Mohon tunggu...
Royyan Sulaiman
Royyan Sulaiman Mohon Tunggu... Editor - : )

:D

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konstruksi terjadinya Toxic Masculinity pada kalangan masyarakat

17 Oktober 2022   23:19 Diperbarui: 22 Oktober 2022   15:31 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Toxic dalam Bahasa inggris yang artinya racun. Biasanya pelaku toxic di panggil toxic people yang berarti istilah untuk jenis orang yang beracun. Maksud beracun adalah ketika toxic people tersebut menebarkan hal negative ke lingkungan sekitarnya. Sedangkan maskulin adalah kualitas atau penampilan yang dikaitkan dengan laki-laki, seperti kekuatan, kekuasaan, atau keagresifan. Toxic Masculinity berasal dari bahasa Inggris, toxic masculinity lahir dari konstruksi sosial dari masyarakat patriakis, mengacu pada perilaku dan sikap yang kasar yang dikaitkan dengan laki-laki.

Toxic Masculinity adalah deskripsi sempit tentang kejantanan. Kejantanan sendiri didefinisikan sebagai kekerasan, seks, agresivitas. Menurut peneliti toxic masculinity adalah deskripsi sempit mengenai sikap dan perilaku gender laki-laki, dimana laki-laki harus bisa mengendalikan emosi pada tekanan, bersikap dominan, berpenampilan macho, memiliki jiwa kepemimpinan, tegas, dan berani.

Istilah Toxic masculinity berasal dari seorang psikolog bernama Shepherd Bliss pada tahun 1990, istilah toxic masculinity digunakan untuk membedakan dan memisahkan nilai positif dan nilai negatif dari gender laki-laki. Dari penelitian yang dilakukan Shepherd Bliss menemukan adanya efek buruk dari maskulinitas pada laki-laki. Ross-Williams berpendapat bahwa toxic masculinity adalah konstruksi sosial dari masyarakat patriarki bahwa kemaskulinan seorang laki-laki didasari oleh perilaku-perilaku yang represif dan harus bertindak secara dominan.

Toxic masculinity juga terdapat dalam lingkungan masyarakat, Toxic masculinity yang berkembang dalam masyarakat patriarki menekan kesehatan mental laki-laki, yang bisa menjadi egois, kurang empati, dan berperilaku kasar. Jika ada anak yang tampaknya tidak sesuai dengan maskulinitas yang mapan, laki-laki tersebut dikenakan sanksi sosial, seperti pengucilan dan penindasan sosial. Realitas sosial dalam masyarakat patriarki yang telah melahirkan toxic masculinity, adalah pengetahuan yang memiliki sifat keseharian di mana orang hidup dan berkembang, seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil konstruksi sosial seperti yang dijelaskan oleh Berger dan Luckmann.

Toxic masculinity lahir dari konstruksi sosial pada masyarakat patriarkisme dimana maskulinitas selalu berhubungan dengan kekuatan sedangkan feminitas selalu berhubungan dengan perilaku yang lembut. Patriarki dimaksud sebagai suatu keadaan atau kondisi sistem sosial yang dimana laki-laki lebih diutamakan dalam segala hal atau dianggap sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam bentuk apapun.

Konstruksi sosial toxic masculinity yang telah terbangun di masyarakat menyebabkan krisis identitas ketika laki-laki berusaha mencapai maskulinitas ideal. Hal ini menyebabkan laki-laki menunjukkan kurangnya empati, mengalami agresi yang cenderung berlangsung lama, terlibat dalam perilaku kasar terhadap yang lain, didiagnosis dengan lebih banyak gangguan mental dan menghindari mencari bantuan professional.

Konstruksi makna toxic masculity di masyarakat mengenai stigma bahwa laki-laki maskulin harus macho, tegas, berani, dan tidak menggunakan sesuatu yang berkaitan dengan perempuan. Namun karena internalisasi nilai kemaskulinan yang sudah berkembang sejak masyarakat patriarki maka masyarakat pada saat ini masih menanamkan nilai tersebut dengan mengkotak-kotakan sikap dan perilaku seorang laki-laki berdasarkan gender jika nilai tersebut tidak tertanam dimasyarakat sekarang maka laki-laki bebas mengekspresikan perasaannya keruang public namun karena adanya stigma maskulin laki-laki yang sudah tertanam sejak kecil maka laki-laki tidak boleh menggunakan sesuatu yang berkaitan dengan perempuan. Sejak bayi dilahirkan sudah membawa sifatnya masing-masing tidak semua laki-laki yang terlahir memiliki sifat macho, tegas, berani sesuai dengan stigma laki-laki maskulin di masyarakat jadi tidak semua laki-laki memiliki sifat tegas, berani namun ada juga sifat laki-laki yang lembut dan sifat seseorang terbentuk dari lingkungan sekitarnya.

Toxic masculinity sebagai konstelasi ciri-ciri laki-laki regresif sosial yang berfungsi untuk mendorong dominasi, devaluasi perempuan, homofobia, dan kekerasan. Toxic masculinity menjelaskan mengapa pria selalu memiliki jiwa untuk bersaing dan mendominasi orang lain secara agresif dan juga mewujudkan sifat yang paling bermasalah pada pria. Toxic masculinity menuntut tidak hanya subordinasi perempuan tetapi juga dari laki-laki yang tidak berpartisipasi secara aktif terhadap standar maskulinitas superior. Pandangan tersebut dapat memicu pada tindak kekerasan dan agresi pada kaum yang mereka anggap lemah. Berikut beberapa factor penyebabnya toxic masculinity.

A. Seorang laki-laki harus kuat, tidak boleh lemah ataupun lembut.

B. Seorang laki-laki harus bisa mengatur hubungan atau bertindak dengan sesuai yang di inginkan bagaimanapun juga.

C. Seorang laki-laki dikatakan gagal ketika laki-laki tidak bisa menjadi sesorang yang bisa menghidupkan keluarganya.

D. Pembulian yang terjadi pada laki-laki karena sifat atau bentuk/gestur tubuh yang agak feminism atau berlagak seperti perempuan.

Masyarakat Indonesia pada saat ini masih mengkotak-kotakan sikap dan perilaku seseorang berdasarkan gender, untuk mematahkan stigma maskulin dimasyarakat Indonesia sangat susah karena internalisasi nilai maskulin sudah berakar dan turun temurun dari lingkungan terkecil dimana keluarga mengajarkan bagaimana sikap dan perilaku seorang laki-laki hingga berkembang dilingkungan terbesar masyarakat. Menurut factnews.com masyarakat yang membentuk hal-hal maskulin pada laki-laki, jika laki-laki tidak mengikuti hal-hal tersebut makanya dianggap bahwa laki-laki tersebut tidak maskulin hal ini disebut toxic masculinity. Dampak toxic masculinity bisa menyebabkan depresi hingga bunuh diri pada korban yang mengalami, stigma maskulin dimasyarakat yang didukung budaya patriarki adalah penyebab utama laki-laki depresi yang di pendam terus menerus mengakibatkan laki-laki korban toxic masculinity melakukan bunuh diri karena tidak ada ruang untuk mengekspresikan perasaan yang terjadi.

Jadi Toxic Masculinity adalah kontruksi social dari masyarakat patriarki bahwa kemanusiaan seseorang laki-laki di dasari oleh perilaku-perilaku yang reseptif dan harus bertindak secara dominan. Budaya patriarki di tanamkan sejak dahulu karena adanya batasan-batasan mengenai gender laki-laki dan perempuan, sehingga budaya patriarki masih ada hingga saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun