Mohon tunggu...
Glen Oktavian Turambi
Glen Oktavian Turambi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Graduate of International Relations degree.Studied History, Diplomacy, War Studies, and International Politics

Sangat tertarik dengan topik Hubungan Internasional dan strategi Geopolitik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kegagalan (CONEFO) Conference of the New Emerging Forces, dalam Politik Luar Negeri Indonesia

13 April 2023   09:07 Diperbarui: 13 April 2023   09:12 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://geotimes.id/opini/pada-suatu-masa-soekarno-dan-poros-tiongkok/Image caption

Pada tanggal 7 Januari 1965 Presiden Soekarno menolak dengan tegas keputusan PBB untuk menunjuk Malaysia sebagai anggota tidak tetap dewan keamanan PBB, oleh karena itu demi mempertegas keputusan politik luar negerinya maka Soekarno menyatakan Indonesia untuk keluar dari PBB dan membentuk organisasi tandingan yaitu Conference of The New Emerging Forces (CONEFO). Dalam perkembangannya Soekarno menggambarkan visi pandangannya membentuk CONEFO sebagai upaya melawan Neokolonialisme dan imperialisme dari negara barat yang memainkan peran terlalu dominan dalam dunia internasional, sudah tentu kebijakan luar negeri Soekarno sangat dipengaruhi oleh situasi geopolitik dunia saat itu dan posisi Indonesia dalam pandangan visi pribadinya.

Kasus terbentuknya CONEFO juga dipengaruhi oleh faktor eksternal lain dengan Malaysia yaitu selain menentang keputusan PBB atas terpilihnya Malaysia menjadi dewan keamanan tidak tetap, Indonesia menentang keberadaan negara Malaysia yang menurut Soekarno adalah boneka dari imperialis Inggris. Perlu kita lihat secara mendalam kasus Malaysia dan pengaruh nuansa geopolitik dunia barat saat itu turut berpengaruh secara langsung terhadap pikiran dan tindakan Soekarno dalam merumuskan kebijakan luar negeri Indonesia pada era orde lama.

Dengan demikian dapat kita pahami bahwa dasar utama dari CONEFO terbentuk tidak lain dan tidak bukan untuk tujuan mengimbangi kekuatan barat yang jauh terlihat dominan dalam pandangan Soekarno, sekaligus mengimbangi pandangan politik luar negeri hubungan internasional dengan memberikan visi alternatif dari negara berkembang kepada negara-negara lain. Jika demikian maka pendirian CONEFO harus kita pandang sebagai ujung tombak kekuatan Indonesia dalam dunia hubungan internasional untuk memperjuangkan nilai-nilai bangsa Indonesia, CONEFO juga menurut visi Soekarno merupakan organisasi tandingan PBB yang berdiri melawan hegemoni kekuatan negara-negara lama atau yang di gambarkan Soekarno sebagai Old Established Forces (OLDEFO).  

Secara lebih jelas CONEFO menurut Soekarno akan hadir dalam dunia hubungan internasional untuk menjadi penyeimbang dua kekuatan dunia antara lain negara blok barat yang mendukung Amerika Serikat dan blok timur mendukung Uni Soviet. Bisa kita pahami visi dan semangat Soekarno dalam memperjuangkan idenya tersebut berhasil membuahkan hasil dengan bergabungnya beberapa negara mendukung, dan berhasil menyelenggarakan olimpiade internasional tandingan Games of the New Emerging Forces (GANEFO) yang bertujuan menunjukkan kekuatan solidaritas organisasi tersebut di mata dunia internasional.

Akan tetapi sesuai dengan fakta sejarah organisasi ini kemudian berakhir bubar dan di tinggalkan oleh negara-negara pendukungnya dan tidak lagi ada negara yang menyinggung maupun memperjuangkan nilai organisasi ini untuk muncul kembali. Hal ini menarik untuk masuk menjadi tulisan saya karena muncul dan hilangnya CONEFO merupakan sebuah kasus sejarah politik luar negeri Indonesia yang layak untuk dipelajari, oleh karena itu saya menentukan rumusan masalah pada tulisan kali ini adalah. Kegagalan Conference of The New Emerging Forces (CONEFO) dalam politik luar negeri Indonesia.

Kegagalan CONEFO sebagai alat politik luar negeri Indonesia menurut argumentasi saya adalah karena Indonesia tidak memiliki legitimasi kekuasaan (power) dan pengaruh (Influence) dalam dunia interasional, sehingga CONEFO tidak bisa berjalan efektif akibat lemahnya pengaruh kekuatan lembaga ini. Dalam penjelasan ini pada saat awal kemerdekaan era orde lama Indonesia belum memiliki kekuatan geopolitik berpengaruh di panggung politik internasional, akan tetapi Soekarno menciptakan kebijakan luar negeri Indonesia yang bersifat agresif tanpa memandang kapabilitas kemampuan Indonesia saat itu dan ini terkesan sangatlah nekat.

Visi Soekarno serta semangatnya dalam membawa Indonesia membentuk organisasi tandingan melawan PBB sangatlah berlandaskan pada semangat romantisme nasionalisme tanpa ada pemikiran jangka panjang bagaimana negara dengan kekuatan lemah secara politik, militer, dan ekonomi pasca kemerdekaan dapat menunjukkan kekuatan eksistensinya secara global. Untuk membantu memahami akan saya tambahkan sumber teori pandangan hubungan internasional demi membantu memperjelas.

Dalam teori hubungan internasional ilmuwan pakar terkenal bernama Hans Morgenthau mengemukakan prinsip tentang kekuasaan dalam tulisannya yang berjudul, enam prinsip teori politik realisme (six principles of Political Realism). Di dalam teori tersebut Morgenthau dengan jelas menggambarkan bahwa sebuah negara dapat menggunakan kekuasaan untuk memperluas pengaruhnya sebagai sebuah tujuan negara tersebut, kekuasaan dari sebuah negara dapat membuat lingkup kekuasaan kepada negara-negara yang berhubungan dengan dia maupun berada dekat dengannya untuk merasakan pengaruh tersebut. 

Negara yang mendapatkan dampak dari lingkup kekuasaan tersebut akan menciptakan blok kekuasaan sebagai sebuah jalan dalam menyampaikan pengakuan atas kekuasaan negara utama pemegang kuasa terbesar, dalam hal ini kemudian memunculkan faktor legitimasi kekuasaan bagi negara lain pada negara utama.

Dalam penjelasan singkat tentang prinsip kekuasaan yang dikemukakan oleh Morgenthau dapat kita ambil sebuah poin penting terkait negara utama dan blok ke kuasaannya yaitu, sebuah negara jika ingin menunjukkan pengaruh legitimasinya maka penting sekali untuk memiliki kekuasaan besar yang diakui oleh negara-negara lain. Kasus Indonesia dan organisasi internasional CONEFO buatan Soekarno terbentuk tanpa ada struktur legitimasi kekuasaan yang cukup dari negara lain untuk menciptakan blok kekuatan pembanding untuk melawan PBB, secara garis besar Indonesia hanya unggul pada tingkat visi tapi gagal dalam misi implementasi.

Hal ini terlihat jelas dalam struktur keanggotaan yang berada dalam CONEFO dimana terdiri dari Indonesia, Republik Rakyat Cina, Korea Utara, dan Vietnam Utara. Tiga negara selain Indonesia merupakan negara berhaluan komunis yang tergabung dalam grup blok timur Soviet bermusuhan dengan blok barat Amerika Serikat, jika kita lihat secara logika seharusnya dengan mengikuti visi Soekarno ingin mendirikan CONEFO sebagai independen dan netral terhadap pengaruh dua kubu blok besar dunia saat itu maka tiga negara tersebut harus meninggalkan blok utama mereka dan bergabung dengan Indonesia menjadi kekuatan penengah. Akan tetapi tiga negara tersebut tetap menjalankan kebijakan berhaluan tetap pada kubu blok utama mereka yaitu blok timur komunis Soviet dan malah mampu menarik pandangan Soekarno untuk menarik kebijakan luar negeri Indonesia lebih ke arah blok timur.

Kasus ini sudah menunjukkan dengan jelas bagaimana Indonesia pada dasarnya saat itu tidak memiliki kekuatan dalam menjalankan pengaruh kekuatan politik luar negerinya, sehingga akibatnya adalah Indonesia dan visi independen CONEFO Soekarno tidak memiliki pengaruh dalam dunia internasional saat itu karena kosongnya legitimasi pengakuan politik negara dunia.  Fakta jelas lain yang dapat terlihat adalah saat Indonesia memutuskan akan membubarkan CONEFO saat era presiden Soeharto tiga negara selain Indonesia di organiasi tersebut sama sekali tidak melakukan penolakan maupun melanjutkan CONEFO sebagai kelanjutan visi Soekarno menandingi PBB, hal ini sudah memperlihatkan sesungguhnya lemahnya legitimasi kekuatan Indonesia di kancah internasional pada era orde lama sehingga tidak bisa menopang ide politik luar negeri Soekarno.

Kesimpulan dari tulisan saya kali ini ialah Indonesia harus belajar atas kesalahan Soekarno dan landasan pembuatan kebijakan luar negeri dan dampaknya tanpa melihat kapabilitas kemampuan kekuasaan Indonesia. Dalam beberapa isu Indonesia mampu untuk masuk menjadi aktor utama maupun penengah masalah melalui pengakuan legitimasi kekuasaan yang dimiliki oleh Indonesia pada tatanan dunia internasional, akan tetapi penting untuk melihat Indonesia tidak bisa masuk pada semua isu. 

CONEFO dan kegagalan ide politik luar negeri Soekarno sesungguhnya mengajarkan kita pentingnya memiliki seorang pemimpin yang mampu merumuskan kebijakan luar negeri seimbang tidak terlalu konservatif dan tidak terlalu idealis, pandangan Soekarno dan ide CONEFO miliknya sangatlah visioner tidak berlandaskan kerangka rasional yang ditopang oleh data jelas secara politik, ekonomi, dan militer saat itu. 

Kebijakan politik luar negeri Indonesia pada kepemimpinan Soekarno sangat bernuansa agresif dan nekat untuk menenunjukkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar dan setara dengan negara-negara adidaya, akan tetapi pandangan ini justru membawa Indonesia pada titik berbahaya secara geopolitik karena visi romantisme Soekarno tidak memiliki batas rasional yang tetap dalam melihat kekuatan politik global dengan kemampuan Indonesia.  

Sebagai salah seorang pemimpin Indonesia dan dunia, sejarah kegagalan Soekarno melawan dunia dengan menciptakan CONEFO sebagai solusi alternatif melawan PBB jelas tidak akan membawa Indonesia maju menuju posisi internasional yang lebih baik, kebijakan ini pada akhirnya memang akan berakhir gagal karena tidak ada variabel kuat dalam ilmu hubungan internasional yang mampu memberikan verifikasi CONEFO dapat bertahan berkelanjutan, sekian dan terima kasih.

Sumber Refrensi:

https://www.dw.com/id/sukarno-conefo-dan-perdamaian-dunia/a-41109304

 https://www.yourarticlelibrary.com/international-politics/morgenthaus-realist-theory-6-principles/48472

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun