Mohon tunggu...
Rosi Narulita
Rosi Narulita Mohon Tunggu... Lainnya - Bebaskan Ekspresimu

Jadilah dirimu sendiri, tak usah pura-pura jadi orang lain. Dunia ini hanya sementara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rendah Hati dan Jarang Update Status adalah Suatu Kesalahan

21 Desember 2022   15:36 Diperbarui: 21 Desember 2022   15:46 2750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaannya cukup menggelitik "Ayo mbak kesana ajak keluarga, kan belum pernah tho?..sekali-kali refreshing gitu lho, jangan di rumah terus".

Wadidaw! pertanyaan yang cukup berkesan namun ampuh membuat batin saya bergejolak. Kalau saya jawab "sudah pernah" nanti membuat lawan bicara saya menanggung malu. Jujur saya termasuk orang yang jaga perasaan, walaupun orang lain banyak yang acuh dengan perasaan saya.

Tapi kalau saya jawab "belum" berarti membohongi diri sendiri. Dan pada akhirnya saya hanya tersenyum dengan pertanyaan tersebut. Apa iya cuma gara-gara tak pernah update status, trus kita dianggap kuper gitu?..

#2 Dianggap hidupnya biasa-biasa saja.

Karena tak pernah update status dengan harta yang dimilikinya bukan berarti kita miskin. Memang banyak sekali saya melihat orang-orang yang dengan bangganya memamerkan keberhasilan ketika jualannya laris, ketika naik pangkat atau ketika sukses menjalankan sebuah proyek.

Lagi-lagi saya bukan orang yang senang untuk memamerkan segala sesuatunya. Tapi terus terang kalau kita dianggap orang tak punya, rasanya dongkol juga dalam hati. Apalagi untuk urusan ibadah, tak sepatutnya dipamerkan kepada khalayak ramai.

Kejadian ketika hari raya kurban, saya terbiasa untuk ikut kurban sapi atau kambing. Dan karena saya lebih sering mudik, maka kurban saya juga ikut kurban keluarga, tak pernah ikut kurban masjid di lingkungan tempat tinggal.

Hingga sampai akhirnya pas hari raya kurban belakangan suami tidak bisa mudik karena terhalang tugas kantor. Akhirnya kami putuskan untuk ikut kurban di masjid komplek tempat tinggal. Karena ini suatu bentuk ibadah, saya pun tak pernah menyuarakan keikutsertaan saya untuk kurban. Hanya panitia kurban saja yang tahu tentang ini.

Dan pada saat waktunya tiba, setelah pagi hewan kurban disembelih. Maka siangnya saya bagikan ke tetangga. Dan lagi-lagi pertanyaan muncul yang membuat pikiran saya harus beradu dengan perasaan dan hati. Seketika ada salah satu tetangga yang dengan bahasa polosnya "lho dapat daging dari mana?...dari saudaranya ya?".

Gubraakk antara hati, perasaan dan bibir ikut berpikir bagaimana menjawab pertanyaan ini tanpa menyinggung lawan bicara. Tanpa bermaksud merendahkan kujawab saja "untuk tahun ini ikut kurban masjid sini, biasanya ikut kurban di masjid kampung" sambil tersenyum dan mengalihkan pokok pembicaraan.

Apa iya hanya karena saya tak pernah mempublikasikan bentuk ibadah saya, trus saya dianggap kurang mampu gitu?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun