan gejala sakit fisik namun tidak terdapat penyakit apapun. Hal itu terjadi karena kecemasan, stres, dan depresi.

Sebagaimana kita semua mungkin pernah alami, pikiran dapat menyebabkan gejala fisik. Misalnya, pada saat kita cemas, jantung kita akan berdebar lebih cepat, gemetar, napas menjadi cepat, keringat dingin keluar, sakit perut, dan gejala-gejala lainnya. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya impuls saraf dari otak ke seluruh bagian tubuh. Selain itu, gejala fisik tersebut dapat juga disebabkan oleh pelepasan adrenalin.

Menurut dr. Andri, Sp.KJ dari Omni Hospital Alam Sutera, memori dan pusat kecemasan berada di amigdala yang berfungsi mengatur emosi dalam ingatan. Ketika saraf kecemasan aktif, maka ingatan akan kembali aktif apalagi ditambah dengan situasi seperti sekarang ini. Ketika kecemasan itu datang, gejala-gejala Covid-19 itu bisa tiba-tiba muncul karena diaktifkan oleh sistem saraf otonom. Sayangnya, otak kita lebih responsif terhadap hal-hal negatif. Otak kita cenderung lebih banyak menyerap hal-hal negatif (yakni lebih dari 80%) dibanding hal-hal positif.

Situasi mencekam di tengah pandemi Covid-19 yang sedang terjadi saat ini dapat menyebabkan gangguan kejiwaan berupa kecemasan dan perubahan perilaku yang sangat mungkin berimbas pada kondisi fisik. Berlebihan dalam mengonsumsi, menonton, atau membaca berita mengenai virus Corona yang sedang terjadi saat ini bisa membuat orang melakukan self-diagnosis, yaitu melakukan diagnosis terhadap kondisi dirinya tanpa berkonsultasi dengan ahli.


Dalam kondisi seperti sekarang ini, wajar bila kita ikut mengalami ketakutan dan kecemasan. Namun rasa takut dan cemas itu harus dihentikan, tidak boleh kebablasan. Kita harus berpikir realistis dan rasional mengenai wabah penyakit ini beserta dampaknya. Berikut ini kiat-kiat untuk mengendalikan emosi pada saat terjadi pandemi seperti Covid-19 yang dimuat dalam laman Very Well Mind:
1. Membaca berita dari sumber yang tepercaya
2. Fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan
3. Lakukan perawatan diri dengan menjaga kebersihan diri
4. Berjemur selama 10 menit pada jam 10 pagi
5. Ganti pakaian ketika dari luar

Selain itu, pendekatan spiritual dapat dilakukan dengan berdoa kepada Tuhan YME. Doa, sebagaimana dialami oleh beberapa pasien yang dinyatakan sudah sembuh dari Covid-19, adalah sumber kekuatan yang sangat dahsyat. Dengan berdoa dan berpikiran positif mereka mendapatkan ketenangan batin dan akhirnya mampu mengatasi rasa cemas yang berlebihan. Bagi kaum Muslim, sholat dan membaca al-Qur'an juga dapat menjadi penenang dalam kondisi apapun, sebagaimana diterangkan oleh Jalaluddin As-Suyuti dalam bukunya Mukhtashar ath-Thibb an-Nabawi.

Solusi

Bagaimana kalau sudah terlanjur terjangkit psikosomatik? Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan ketika sudah terkena psikosomatik:
1. Menjaga imunitas agar tetap baik. Karena apabila imun turun, orang yang memang sudah terkena psikosomatik rentan terpapar virus corona

2. Mengistirahatkan diri dari informasi mengenai corona. Terlalu banyak asupan informasi mengenai virus corona juga dapat menimbulkan kecemasan yang berlebihan

3. Tidur yang cukup. Apabila tidur cukup, maka akan menghasilkan sel darah putih yang berperan untuk melawan virus
4. Pola makan yang teratur dan bergizi
5. Olahraga
6. Relaksasi setidaknya 10 menit perhari
7. Latihan pernapasan

Kalau kiat-kiat tersebut di atas dijalankan secara kontinu, insya Allah akan mencegah dampak psikosomatis dari wabah Covid-19. Selamat mencoba.

Rozana Fakhrunnisa, Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri Walosongo Semarang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun