Mohon tunggu...
Royhanah Nuqoyyah Thoyyibah
Royhanah Nuqoyyah Thoyyibah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Saya menyukai hal-hal baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlukah Seseorang Melakukan Tes DNA? Bagaimana Menurut Sudut Pandang Bioetika dan Islam?

11 Juni 2023   09:43 Diperbarui: 11 Juni 2023   09:54 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tes DNA seringkali ditemukan di Indonesia, terutama dalam penentuan keturunan keluarga. DNA merupakan suatu polimer nukleotida berupa rantai ganda, yang berfungsi sebagai unit penurunan sifat (hereditas) kepada keturunannya. Kebanyakan tes DNA digunakan dalam memecah suatu permasalahan, contohnya pembuktian terhadap kejahatan pembunuhan ataupun menetapkan hubungan nasab. 

Dalam permasalahan tersebut, tes DNA sangat perlu digunakan. Contoh dalam kasus kejahatan, tes DNA penting agar menemukan kecurigaan yang diduga menjadi alat kejahatan. Contoh dalam penetapan hubungan nasab, agar terhindar dari pernikahan sedarah yang dilarang dalam agama Islam. 

Artinya tes DNA diperlukan bagi setiap kalangan manusia apabila adanya permasalahan-permasalahan tersebut, terutama orang Indonesia. Bagi orang Indonesia, tes DNA masih sangatlah asing karena harga nya yang lumayan tinggi. Banyaknya permasalahan di Indonesia, diharuskannya menggunakan tes DNA, jadi belum umum sekali bagi orang Indonesia lainnya. Menurut orang Indonesia, melihat keturunan bisa dilihat dari jenis rambut, warna kulit, serta sifat karakteristik manusia itu sendiri, namunagam kurang nya akurat dan fakta dalam medis bahwa penetapan keturunan tersebut, harusnya dilakukan tes DNA, walaupun tes DNA tidak sepenuhnya atau hanya 98% valid. Namun sudah banyak digunakan manusia, dan menghasilkan ketentuan yang konkrit.

Sementara test DNA tidak disebutkan secara pasti dalam Al-Qur’an dan Hadits, namun sudah banyak dikemukakan oleh beberapa ulama besar dunia.

  • Sheikh Muhammad Iqbal Nadvi

Beliau merupakan Imam Masjid Calgary di Kanada, serta menjadi Profesor dalam Universitas King Saud di Arab Saudi. Menurut pendapat Sheikh Muhammad Iqbal, tes DNA digunakan dalam pengadilan agama sebagai alat bukti pendukung, namun tidak bisa menjadi satu-satu nya bukti dalam kejahatan besar seperti zina, karena zina merupakan dosa terbesar dalam agama Islam, diperlukannya hukuman yang berat bagi pelakunya.

  • Sheikh ‘Abdul-Khaleq Hasan Ash-Shareef

Beliau merupakan Da’iyah Muslim terkemuka dan juga ulama besar. Menurut pendapat Sheikh ‘Abdul-Khaleq Hasan Ash-Shareef, apabila tes DNA dapat dibuktikan oleh dokter dan ahli-ahli terpercaya dengan kepastiannya menjadi bukti hukum yang sah, maka dibolehkan dan peran ulama memutuskan bagaimana keputusan yang tepat dalam menghadapinya.

  • Sheikh Abdul-Majeed Subh

Beliau merupakan ulama Azharite terkemuka. Menurut pendapat Sheikh Abdul-Majeed Subh, tes DNA tidak lebih dari bukti pendukung atau dengan kata lain, tidak dianggap sebagai alat bukti yang sah. Dalam membuktikan apapun, diwajibkannya ada saksi beserta pengakuan.

Karena tes DNA marak digunakan dalam pembuktian anak kandung, dikutip dari Dar Al-Ifta Al-Misriyyah, hukum islam sangatlah memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan nasab. Akibatnya, pengujian nasab memakai tes DNA dapat diterima apabila informasi sangat konkrit dan sah untuk mencegah kesalahan sekaligus melindungi kehormatan bagi keturunan nasab dan seterusnya. Menurut Majelis Fiqh Islam Liga Muslim Dunia, “Tes DNA untuk melacak garis keturunan, harus digunakan dengan hati-hati dan rahasia, tidak halal jika tidak menggunakan syariat islam”.

Sedangkan dalam pembuktian permasalahan kejahatan, walaupun tes DNA sudah sering digunakan dalam pembuktian tersebut, belum tentu tes DNA merupakan alat bukti yang konkrit karena tidak adanya dalam pasal. Jika dilihat dari KUHAP, macam-macam alat bukti diatur dalam pasal 184 KUHAP, yaitu diantaranya keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Prinsip-prinsip bioetika:

  • Otonomi dan Tanggung Jawab Individu

Otonomi orang untuk membuat keputusan, sambil mengambil tanggung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun