Silaturahmi merupakan konsep kerukunan pada umat manusia melalui sikap saling menyayangi, empati, dan perhatian demi kemaslahatan antara manusia satu dan manusia lainnya. Berasal dari dua kata dalam bahasa Arab yaitu silah yang berarti hubungan atau dalam bahasa majas berarti tali dan rahmi yang berarti kasih sayang. Silaturahmi kerap dijalankan oleh umat muslim saat hari raya idul fitri ataupun pasca idul fitri secara serentak.
Namun seyogyanya silaturahmi sangat dibutuhkan dalam setiap saat, bukan hanya saat hari raya idul fitri saja karena kaitannya dengan mempererat tali persaudaraan sesama umat manusia secara umumnya dan umat muslim secara khususnya. Imam al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan hadis tentang perintah silaturahmi bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia bersilaturahmi. Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kata "dilapangkan rezekinya" adalah diluaskan dan diberikan kelimpahan harta, dan menurut pendapat yang lain, artinya adalah diberikan harta yang berkah (meskipun secara kasat mata, harta tersebut tidak bertambah banyak).
KH. Achmad Shiddiq merupakan ulama progresif asal Talangsari, Jember, Jawa Timur. Sebagai seorang ulama yang memiliki pencapaian besar dan cemerlang, pelantikan sebagai Rais 'Aam PBNU-pun menjadi salah satu takdirnya pada tahun 1984 M.
Konsep yang digagas olehnya ialah Trilogi Ukhuwah yang dirumuskan olehnya saat menjelang muktamar Nahdlatul 'Ulama ke-28 di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta. Trilogi Ukhuwah berisi tiga ukhuwah: Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathaniyah, dan Ukhuwah Basyariyah.
Kali ini saya hanya akan membahas Ukhuwah Basyariyah saja (sesuai denga judul yang saya paparkan). Buku PBNU (Perjuangan Besar Nahdlatul 'Ulama) karya KH. Yahya Cholil Staquf menuang redaksi yang sejalan dengan keterangan diatas.
KH. Achmad Shiddiq mencetuskan Ukhuwah Basyariyah ini menjadi relevansi sosial rakyat Indonesia pada masa lampau ataupun masa sekarang. Sebab konsep Ukhuwah Basyariyah ini menyelaraskan gerak-geriknya dengan aspek-aspek yang selalu berkembang di dunia ini. KH. Yahya Cholil Staquf menyebutkan beberapa jenis perubahan yang terjadi di dunia, lebih tepatnya ada 4 jenis perubahan:
- Perubahan yang berkenaan dengan Tata Politik Dunia
- Perubahan yang berkenaan dengan Demografi Dunia
- Perubahan yang berkenaan dengan Norma pada masing-masing wilayah di dunia
- Perubahan yang berkenaan dengan Globalisasi
Perubahan dunia yang pertama yaitu kaitannya dengan Tata Politik Dunia menjadi salah satu muara atas dicetuskannya Ukhuwah Basyariyah yang membahas dan mengkompromikan dua aspek penting dalam Tata Politik Dunia yaitu Peta Politik dan Identitas Agama dengan tujuan yang tak lain adalah kedamaian dan kesejahteraan. Kemudian yang berkenaan dengan perubahan dunia yang kedua yaitu kaitannya dengan Demografi Dunia.
Dalam suatu wilayah yang awal mula bersifat seragam, Ukhuwah Basyariyah dapat memperbaikinya manjadi beragam sebab toleransi dan saling mengerti antara manusia satu dengan manusia lainnya.
Perihal norma pun juga sangat dijembatani dengan adanya Ukhuwah Basyariyah dengan bukti nyata umat muslim menghargai adanya Hak Asasi Manusia (HAM) karena memang sudah menjadi pendidikan umat muslim dari zaman Rasul hingga sekarang.
Dan yang terakhir adalah perubahan yang berkenaan dengan Globalisasi. Ukhuwah Basyariyah menyelaraskannya dengan bukti timbulnya fatwa-fatwa ulama kontemporer yang bersifat feleksibel bagi umat masa kini.
Dalam berinteraksi, Globalisasi seakan mendorong kepada hal-hal yang telah menerobos batasan-batasan yang telah ditentkan oleh ulama salaf, namun ulama kontemporer memberi dispensasi yang lebih meringankan asalkan tidak menjerumuskan umat muslim terhadap kemaksiatan dan kesesatan.
Ukhuwah Basyariyah adalah persaudaraan sesama umat manusia yang jika diterapkan maka akan timbul sifat pada setiap manusia berupa 'ainu rahmah (pandangan kasih sayang). Nabi Muhammad allallahu 'alaihi wa sallam adalah muara dari Ukhuwah Basyariyah ini, karena kasih sayangnya yang sangat selaras dengan tujuan Allah subhanahu wa ta'ala mengutusnya yaitu sebagai rahmatan lil 'alamin bukan hanya rahmatan lil muslimin.
Disebutkan dalam buku sirah ibnu ishaq sebuah kisah Rasul yang menyikapi kedatangan umat non-muslim saat di Madinah.
Pada suatu saat sekelompok umat kristen dari Bani Najran yang berjumlah 14 orang datang berkunjung ke kota Madinah. Setelah sampai disana, mereka langsung bersinggah di masjid Nabawi pada saat masuknya waktu ashar dan Rasul bersama para sahabatnya baru melaksanakan salat. Kemudian Bani Najran-pun bersiap untuk melaksanakan ibadahnya yang ala kristen dengan menghadap ke timur.
Para sahabat berniat untuk menegur dan melarangnya, namun Rasul justru membiarkannya. Maka jadilah dalam masjid Nabawi mereka melaksanakan ibadahnya.
Usai ibadah, Rasul memperlakukan rombongan kristen dari Bani Najran dengan baik. Dalam sejarahnya, Rasul juga menjalin hubungan diplomasi terhadap mereka dan memberi perlindungan pada mereka. Rasul-pun meminta Ali bin Abi alib untuk membuatkan surat perjanjian damai antara Rasul dan penduduk kristen Najran.
Surat perjanjian damai Rasul kepada penduduk kristen Bani Najran berisi: "Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha penyayang. Isi perjanjian tersebut adalah jaminan perlindungan bagi penduduk Najran dan sekitarnya, yaitu jaminan perlindungan dari Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah atas agama, tanah, harta, dan kafilah mereka, baik yang hadir maupun tidak hadir.
Semisal mereka tidak mengubah apa yang sudah ada dan tidak mengubah hak-hak mereka. Uskup, pendeta, dan penjaga gereja mereka tidak boleh diganggu dan diusik dalam segala hal yang ada di tangan mereka baik sedikit ataupun banyak. Mereka tidak boleh diusir dari tanah mereka, dan tidak boleh diambil 1/10 dari mereka.
Tanah mereka tak boleh diinjak oleh tentara". Dalam kisah lainnya disebutkan suatu hari jenazah seorang Yahudi lewat di depan Rasul. Lalu beliau berdiri.
Kemudian para sahabat berkata, "Itu adalah jenazah Yahudi!" Lantas Rasul berkata,"Bukankah dia juga manusia?" Apa yang dilakukan Nabi Muhammad allallahu 'alaihi wa sallam adalah sikap menghargai semua orang meskipun berbeda suku, ras, dan agama (dilansir dari https://muslimatnu.or.id/bincangtoleransi/kisah-kisah-rasulullah-saw-bergaul-dengan-non-muslim/).
Kitab Ghairu al Muslim fi almujtama' al Islami karya Yusuf Qarawi menyebutkan bahwa Rasul ketika hidup di Makkah dan Madinah tak sungkan-sungkan untuk bergaul dengan non-muslim. Rasul kerap menyempatkan diri untuk bertamu dan bersilaturahmi pada tetangga-tetangga yang non-muslim. Pun ketika ada tetangga yang non-muslim sakit, Nabi tak sungkan untuk mengunjungi dan berbela sungkawa bila ada yang meninggal.
Kisah-kisah demikian menunjukkan bahwasanya esensi dari urgensi Ukhuwah Basyariyah memang harus diterapkan dan dilestarikan agar tidak terjadi tindak kriminalitas antar umat manusia yang dampaknya pasti akan berkelanjutan.
Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa Ukhuwah Basyariyah ini perlu disimak dan diterapkan kembali pada kehidupan manusia sehari-hari dengan tujuan ciptakan kesejahteraan dan kedamaian antar umat manusia di dunia. Jangan mudah menyimpulkan dan budayakan telaan bukti secara objektif agar tidak menimbulkan hal yang bersifat kontradiktif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H