Mohon tunggu...
Humaniora

"Kualitas Pendidikan Islam Yang Kurang Memadai”

12 November 2015   11:34 Diperbarui: 19 November 2015   09:41 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendidikan Islam dituntut agar harus menyeluruh dan menyatukan pengembangan potensi, kecerdasan spiritual, moralitas, dan keutuhan sosial. Dan pendidikan Islam pula harus didukung dengan berbagai strategi dan proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran yang akan dicapai.

Adapun kehadiran teknologi pun, juga tidak boleh dilewatkan oleh lembaga-lembaga atau instansi-instansi pendidikan Islam. Alasannya, karena teknologi merupakan salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari anak didik yang memiliki kemampuan dalam teknologi informasi modern dan menjadi kebutuhannya.

Pengutamaan yang lainnya adalah peningkatan kualitas guru. Dimana terdapat nilai-nilai di dunia pendidikan yang harus diperhatikan oleh guru, diantaranya adalah memiliki kemampuan berkomunikasi, dapat menguasai bahan ajar atau materi pembelajaran, memiliki rasa cinta dalam mengajar, memiliki wawasan yang luas dan memiliki kemampuan dalam mengoperasikan teknologi. Selain itu juga, lembaga atau instansi pendidikan Islam juga harus membekali peserta didiknya dengan kemampuan berbahasa yang baik.

Bukan hanya bahasa Inggris maupun bahasa Arab melainkan juga dengan bahasa asing lainnya, seperti bahasa Jepang, bahasa Mandarin, ataupun bahasa – bahasa lainnya. Dengan begitu, ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum akan menjadi seimbang dan saling mendukung antara satu dengan yang lainnya.

Adapun kualitas lembaga maupun instansi pendidikan Islam juga masih perlu untuk ditingkatkan. Dimana lembaga-lembaga ini belum secara maksimal menciptakan alumni-alumni atau kader-kader yang jujur dan dapat dipercaya, baik dalam bidang keilmuan, agama, keterampilan, dan kecakapan hingga kader-kader tersebut mampu untuk bersaing penuh dengan orang lain.

Bahkan dalam hal ini, peran dari orangtua juga sangat diperlukan sekali. Karena mengingat bahwa pendidikan Islam ini sangat membutuhkan dukungan dari orangtua untuk mencetak anak-anak yang berkualitas tinggi dengan memiliki ilmu agama yang sangat berkualitas juga. Dan tidak ada orangtua yang menginginkan anaknya menjadi anak yang tidak shaleh. Begitu pula dengan para guru yang menginginkan anak didiknya menjadi anak yang sukses di masa depannya. Hanya saja, dalam mencapai hal-hal tersebut dibutuhkan proses yang akan ditempuh untuk mewujudkan dan mengusahakan niat yang baik itu.

Namun, anak-anak sekarang susah untuk mendapatkan pola asuh yang baik karena pada zaman sekarang ini banyak para orangtua yang sibuk bahkan terlalu sibuk bekerja. Padahal, mendidik anak itu seharusnya dimulai dari sejak dini atau sejak masih kecil. Tetapi banyak anak-anak yang sudah terbiasa dimanja, dilarang berbuat yang ingin anak lakukan dan bahkan tidak dipercaya lagi.

Disitulah sebab akibat, dimana anak didik menjadi kurang percaya diri, keras dan memiliki pribadi yang lemah baik fisik maupun psikisnya. Dan fakta  yang timbul disini adalah pendidikan sekarang belum mampu menghasilkan manusia yang berakhlak mulia dan tidak siap menghadapi kehidupan dunia. Fakta  lainnya adalah minimnya pengetahuan orangtua dalam ilmu pendidikan.

Sikap optimis juga sangat penting untuk  dibangun  sejak kecil agar anak bisa menjadi lebih kuat dan menjadi mandiri dalam menjalani kehidupan di masa depan dan berbagai macam tantangan hidup lainnya. Apalagi tantangan di masa depan akan semakin besar. Bukan sekedar tantangan fisik dan materi saja melainkan tantangan psikis juga.

Tantangan psikis juga harus dihadapi dengan kemampuan emosional dan intelektual. Emosi yang baik akan melahirkan pengaruh optimisme tetapi jika emosi yang dikeluarkan tidak baik maka akan melahirkan pengaruh yang negatif atau pesimisme. Kita dapat melakukannya dengan menunjukkan sikap pantang menyerah kapan saja dan dimana saja.

Para orangtua juga harus pintar memilih lingkungan pekerjaan dan sekolah, serta tetap memelihara keluarga sehat jasmani dan rohani. Sehingga anak-anak dapat dengan tenang dan senang jika orangtua mereka memperhatikan mereka juga. Dan faktor terbesar yang paling  mempengaruhi setiap sikap optimis anak didik adalah yakni pada lingkungan. Yang mana dalam ruang lingkup terkecilnya itu terdapat pada keluarga itu sendiri. Anak atau anak didik tersebut yang tumbuh dengan baik di lingkungan keluarga ataupun di lingkungan masyarakat, yang mana mereka selalu mendukung dengan hal yang positif maka ia (anak didik) cenderung akan memiliki sikap atau sifat yang positif atau memiliki hidup optimis. Begitu pula sebaliknya.

Maka dari itu, para guru/ pendidik dan bahkan para orangtua pun harus sadar dalam memberikan pola asuh yang baik kepada anaknya. Sehingga anak – anak didik ini memiliki rasa percaya diri yang akan menunjang di kehidupan mereka yang akan datang.

Dari beberapa pernyataan diatas, telah saya jelaskan bahwa baik pola asuhmaupun peran dari orangtua maupun dari guru merupakan bagian yang sangat penting untuk ditujukan pada pendidikan anak apalagi pendidikan Islam anak yang menurut saya masih perlu untuk diberikan terhadap anak-anak didik yang masih minim terhadap pendidikan Islam tersebut.

Bahkan pemerintah pun harus ikut andil atau turut serta dalam tercapainya pendidikan Islam anak ini. Kenapa? Karena untuk melakukan yang terbaik terhadap potensi anak didik yang ada, pemerintah perlu melakukan pembentukan kembali strategi, penyusunan kurikulum bahkan peningkatan kualitas para guru/ pendidik.

Dan juga dalam permasalahan biaya atau anggaran, anggaran yang pemerintah tingkatkan/ tinggikan itu belum tentu akan memadai pendidikan Islam. Karena selama ini Negara Indonesia masih bisa dikatakan sangat tertinggal dalam hal pembentukan kembali pendidikan tersebut. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa masih kurangnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan Islam itu sendiri padahal mayoritas penduduk di Indonesia ini adalah mayoritas yang beragama Islam.

Sementara itu, jika pimpinan dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut tidak dapat atau tidak mampu meningkatkan kualitas pendidikannya tersebut maka itu merupakan  tanggung jawab dari seorang pimpinan yang akan dipertanyakan. Dimana dalam hal ini, pimpinanlah yang paling berkuasa atas pendidikan yang ada dalam suatu lembaga pendidikan Islam itu.

Akan tetapi, jika etos kerja dan sifat kepemimpinan yang baik dan bukan hanya sekedar omongan belaka yang dimiliki oleh pimpinan dalam lembaga pendidikan Islam itu bagus dan dapat menjamin kualitas pendidikan menjadi lebih baik lagi maka itulah sebenar – benarnya pimpinan yang harus atau yang wajib untuk dicontoh.

#done#

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun