Mohon tunggu...
Roy Pakpahan
Roy Pakpahan Mohon Tunggu... -

observer

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Logika Formal dan Logika Dialektik

3 Oktober 2014   04:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:34 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock


"Pemikiran logis, pemikiran formal secara umum," ujar Trotsky, "disusun di atas basis metode deduktif, maju dari silogisme yang lebih umum melalui sejumlah premis menuju satu kesimpulan yang sewajarnya. Rantai silogisme semacam itu disebut dengan sorites."[v]

Aristoteles adalah orang pertama yang menulis satu sistematika atas logika formal dan logika dialektik, sebagai cara menyusun pikiran. Tujuan dari logika formal adalah untuk menyediakan kerangka kerja untuk membedakan argumen yang sahih dan yang tidak sahih. Hal ini dilakukannya dalam bentuk silogisme. Ada berbagai bentuk silogisme, yang sebenarnya merupakan varian dari tema yang sama.

Artistoteles, dalam bukunya Organon, menyebut sepuluh kategori - substansi, kuantitas, kualitas, hubungan, tempat, waktu, posisi, keadaan, aksi, gairah - yang membentuk basis bagi logika dialektik, yang kemudian disempurnakan dalam tulisan-tulisan Hegel. Sisi lain dari karya Aristoteles tentang logika ini sering diabaikan. Bertrand Russell, contohnya, menganggap bahwa kategori-kategori ini tidak bermakna. Tapi karena para positivis logis seperti Russell telah secara praktis mencoret seluruh sejarah filsafat (kecuali potongan-potongan yang bersesuaian dengan dogma-dogma mereka) sebagai "tidak bermakna", hal ini seharusnya tidak terlalu mengejutkan atau merepotkan kita.

Silogisme adalah cara berpikir logis, yang dapat digambarkan dengan berbagai cara. Definisi yang diberikan Aristoteles sendiri adalah sebagai berikut: "Satu diskursus di mana berbagai hal dinyatakan, hal-hal lain yang tidak dinyatakan harus mengikuti apa yang dinyatakan karena hal-hal itu dinyatakan demikan." Definisi yang paling sederhana diberikan oleh A. A. Luce: "Sebuah silogisme adalah satu triad [pasangan ganda tiga] dari proposisi yang yang saling berhubungan, terhubung sedemikian rupa sehingga salah satu dari ketiganya, yang disebut Kesimpulan, harus mengikuti kedua pernyataan yang lain, yang disebut Premis."[vi]

Orang-orang Terpelajar dari abad pertengahan memusatkan perhatian mereka pada jenis logika formal yang dikembangkan Aristoteles dalam The Prior and Posterior Analytics. Dalam bentuk inilah logika Aristoteles diwariskan sampai Abad Pertengahan. Dalam prakteknya, silogisme ini mengandung dua premis dan satu kesimpulan. Subjek maupun predikat dari kesimpulan masing-masing muncul dalam salah satu dari kedua premis, bersama dengan bagian ketiga (termin tengah) yang ditemukan dalam kedua premis, tapi tidak di dalam kesimpulan. Predikat dari kesimpulan adalah termin mayor; premis di mana ia terkandung disebut premis mayor; subjek dari kesimpulan adalah termin minor; dan premis di mana ia terkandung disebut premis minor. Contohnya,

a) Semua manusia adalah fana. (Premis mayor)

b) Caesar adalah seorang manusia. (Premis minor)

c) Dengan demikian, Caesar adalah fana. (Kesimpulan)

Ini disebut satu pernyataan kategorikal afirmatif. Pernyataan ini memberi kesan sebagai sebuah rantai logis dari sebuah argumen, di mana tiap tahap niscaya diturunkan sebagai hasil dari tahap sebelumnya. Tapi, sebenarnya, bukan itu yang terjadi, karena "Caesar" sebenarnya telah termasuk dalam himpunan "semua manusia". Kant, seperti Hegel, menganggap rendah silogisme ("doktrin yang bertele-tele," ujar Kant). Baginya, silogisme "tidaklah lebih dari sekedar satu tipuan" di mana kesimpulan sebenarnya telah disisipkan tersembunyi dalam premis sehingga kesan berpikir yang ditimbulkannya adalah palsu.[vii]

Jenis lain silogisme berbentuk kondisional (jika ... maka ...), contohnya: "Jika seekor hewan adalah seekor harimau, maka ia adalah pemakan daging." Ini adalah cara lain untuk menyatakan hal yang sama dengan pernyataan kategorikal afirmatif, yaitu, semua harimau adalah pemakan daging. Hubungan yang sama terjadi pada bentuk negatifnya - "Jika ia adalah seekor ikan, maka ia bukanlah hewan menyusui" adalah cara lain untuk menyatakan "Tidak ada ikan yang menyusui". Perbedaan formal ini menyembunyikan fakta bahwa kita belum maju selangkahpun dalam pemikiran kita.

Apa yang sebenarnya baru saja ditunjukkan adalah hubungan internal antara berbagai hal, bukan hanya dalam pikiran tapi juga dalam dunia nyata. "A" dan "B" terhubung dengan satu cara tertentu terhadap "C" (bagian tengah) dan premis-premis, dengan demikian, mereka terhubung satu sama lain di dalam kesimpulan. Dengan pemahaman dan kedalaman yang dahsyat, Hegel menunjukkan bahwa apa yang ditunjukkan oleh silogisme adalah hubungan dari yang khusus ke yang umum. Dengan kata lain, silogisme itu sendiri adalah satu contoh dari kesatuan hal-hal yang bertentangan, kontradiksi dalam tingkatan paling sempurna, dan bahwa, dalam kenyataannya, segala hal adalah "silogisme".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun