Mohon tunggu...
Roy Noah Archer
Roy Noah Archer Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

nothing

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Media Sosial di Tengah Keagamaan

10 Januari 2024   12:39 Diperbarui: 10 Januari 2024   12:46 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan semakin berkembangnya digitalisasi, dampak digitalisasi terhadap agama mulai terlihat manfaatnya. Dari katedral yang menjulang tinggi hingga sajadah sederhana, agama yang dulunya berakar pada ruang fisik sekarang berubah di era digitalisasi ini, mulai terjadi fenomena dimana keyakinan berjalan melalui dunia digital, menghubungkan umat beriman di seluruh benua dan memicu revolusi dalam ekspresi keagamaan dengan mengakses kitab suci hanya dengan satu ketukan, mendengarkan khotbah yang dibisikkan oleh para imam terkenal di seluruh dunia, atau mengikuti dialog antaragama yang diselenggarakan di katedral virtual. Adanya berbagai realitas yang dijalin oleh digitalisasi, yang menawarkan banyak manfaat bagi semua orang dari semua agama.

Bagi umat beragama, batas baru ini menawarkan segudang peluang. Saat ini, internet telah menjadi perpustakaan yang luas dan mudah diakses, di mana teks-teks keagamaan dari seluruh penjuru dunia hanya berjarak satu kata pencarian. Baik Anda mempelajari seluk-beluk sutra Budha kuno atau mencari penafsiran kontemporer terhadap Al-Quran, digitalisasi menempatkan kearifan keagamaan dunia di ujung jari Anda.

Namun keuntungannya tidak berhenti pada akses informasi, kita bisa berhubungan dengan rekan-rekan seiman dan pemimpin spiritual, tidak hanya dalam komunitas lokal anda, namun juga lintas benua dan budaya. Platform digital menumbuhkan permadani wacana keagamaan yang dinamis, tempat percakapan menjembatani lautan dan zona waktu. Dialog global ini tidak hanya meruntuhkan hambatan geografis namun juga memupuk toleransi dan pemahaman. Saat kita menghadapi berbagai perspektif dan tradisi, keyakinan kita semakin dalam, diperkaya oleh pengalaman manusia (Mahan, 2017).

Digitalisasi bukan hanya tentang pengetahuan dan koneksi, ini juga merupakan kanvas untuk kreativitas dan ekspresi. Para ulama dan seniman menemukan cara inovatif untuk menyebarkan keyakinan mereka melalui media digital. Musik yang membangkitkan semangat, seni yang menggugah pikiran, dan bahkan permainan religi yang menarik kini bermunculan, menawarkan interpretasi segar atas kebenaran kuno bagi khalayak modern. Ekspresi digital ini tidak hanya memikat hati dan pikiran generasi muda namun juga memberikan kehidupan baru ke dalam tradisi lama (Communications, 2018).

Berkat terjadinya digitalisasi, para pemimpin agama tidak lagi sekadar gembala yang menggembalakan umatnya di dalam tembok yang kokoh. Sebagai contoh seorang imam, yang dulu suaranya terbatas pada keheningan masjid, kini diperkuat ribuan kali lipat melalui khotbah-khotbah yang viral di YouTube. Ia tidak hanya menjangkau jemaat setempat, namun juga menjangkau hati seluruh benua, mengobarkan iman dengan kebijaksanaannya dan menjembatani kesenjangan budaya hanya dengan satu tombol. Dia melibatkan kaum millennial, merangkai kebenaran kuno ke dalam kehidupan digital mereka, membangun jembatan pemahaman di setiap langkahnya. (Giulia Isetti, Elisa Innerhofer, Harald Pechlaner, Michael de Rachewiltz, 2020)

Di dunia digital, agama dapat mempererat hati antara sesame berkebudayaan agama. Sebagai contoh jutaan orang di seluruh dunia saling merayakan pesta dan acara melalui internet dimana mereka dapat disatukan oleh #MerryChristmas yang sederhana. Ini adalah paduan suara lagu-lagu Natal secara virtual, sebuah adegan kelahiran Yesus digital di mana jarak semakin menjauh dan iman yang sama menjadi mercusuar yang bersinar di malam baik secara during maupun luring. Ada juga aplikasi seperti Muslim Pro, sebuah aplikasi yang bukan sekadar kalender, melainkan bisikan doa di saku Anda. Ke mana pun Anda menjelajah, ia memandu Anda arah kiblat untuk beribadah, memandikan telinga Anda dengan ayat-ayat Al-Quran, dan bahkan membantu Anda menemukan restoran halal yang sulit ditemukan. Ini adalah alat bantu bagi yang beragama Islam yang dimasukkan ke dalam ponsel cerdas Anda.

Situs web pun dapat digunakan sebagai contoh. Situs YouTube telah menjadi katedral dengan satu miliar bangku, yang menjadi tempat khotbah dari seluruh penjuru dunia. Bayangkan mendengarkan seorang biksu Buddha yang mengajarkan kewaspadaan dari biara di Himalaya, lalu beralih ke penginjil berapi-api yang berkhotbah dari atap gedung di Brooklyn. Ini adalah hamparan spiritualitas, toko serba ada untuk memperdalam iman Anda atau menemukan sesuatu yang baru.

Namun agama di era digital bukan hanya soal konsumsi pasif. Ini tentang komunitas, tentang berkumpul di sekitar api unggun virtual dan berbagi kehangatan keyakinan bersama. Skype menjadi ruang sakral untuk pembelajaran Alkitab antaragama, sementara Zoom berubah menjadi lingkaran doa digital, tempat suara-suara muncul secara serempak di seluruh benua. Dinding pemisahan fisik runtuh, digantikan oleh kuil digital tanpa batas tempat hati terhubung melalui layar dan doa.

C. Dampak Buruk Media Sosial terhadap Keagamaan 

            Meskipun media sosial dapat menawarkan keunggulan-keunggulan dalam penggunaannya, akan tetapi tidak selalu nyatanya bahwa media sosial merupakan hal yang positif bagi masyarakat. Salah satu dampak negatif dalam penggunaan media sosial oleh masyarakat dalam ranah keagamaan adalah bahwa media sosial berpotensi melanggar keyakinan agama seseorang. (BAAZEEM, 2020)[1] Hal ini tidak heran terjadi karena sesungguhnya, media sosial dapat mengubah cara pandang seseorang terhadap kehidupannya dengan informasi maupun berita yang diperolehnya melalui media sosial. (Nanda, 2021)

            Contoh kasus dari dampak negatif media sosial terhadap keagamaan adalah ketika seorang pengguna media sosial TikTok asal Medan ditangkap Polisi karena telah diduga menghina agama Kristen. Tindakan terdakwa tersebut dilakukan melalui siaran langsung di aplikasi TikTok. Polrestabes Medan menjelaskan bahwa video siaran langsung tersebut telah viral diantara masyarakat. Terdakwa diduga telah menghina agama Kristen dalam video yang berdurasi 3 menit 34 detik itu. Selain itu, terdakwa juga menghina hewan domba yang merupakan simbol dalam keagamaan Kristen karena telah menyinggung kemiripannya dengan ikon dari film kartun Shaun The Sheep (POLRESTABES MEDAN, 2023).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun