Mohon tunggu...
Dongeng

Legenda Asal-usul Banyuwangi

9 Februari 2016   20:42 Diperbarui: 9 Februari 2016   21:24 3285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Dasar perempuan bajingan!” nadanya menyentak.

“Ada apa kanda? Aku tak tahu apa yang engkau pikirkan.”

“Kau telah berdusta Surati. Kau benar akan menyelakai kerajaan ini.” Kata Pangeran banterang dengan berlari menuju kamarnya.

Ia bergegas hingga menjatuhkan semua barang yang ada di hadapanya. Sampai di kamar tidurnya, ia mengambil bantalnya dan langsung terpampang dihadapanya sebuah keris. Ukiranya mirip seperti ukiran bali. Ia tak menyangka dan langsung memutuskan hal-hal jahat kepadanya.

Surati yang mengikuti di belakangnya terdiam bisu melihat tingkah suaminya itu. Ia tak mengerti mengapa dia bisa tahu ada pusaka peninggalan Klungkung di bawah bantalnya. Ia pun menjelaskan kepada Banterang semua yang ada.

“Alah kau bohong, Surati.” Kata Pangeran Banterang sambil menyeret Surati hingga sampai di sebuah sungai yang deras.

“Apa-apaan ini. Kanda mengapa membawaku kesini.” Tanyanya sambil meminta ampun.

“Kau bangkai. Cantik di luar busuk di dalam. Aku sungguh tak menyangka kau akan melakukan hal sekeji itu. Setelah aku menolongmu, kau akan menusukku hingga aku tak berdaya. Sungguh licik pikiranmu itu.” Jawabnya dengan nada tinggi.

Surati bingung dengan apa yang terjadi. Dengan penuh ikhlash ia merenung dalam hati untuk membuktikan semua kebenaran yang ada. Ia tulus mencintai Banterang. Bukan untuk balas dendam ataupun ingin mencelakai kerajaanya.

“Tapi apakah ini adalah sebuah akhir kita?” Tanyanya dalam hati.

“Oke kanda jika ini yang engkau mau. Bukti ketulusan dinda mencintaimu hanya dengan cara ini agar kau percaya padaku. Aku bersumpah loncat ke sungai ini. Apa yang akan terjadi adalah sebuah takdir. Takdir yang akan memisahkan kita yang akan terus dikenang selamanya.” Ia merintih pelan tak kuat menahan tangisanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun