Mohon tunggu...
Roy Soselisa
Roy Soselisa Mohon Tunggu... Guru - Sinau inggih punika Ndedonga

Sinau inggih punika Ndedonga

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Peran Sport Clinic dalam Olahraga Disabilitas

3 September 2019   00:06 Diperbarui: 3 September 2019   00:50 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut penulis, setidaknya terdapat tiga level dalam dunia olahraga yang sangat mempengaruhi jalannya fungsi manajemen organisasi, di antaranya; (1) olahraga professional, (2) olahraga amatuer dan (3) olahraga volunteer.

Di dalam olahraga professional, olahragawan melakukan kemahiran berolahraga untuk memperoleh pendapatan dalam bentuk uang (contohnya pada klub-klub sepak bola yang pemainnya terikat dengan kontrak dan mendapatkan gaji secara rutin).

Selanjutnya di dalam olahraga amatuer, olahragawan melakukan kemahiran berolahraga untuk memperoleh bonus pada saat berhasil menyabet medali dalam sebuah kompetisi olahraga yang diikuti (contohnya pada saat Pekan Olahraga Nasional, Sea Games, Asian Games dan Olympic Games).

Sedangkan di dalam olahraga volunteer, olahragawan melakukan kemahiran berolahraga atas dasar kegemaran untuk memperoleh manfaat yang baik melalui olahraga, tanpa ada prestise karena tanpa ada bonus yang bisa diraup, meski olahragawan telah berhasil menyabet medali dalam sebuah kompetisi olahraga yang diikuti (contohnya pada induk-induk organisasi olahraga fungsional atau perkumpulan-perkumpulan olahraga tertentu yang olahragawannya memiliki kepentingan yang sama yakni menggemari olahraga).

Bagi induk organisasi olahraga disabilitas sendiri, pada tataran pengurus pusat sebenarnya telah berada pada level olahraga amatuer, hal ini terbukti dari bonus yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada paralimpian yang berhasil menyabet medali dalam kompetisi olahraga disabilitas yang diikuti (contohnya pada saat Asean Para Games, Asian Para Games dan Paralympic Games)---nominal bonus yang diterima oleh paralimpian sepadan dengan atlet nondisabilitas yang berada di bawah naungan KONI.

Namun, keadaan yang serupa belum dialami oleh induk organisasi olahraga disabilitas yang ada pada tataran pengurus provinsi, karena bentuk perhatian yang diberikan oleh setiap Pemerintah Provinsi berbeda-beda kepada paralimpian yang berhasil menyabet medali dalam kompetisi olahraga disabilitas yang diikuti (contohnya pada saat Pekan Paralimpik Nasional).

Ada Pemerintah Provinsi yang sudah memberikan perhatian penuh bagi paralimpian yang berprestasi, tetapi sebagian besar Pemerintah Provinsi belum memberikan perhatian yang layak bagi paralimpian yang berprestasi, termasuk bentuk perhatian dari setiap Pemerintah Provinsi kepada induk organisasi olahraga disabilitas untuk bisa menjalankan fungsi-fungsi manajemen dengan baik dalam usaha pembinaan dan pengembangan olahraga disabilitas.

Berdasarkan dari pengertian ini, karena induk organisasi olahraga disabilitas pada tataran pengurus provinsi masih berada pada level olahraga volunteer, maka sampai sejauh ini pihak-pihak yang menjalankan fungsi manajemen organisasi hanyalah para relawan yang terpanggil untuk menjadi pengurus, pelatih, dan sebagainya yang berkontribusi tanpa imbalan.

Selanjutnya apabila dalam sesi ini penulis bisa bertatap muka dengan audiens simposium dari segmen medis, tentu bukanlah suatu kebetulan, karena tidak menutup kemungkinan setelah berakhirnya simposium melalui sesi ini akan banyak yang terpanggil menjadi relawan yang menjalankan fungsi manajemen organisasi untuk memberikan pelayanan klasifikasi disabilitas, pelayanan medis dan pelayanan pendampingan.

Mengingat pada mulanya sebuah kompetisi olahraga disabilitas yang merupakan embrio dari Paralympic Games diciptakan oleh seorang tenaga medis (dokter neurologis) yang bernama Sir Ludwig Guttmann yang terpanggil melakukan metode terapi olahraga kepada tentara-tentara Inggris yang mengalami cedera tulang belakang untuk membangun kekuatan fisik dan juga membangun self-respect mereka.

Begitu pula di Indonesia, pada mulanya induk organisasi olahraga disabilitas yang merupakan embrio dari National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) pun didirikan oleh seorang tenaga medis (dokter ahli bedah tulang) yang bernama R. Soeharso yang terpanggil untuk memberdayakan insan disabilitas supaya memiliki kehidupan yang lebih baik dengan olahraga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun