Mohon tunggu...
Ahmad RoykhanAsy
Ahmad RoykhanAsy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 21107030122

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 21107030122

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Candi Cetho yang Kembali Ramai

8 Juni 2022   10:33 Diperbarui: 8 Juni 2022   10:39 1210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di masa pandemi Covid-19, pariwisata di Indonesia mengalami penurunan. Hal itu disebabkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang salah satu aturannya ialah menutup wisata-wisata di daerah, tak terkecuali wisata Candi Cetho .

Pada awal munculnya Covid-19, Candi Cetho ditutup selama bulan Maret 2020 hingga sekitar bulan Juni 2020. Kemudian dibuka untuk kunjungan dengan menerapkan sarana dan prasarana yang sesuai protokol kesehatan. Namun setelah dibuka beberapa bulan, Candi Cetho kemudian ditutup kembali saat PPKM dimulai pada 11 Januari 2021.

Perlahan dengan perlahan kondisi pandemi di Indonesia membaik. Begitupun dengan pariwisatanya yang kembali pulih normal. Candi Cetho diizinkan dan dapat dikunjungi untuk umum. Yang terpenting pengunjung  tetap harus menaati protokol kesehatan dengan memakai masker dan mencuci tangan.

Candi Cetho itu sendiri terletak di lereng Gunung Lawu tepatnya di Desa Gumeng Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah. Selama perjalanan kesana, pengunjung akan disuguhkan pemandangan pegunungan yang sejuk dan asri.

Untuk masuk ke Candi Cetho, pengunjung hanya perlu mengeluarkan biaya sebesar 7 ribu rupiah saja.  Biaya parkir akan dikenakan tarif 5 ribu rupiah untuk mobil dan 2 ribu rupiah untuk sepeda motor. Nanti sebelum masuk, pengunjung akan diwajibkan dan dibantu memakai kain poleng yang dipakai di pinggang. Setelah memakai kain tersebut pengunjung diperbolehkan masuk kawasan Candi Cetho.

Jam buka kawasan Candi Cetho mulai pukul 08.00 sampai 17.00. Disarankan para wisatawan datang saat sore hari menjelang tutup. Wisatawan akan disuguhi keindahan Candi Cetho senja hari yang menakjubkan. Dan pengunjung bisa berfoto di tengah gapura saat matahari sedikit berada di bawah. Momen tersebut adalah momen yang tidak boleh untuk dilewatkan sedikit pun

sumber: instagram/roykhanasyafiq
sumber: instagram/roykhanasyafiq

Candi Cetho merupakan reruntuhan batu pada 14 dataran bertingkat. Memanjang dari barat ke timur, strukturnya berkonsep punden berundak. Saat ini tinggal 13 aras (teras) candi dan pemugaran dilakukan pada sembilan teras saja. Candi utama terletak pada tingkatan paling atas.

Teras-teras tersebut melambangkan kehidupan manusia. Tingkatan tersebut meliputi Bhurloka, Bhuvarloka, Svarloka, Caturloka serta Janaloka, Tapaloka dan Saptaloka. Teras terendah melambangkan derajat manusia yang masih rendah karena dikuasai hawa nafsu sedangkan teras tertinggi dianggap paling suci karena melambangkan manusia yang sudah terbebas dari hawa nafsu sehingga terlepas dari hukum karma. Antara teras yang satu dengan yang lain dihubungkan oleh dua jalan dan satu pintu masuk.

Di teras Candi Cetho ini, pengunjung akan banyak menemui pondok-pondok yang bisa untuk istirahat dan juga terdapat situs lingga yoni yang melambangkan kesuburan. Karena Candi Cetho selain untuk wisata juga untuk tempat peribadatan agama Hindu, maka tak perlu kaget bila ditenpat ini pengunjung akan mencium bau dupa.Di saat-saat tertentu masyarakat sekitar yang merupakan penganut agama Hindu melakukan ritual di tempat ini. Wisatawan juga bisa menyaksikan ritual keagamaan asal tidak menggangu aktivitas ibadah.

Candi Cetho juga merupakan gerbang jalur pendakian Gunung Lawu yang banyak diminati para pendaki. Jalur ini menjadi alternatif selain Cemoro Kandang dan Cemoro Sewu yang dikenal terlebih dulu.

Jarak tempuh pendakian melalui Candi Cetho memang lebih panjang dibanding dua jalur lainnya. Namun suasananya terbilang masih sangat asri, bersih, dan alami. Kondisi jalurnya adalah trek tanah dengan vegetasi cukup rapat sehingga sangat terasa nuansa pegunungan

Selain kawasan Candi Cetho, tempat ini pun juga tersedia Candi Kethek. Candi ini berada di jalur pendakian sehingga bagi yang bukan pendaki pasti tidak banyak yang tahu tentang Candi Kethek ini. Selain Candi Kethek, daerah ini juga mempunyai Pelataran Dewi Sarasvati. Dimana patung sarasvati ini merupakan pemberian dari Pemerintah Gianyar. Tetapi, pada saat Karanganyar dipimpin oleh Bupati Iriana. Patung ini di taruh di kawasan Candi Cetho sebagai salah satu daya tarik wisata.

Fasilitas penunjang wisata yang berada di area Candi Cetho terbilang sudah cukup lengkap. Area parkir bagi kendaraan bermotor milik wisatawan telah tersedia. Penjual makanan dan penginapan pun mudah ditemukan di area pintu masuk dan keluar candi. Dan harga yang tersedia cukup tidak terlalu mahal.

Bagi pecinta sejarah, Candi Cetho memiliki sejarah dari pembangunan hingga ditemukannya oleh Van De Vlis pada 1842.  Berdasarkan penelitian, candi ini dibangun pada tahun 1451 -1470. Oleh Raja Brawijaya V. pembangunan candi ini berfungsi sebagai tolak bala atau ruwatan dan candi tersebut bercorak Hindu Syiwa. Karena pada masa itu Kerajaan Majapahit sedang mengalami proses keruntuhan dengan memuncaknya kekacauan sosial, politik, budaya dan bahkan tata keagamaan sebelum akhirnya mengalami keruntuhan total pada tahun 1519 M. Situs Candi Cetho mempunyai kaitan erat dengan Situs Candi Sukuh yang letaknya di dataran yang lebih rendah dan dengan jarak yang relatif berdekatan. Sama halnya dengan Situs Candi Sukuh yang dibangun pada abad 1439 Masehi yang mempunyai hubungan dengan ritual upacara ruwatan.

Setelah ditemukan oleh Van De Vlis, pada tahun 1928 Dinas Purbakala mengadakan penelitian dalam rangka pemugaran, dari penelitian ini tidak diperoleh cukup bukti untuk merekonstruksi bangunan batu yang berada di puncak bukit. Lalu pada tahun 1975-1976, Inspektur Jenderal Pembangunan (Irjenbang), Sudjono Hoemardhani melakukan pemugaran situs menjadi seperti yang terlihat sekarang ini. Namun sangat disayangkan bahwa pemugaran tersebut dilakukan tanpa memperhatikan aspek arkeologis, sehingga keaslian bentuknya tidak dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah, seperti penambahan pondasi dan bangunan kayu.

Terlepas dari itu semua, kawasan Candi Cetho masih menunjukkan daya tarik tersendiri bagi masyarakat luas terutama yang beragama hindu untuk menyempatkan berkunjung baik untuk beribadah ataupun berwisata. Hingga saat tulisan ini ditulis, Candi Cetho kembali ramai setelah berkali-kali dibuka tutup untuk pencegahan penyebaran Covid-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun