Mohon tunggu...
Royan Juliazka Chandrajaya
Royan Juliazka Chandrajaya Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pekerja lepas yang sedang berusaha memahami makna hidup.

Saya suka hal-hal yang berbau fiksi. Jika diberi kesempatan, saya akan terus menulisnya. Instagram : @royanjuliazkach Twitter : @royanazka

Selanjutnya

Tutup

Money

Persaingan Pasar yang Berujung Pada Penurunan Kualitas: Belajar dari Kasus Boeing 737 MAX

9 Juni 2022   12:37 Diperbarui: 9 Juni 2022   12:39 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Dalam dunia penerbangan dikenal sebuah ungkapan klasik "If it ain't Boeing, I ain't going". Ungkapan tersebut dialamatkan kepada Boeing untuk menggambarkan kesuksesan dan rekam jejaknya yang baik dalam dunia penerbangan selama puluhan tahun. Bicara soal keamanan dan kualitas Boeing adalah juaranya. Sejak awal berdirinya perusahaan asal Amerika Serikat tersebut, mereka tak pernah mengalami kecelakaan pesawat yang begitu besar. Namun kejayaan itu seketika runtuh.

Pada 29 Oktober 2018 sekitar pukul 9 pagi, perairan Tanjung Karawang tiba-tiba dikejutkan oleh hempasan sebuah pesawat yang terjun dengan bebas dari udara. Pesawat tersebut adalah jenis Boeing 737 Max milik maskapai penerbangan Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610. Sebanyak 189 manusia yang ada di dalamnya dinyatakan meninggal seketika. Kecelakaan tersebut menjadi preseden buruk pertama bagi Boeing yang telah mempertahankan reputasinya selama puluhan tahun di dunia penerbangan.

19 minggu setelah jatuhnya Lion Air JT 610, tepatnya pada 10 Maret 2019, di sebelah tenggara Addis Ababa, ibukota Ethiopia, sebuah burung besi kembali terjun bebas dari udara. Pesawat Ethiopian Airliness berjenis Boeing 737 Max dengan nomor penerbangan ET 302 seketika hancur berkeping-keping. Seluruh penumpang yang berjumlah 157 orang dinyatakan tewas. Dua kecelakaan di atas membuat dunia penerbangan segera disoroti. Terkhusus kepada Boeing yang selama ini memiliki reputasi yang baik mulai dipertanyakan, ada apa dengan Boeing 737 Max?

Awal Mula Degradasi

Semua bermula pada pertengahan tahun 1996. Di masa kompetisi bisnis penerbangan semakin ketat, Saat itu Boeing memiliki pesaing baru dari Uni Eropa, yakni Airbus. Untuk memperkecil persaingan, Boeingpun memutuskan untuk mengakuisisi perusahaan aeroangkasa McDonnell Douglas.

Setelah terjadinya merger, muncul pimpinan-pimpinan baru dalam perusahaan tersebut dengan gaya kepemimpinan yang sangat berbeda dari sebelumnya. Michael Godfarb seorang analis penerbangan mengatakan bahwa sejak terjadinya merger, maka kualitas Boeing mulai menurun. Orientasi perusahaan tidak lagi berfokus pada kualitas tetapi hanya semata-mata profit.

Segera Boeing melakukan PHK besar-besaran terhadap karyawannya. Arizona Daily Sun memberitakan 12.000 karyawan Boeing dipecat begitu saja. Alasannya demi efisiensi ongkos produksi perusahaan. Situasi yang dihadapi oleh para karyawan Boeing saat itu berubah drastis.

Dalam sebuah investigasi yang dilakukan The Wall Street Journal ditemukan beberapa foto yang memperlihatkan tertinggalnya kawat-kawat besi di jalur kabel pesawat yang merupakan residu saat proses produksi pesawat. Cynthia Kitchens mantan manajer produksi Boeing mengatakan bahwa hal itu dapat menyebabkan arus pendek listrik dan semua sistem di dalam pesawat akan terganggu karena hampir semuanya menggunakan arus listrik. Sebelum Boeing melakukan merger, karyawan Boeing bebas untuk menyampaikan kritik jika terdapat kesalahan dalam rancangan pesawat. Tetapi kondisi itu tidak lagi ditemukan pasca merger.

Karyawan yang menyampaikan kritik bisa berada dalam bahaya. Mereka dipaksa membuat pesawat dengan produktifitas dan efisiensi yang tinggi yang dalam bahasa Rick Ludtke, mantan karyawan Boeing, seolah mereka disuruh untuk membuat mesin cuci.

Pada tahun 2003 untuk pertama kalinya penjualan Airbus mampu melampaui Boeing. Sampai suatu ketika Airbus merilis model pesawat terbaru mereka Airbus A320neo pada tahun 2010. Pesawat ini diklaim sangat efisien dan hemat bahan bakar. Sebagian besar biaya operasional maskapai digunakan untuk membeli bahan bakar di mana harga minyak waktu itu juga terus memecahkan rekor. Tentu maskapai-maskapai akan mencari pesawat yang hemat bahan bakar.

Mendengar pesaingnya satu langkah lebih maju, membuat Boeing kepanikan karena saat itu mereka tak punya pesawat yang siap untuk bersaing. Di tengah kuatnya persaingan pasar tersebut, serta model manajerial yang berubah drastis pasca terjadinya merger, ditambah tuntutan kecepatan dan pemuasan pasar, lahirlah 737 Max. Bisa dibayangkan bagaimana kualitas sebuah produk yang dibuat dengan terburu-buru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun