Mohon tunggu...
Roy Soselisa
Roy Soselisa Mohon Tunggu... Guru - Sinau inggih punika Ndedonga

Sinau inggih punika Ndedonga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyelamatkan Pergaulan Buah Hati dengan Olahraga

26 Januari 2020   22:21 Diperbarui: 26 Januari 2020   22:22 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lapangan Kodam V/Brawijaya (Minggu, 21 Januari 2020)

Pagi ini (26/1/2020), tepat pukul 06.00 WIB, Khofifah Indar Parawansa selaku Gubernur Jawa Timur, dengan didampingi oleh Forpimda Provinsi Jawa Timur melepas start Lomba Lari 10 Km yang diselenggarakan oleh Kodam V/Brawijaya dalam rangka memperingati HUT Ke-71 Kodam V/Brawijaya di Lapangan Kodam V/Brawijaya.

Saya pribadi bersama dengan tim mengambil bagian dalam lomba tersebut pada posisi penjurian. Setidaknya dalam kurun waktu enam belas tahun terlibat penjurian pada Lomba Lari 10 Km di jalan raya, baru kali ini saya mendapatkan pengalaman perdana melakukan pengawalan pelari dengan menggunakan sepeda kayuh---biasanya menggunakan sepeda motor.

Mengawal pelari yang terdepan pada kategori Kelompok Umum Putri yang menjadi bagian saya dalam tugas penjurian kali ini. Setelah berlari sejauh 10 Km dengan mencatatkan waktu 41 menit 19.47 detik, keluar sebagai juara pertama pada kelompok tersebut atas nama Siti Frida Nuryanti, gadis belia kelahiran Bojonegoro, 18 Desember 2005 yang masih duduk pada bangku Kelas VIII di MTS Miftahul Huda, Kabupaten Bojonegoro.

Sepanjang perjalanan melakukan pengawalan untuk gadis belia yang keluar sebagai juara pertama tersebut, benak saya melambung jauh pada dua puluh tahun yang lalu. Kala itu dalam sebuah lomba lari dengan jarak tempuh yang sama, Mendiang Papa pun melakukan pengawalan bagi saya dengan menggunakan sepeda kayuh.

Ada persamaan antara gadis belia yang saya kawal pada pagi ini dengan saya kala itu, kami masih sama-sama duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sedangkan letak perbedaannya, gadis belia yang saya kawal pada pagi ini berlari untuk meraih juara pertama, tetapi kala itu saya berlari hanya untuk mencapai garis finis dengan selamat.

Target saya kala itu---yang sama sekali tidak terlatih, hanya bermodalkan nekat---berusaha mencapai garis finis, tanpa terjatuh karena kelelahan ataupun terhenti karena menyerah di tengah perjuangan. Mungkin itu pula yang menjadi alasan bagi Papa saya hingga harus melakukan pengawalan untuk anak bungsunya, dan pada akhirnya target untuk mencapai garis finis terpenuhi.

Setelah Papa memastikan saya dalam keadaan selamat dari start hingga finis, Papa pun meninggalkan saya di lokasi perlombaan---sebelumnya saya memang telah berpesan supaya meninggalkan saya seusai menyentuh garis finis, karena setelahnya saya akan pulang sendiri, dan sebelum saya pulang akan menghampiri penjaga kantin di sekolah yang kala itu kami memang sengaja mendaftar bersama untuk mengikuti lomba tersebut.

Tindakan yang Papa lakukan ini tentu sangat beralasan, karena sebelumnya saat saya mengikuti Sekolah Sepak Bola (SSB) selama lebih dari setahun, Papa tak pernah sekalipun mendampingi saya, baik saat berlatih maupun berlomba---karena saya tidak pernah mau didampingi (antar jemput), saya lebih memilih untuk pergi dan pulang sendiri ataupun bersama dengan teman. Meski demikian, Papa sejak semula telah menunjukan bentuk dukungannya bagi saya dalam menggeluti dunia olahraga.

Bentuk dukungan Papa terbukti pada saat saya duduk di bangku SMP, saya pernah meminta izin untuk mengisi waktu liburan dengan menjadi pekerja upah harian (kuli bangunan) bersama teman-teman sepermainan, Papa dengan keras menentang niat saya tersebut dengan mengungkapkan alasan yang logis, tetapi dukungan penuh akan Papa berikan bagi saya saat menghabiskan banyak waktu untuk kegiatan yang berhubungan dengan olahraga.

Bentuk dukungan yang Papa berikan itu menjadi modal yang berarti bagi saya, momen Papa mengawal dengan sepeda kayuh pada lomba lari yang pertama kali saya ikuti merupakan titik berangkat saya untuk menekuni dunia olahraga dengan lebih serius, karena setelahnya saya tergabung ke dalam klub cabang olahraga Atletik dengan menekuni nomor lari jarak pendek (lari cepat atau sprint) dan lompat jauh.

Salah satu bentuk dukungan dari Papa yang termanifestasikan dengan mengawal saya pada saat mengikuti lomba lari merupakan momen yang terakhir kalinya. 

Selama saya menekuni cabang olahraga Atletik, Papa tak pernah lagi mendampingi saya, selain karena saya yang melarang, alasan lainnya karena saya tak menginginkan Papa menyaksikan saya saat sedang berproses, saya lebih memilih untuk menunjukan hasil akhir yang indah dari perjuangan panjang yang telah saya lalui dalam berproses.

Namun, hasil akhir yang indah di lintasan Atletik itu tak pernah berhasil saya persembahkan kepada Papa, karena keadaannya jauh dari mimpi indah yang selalu menghiasi malam-malam saya (catatan selengkapnya: bit.ly/2QBn89x). Meskipun perjuangan panjang yang telah dilalui tak berakhir dengan indah sesuai yang saya mimpikan, tetapi dengan dukungan Papa untuk saya menggeluti dunia olahraga sejak belia telah mengantarkan saya memiliki kehidupan yang lebih baik.

Bermodalkan dukungan dari Papa yang tak pernah saya sia-siakan kepercayaan yang telah diberikannya kepada saya sejak belia untuk menghabiskan banyak waktu menggeluti dunia olahraga, pada akhirnya telah menyelamatkan saya dari pergaulan remaja yang menyesatkan.

Dengan saya menggeluti dunia olahraga, saya terselamatkan dari pergaulan yang akrab dengan ganja, putaw dan sabu. Sejak duduk di bangku salah satu SMP Negeri favorit di Kota Surabaya, saya ada di dalam lingkaran pergaulan seperti demikian.

Tak jarang beberapa teman menyuntikan serbuk putaw yang dicampur dengan air mineral ke dalam pembuluh darah mereka di kamar mandi sekolah sebelum pelajaran dimulai, dan setelahnya mereka asik terbang ke dimensi lain selama mengikuti pelajaran.

Saya terselamatkan dari semua pengaruh buruk itu, karena kala itu saya berpikir akan terasa sayang apabila olah otak dan otot yang sedang saya geluti dirusak begitu saja oleh narkotika. Meski tak dipungkiri, kenakalan remaja dalam hal lain yang masih dalam batas kewajaran turut saya lakukan.

Dengan menggeluti dunia olahraga sejak belia, telah mengantarkan saya pula untuk menemukan pijakan arah dalam menapaki masa depan dengan memilih jenjang pendidikan lanjut dalam bidang olahraga, yang pada akhirnya mengantarkan saya pada dunia yang lebih luas, hingga pekerjaan tetap dengan jaminan masa tua pun berada dalam genggaman.

Melalui penjurian Lomba Lari 10 Km dalam rangka memperingati HUT Ke-71 Kodam V/Brawijaya kali ini, mengingatkan saya kembali tentang salah satu warisan teladan yang telah diberikan oleh Mendiang Papa sejak saya masih belia.

Pada generasi selanjutnya, bagi buah hati saya dan istri, akan kami kenalkan pula dengan dunia olahraga. Mendiang Papa telah membuktikan bahwa dengan olahraga mampu menyelamatkan anaknya dari pergaulan yang buruk, maka buah hati kami pun akan kami selamatkan dari pergaulan yang buruk dengan menggunakan media olahraga.

Sebaik apa pun kami menanamkan segala sesuatu yang baik bagi buah hati, semuanya akan menjadi percuma saat kelak buah hati kami memiliki pergaulan yang buruk, karena pergaulan yang buruk akan merusak kebiasaan-kebiasaan yang baik.

Kota Surabaya, 26 Januari 2020

RAS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun