Bagaimana bila penggunaan terapi hormon pada pria? Ternyata efek sampingnya juga mirip pada wanita. Masih dikutip dari Mayo Clinic, efek samping bisa bervariasi dari ringan sampai berat berupa stimulasi produksi sel darah merah hingga meningkatkan risiko pembekuan darah yang ujung-ujungnya meningkatkan risiko emboli paru, stroke dan jantung koroner. Jangka panjang, eritrosit yang berlimpah akan juga banyak pecah dan meningkatkan kadar asam urat.Â
Efek samping lainnya berupa pembesaran prostat (benign prostatic hyperplasia) hingga kanker prostat, produksi sperma menurun hingga menyebabkan testis mengecil. Penggunanya juga berisiko mengalami perburukan sleep apnea, sebuah kelainan serius dimana terjadi fase henti nafas saat tidur.
Nah, bila berkaitan dengan aging process dan anda tak terdiagnosa memiliki kondisi medis yang dapat menurunkan libido maka patut diduga kuat bahwa level hormon yang makin menurunlah sebagai biang keladinya meskipun tak selamanya hal tersebut benar. Pada pria, beberapa kondisi sebetulnya turut menyertai aging process tersebut seperti penurunan kwalitas pembuluh darah terutama yang menyuplai arteri dorsalis penis (Lihat gambar seperti dikutip dari Wikipedia).
Seperti diketahui, aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah) umumnya terjadi dalam berbagai gradasi. Di jantung, sebagaimana yang biasanya diperiksa, dikenal istilah 30%, 65% atau bahkan 90% untuk menggambarkan berat ringannya penyempitan yang telah terjadi, namun sangat jarang orang memeriksakan diri untuk arteri yang ada di penis, kecuali atas indikasi.
Arteri dorsalis penislah yang menyuplai banyak volume darah untuk mengisi corpus cavernosum (lihat gambar). Apa pentingnya darah mengisi corpus cavernosum? Karena proses itulah yang menjamin penis bisa ereksi maksimal. Penis akan membesar dan keras selama darah mengisi corpus cavernosum. Artinya, pada aging process, lebih sering gangguan seksual merupakan kombinasi dari minimal 2 hal yaitu penurunan libido dan ereksi tak maksimal.
Untuk mengatasi aterosklerosis dengan nutrisi bisa anda baca pada tulisan saya lainnya bertajuk Suplementasi Untuk Penyakit Jantung Koroner juga di kompasiana. Pada kesempatan ini saya ingin memberi sedikit informasi tambahan soal penggunaan suplementasi untuk mengatasi masalah hormonal yang memang menurun sesuai bertambahnya usia.
Sebuah review menarik berjudul Cordyceps spp.: A Review on Its Immune-Stimulatory and Other Biological Potentials yang dipublikasi di Frontiers in Pharmacology tahun 2020 patut dibicarakan di urutan pertama bila kita membahas nutrisi yang bermanfaat untuk penurunan libido. Mengapa? Karena salah satu peran cordyceps yang diunggulkan yaitu sebagai aphrodisiac yang poten.Â
Cordyceps, adalah sejenis jamur yang tumbuh di dataran tinggi Himalaya dan Tibet pada mulanya sangat dikenal karena efeknya yang luar biasa dalam menambah stamina. Namun, Zhu dkk (1998), Tuli dkk (2013) dan Chen dkk (2017) membahas penggunaannya sebagai stimulan sex dan bagi penderita disfungsi seksual yang kemudian menjadi populer sebagai Himalayan Viagra seperti ditulis oleh Kashyap dkk (2016).Â
Oleh para peneliti tersebut dibuktikan bahwa Cordyceps mengatur pelepasan hormon sex seperti testosteron, estrogen, dan progesteron, mengendalikan aktivitas reproduksi dan memperbaiki bila telah terjadi penurunan fungsi (Sohn dkk, 2012). Dari perannya tersebut maka wajar bila cordyceps kemudian dimanfaatkan sebagai nutrisi yang dapat meningkatkan libido akibat penurunan kadar hormon sex.Â
Sejatinya, selain fungsi yang sudah dijelaskan diatas, sebagai tambahan informasi, anda dapat membaca berbagai fungsi lain dari jamur ini di https://www.healthline.com/nutrition/cordyceps-benefits