Mungkin karena tak dapat melihat kami dengan pasti, ia berjalan dan mendekat ke pagar. Saya amat gemetar dan gugup. Kondisi Agus tak dapat saya pastikan.
"Dari mana?" tanya lelaki tua itu yang sudah dapat saya pastikan ialah Pak Soes.
"Dari Jogja, Pak," jawabku pelan.
"Oohhh mari mari masuk," jawabnya sembari membuka pagar.
Saya dan Agus tiba-tiba saja telah berada di ruang tamu. Proses berjalan dari pagar, menuju halaman hingga masuk ke dalam rumah tak dapat saya ingat. Awalnya saya tak tahu ingin mengawali percakapan dari mana. Saya memandang ke Agus, ia pun seperti menanyakan hal yang sama.
Kami lupa menyiapkan term of reference sebelum berangkat ke Blora. Karena memang awalnya kami kesini hanya bermodalkan nekat dan kegilaan saja.Â
Apa yang akan kami lakukan setelah bertemu sama sekali tak terpikirkan. Kami tidak hendak membuat sebuah liputan khusus apalagi menulis cerpen. Tetapi Pak Soes sepertinya tahu akan hal itu.
"Ini pisang dari mana?" tanya Pak Soes sembari menunjuk ke arah pisang susu yang baru saja diletakkan Agus di atas meja.
 "Oh itu pisang dari kebunnya Agus pak," jawabku. Saya tak ingin mengatakan kalau pisang susu itu kami beli di jalanan. Khawatir membuat beliau sungkan.
"Kalian suka makan pisang susu juga? Saya suka pisang susu dari dulu," jawabnya sambil tertawa. Alhamdulillah puji Tuhan ucapku dalam hati.
Pak Soes bercerita kalau pisang susu selalu bisa membuatnya teringat akan suasana ketika menjadi mahasiswa di Uni Soviet puluhan tahun yang lalu.Â