Mohon tunggu...
Seca Faleesha
Seca Faleesha Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Program pendidikan bahasa dan Sastra Indonesia

Nim: 190402080005

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kritik Sastra Novel "Hujan"

8 Desember 2020   19:48 Diperbarui: 16 Desember 2021   10:11 29312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Sumber: Pixabay

Delapan tahun yang lalu, 21 Mei 2042. Bayi ke sepuluh miliar lahir ke dunia. Saat itu pertambahan penduduk bumi tidak dapat lagi dibendung, Ini Lyle. Seorang gadis lajang yang menyukai hujan adalah bayi dari ayah dan ibu, yang hidup pada tahun 2042 ke atas: teknologi tinggi dan tahun terbaru.

Hal ini bisa kita temukan di bab pertama novel, di mana Elijah, pengasuh senior, bisa mengubah ruangan biasa yang dia praktikkan hanya dengan menyentuhkan layar komputer tablet ke ruangan yang dilengkapi peralatan medis untuk modifikasi memori.

Lyle menceritakan setiap kenangan di ruang latihan ini, ingin melupakan dan sedang mencari solusi atas penyebaran populasi bumi dan krisis air yang mencekik, pertumbuhan penduduk bumi tidak bisa lagi berhenti, dan alam tiba-tiba memberikan solusi sendiri.

Ketika dunia sedang mencari solusi atas penyebaran populasi bumi dan krisis air yang mencekik, pertumbuhan penduduk bumi tidak bisa lagi berhenti, dan alam tiba-tiba memberikan solusi sendiri.

 Lail bersama sang ibu tengah menuju ke sekolah. Saat itu usianya tiga belas tahun. Ia sama sekali tidak tahu akan terjadi bencana besar. Sebuah gempa bumi berkekuatan besar skala 10 richter mengguncang bumi akibat letusan sebuah gunung purba. Bumi mengalami bencana paling mengerikan di abad kedua puluh satu itu.

Letusan gunung Purba terjadi dengan sangat dahsyat, menyemburkan material vulkanik setinggi 80 kilometer yang menghancurkan apa saja dalam radius ribuan kilometer. 

Suara letusan terdengar sampai jarak 10.000 kilometer. Letusan itu tak disangka berhasil mengurangi jumlah penduduk di dunia hanya dalam waktu hitungan menit.

Sosok  Lail yang sangat amat sedih karena kehilangan ayah dan sang ibu dan harus hidup seorang diri . Lail tentu saja saat itu selamat. Ia tertolong oleh Esok yang berusia 15 tahun.

Keduanya sama-sama kehilangan keluarga, namun keduanya harus berjuang bertahan hidup. Lail yang waktu itu masih berusia 13 tahun, mendadak sebatang kara. 

Kedua orang tuanya meninggal dalam kejadian yang tak terlupakan oleh dunia. Takdir membawa Lail bertemu dengan Esok. Laki-laki yang menyelamatkannya dari reruntuhan tangga kereta api bawah tanah. Esok masih berusia 15 tahun saat itu.

 Siapa sangka ibu Esok masih hidup. Namun, sang ibu kehilangan kedua kakinya Lail dan Esok sama-sama mengalami trauma mendalam. Mereka mencoba bebas dari hal itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun