Mohon tunggu...
ROSYIDAH AYU N
ROSYIDAH AYU N Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa HKI

Mahasiswa fakultas syari'ah universitas islam negeri surakarta - Mahasiswa fakultas syari'ah

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Hukum Waris Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata

15 Maret 2024   00:00 Diperbarui: 15 Maret 2024   00:03 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Hukum Waris Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Djaja S. Meliala, S.H., M.H.

 

Rosyidah Ayu Nurfathin

Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia

Abstract: 

The development of the era, which has experienced many changes from time to time, does not necessarily change the heritage that exists in the lives of people in Indonesia. The evolution of generation does not cause changes to the legacy system that exists in Indonesia. In the Civil Code, there are 3 principles that describe heirs who are entitled to and can obtain inheritance distribution according to the Civil Code inheritance system. The legacy of the heir can not only be in the form of valuable assets, but can also be tangible objects, intangible objects or just a testamentary message conveyed. In life in society, the division of inheritance creates conflict between families which causes the division of one family. In dealing with inheritance problems that will cause conflict between families, the government allows lawsuits related to this inheritance. The Civil Code regulates the principles governing heirs, namely the personal principle, the bilateral principle and the principle of equalization. In addition to regulating these 3 principles, the Civil Code also regulates the elements included in the law of inheritance, namely there are heirs, heirs and also inherited assets as assets that will be delegated by the heir to the heirs. Heirs are also classified into 4 groups, namely Group I, Group II, Group III, and group 4. In addition, the Civil Code also regulates the absolute share of assets in inheritance. This research will use a normative legal research method that uses literature review as an effort to find the required data. Reviewing legal documents that focus on Legislation.

Keywords: Legitieme Portie, KUHPerdata, Code of Civil Law, Inheritance Law, Heir

Abstrak: 

Perkembangan jaman yang dari masa ke masa semakin mengalami banyak perubahan, tak lantas membuat Warisan yang ada di kehidupan Masyarakat di Indonesia itu menjadi ikut berubah. Perkembangan zaman tidak menimbulkan perubahan pada sistem pewarisan yang ada di Indonesia. Dalam KUHPerdata, terdapat 3 asas yang menguraikan tentang ahli waris yang berhak dan dapat memperoleh pembagian harta waris menurut sistem pewarisan KUHPerdata. Peninggalan dari si pewaris tidak hanya dapat berupa harta berharga, tetapi juga dapat berupa benda berwujud, benda tidak berwujud maupun hanya sebuah pesan wasiat yang disampaikan. Dalam kehidupan di masyarakat, pembagian warisan ini menimbulkan konflik antar keluarga yang menyebabkan terjadinya perpecahan satu keluarga. Dalam menghadapi masalah pewarisan yang akan menimbulkan konflik antar keluarga, maka pemerintah mengizinkan adanya tuntutan hukum terkait pewarisan ini. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur tentang asas yang mengatur tentang ahli waris, yaitu asas pribadi, asas bilateral dan asas penderajatan. Selain mengatur 3 asas itu, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga mengatur tentang unsur-unsur yang termasuk dalam hukum waris, yaitu ada pewaris, ahli waris dan juga harta waris sebagai harta yang akan dilimpahkan pewaris kepada ahli warisnya. Ahli waris juga digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu Golongan I, Golongan II, Golongan III, dan golongan 4. Selain itu, KUHPerdata juga mengatur mengenai bagian mutlak atas harta kekayaan dalam pewarisan. Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian hukum normatif yang menggunakan kajian kepustakaan sebagai upaya dalam menemukan data-data yang diperlukan. Mengkaji dokumen-dokumen hukum yang berfokus pada Peraturan Perundang-Undangan.

Kata kunci: Legitieme Portie, KUHPerdata, Hukum Waris, Pewaris, Ahli Waris

Pendahuluan

Bidang hukum perdata yang belum tersentuh perubahan oleh undang-undang adalah bidang hukum waris masih terdapat dalam bentuk yang asli. Selain yang telah dikembangkan oleh bidang hukum waris masih dikenal penggolongan penduduk dan berlakunya 3 sistem pewarisan yaitu, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum Adat, dan Hukum Islam. Hukum waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam buku II (Tentang Kebendaan), meliputi pewarisan karena kematian dan menurut surat karena itu, substansi buku ini diawali antara lain dengan pengertian Hukum Waris, Pengertian dan Golongan Ahli Waris, Pengertian Surat Wasiat sampai kepada Cara Membagi/Memisahkan Harta Warisan.

Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia, dengan perkataan lain mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia beserta akibat-akibatnya bagi ahli waris.

Hukum waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni Hukum Adat disebut Hukum Waris Adat, Hukum Islam disebut hukum Waris Islam dan hukum Waris Perdata tidak memiliki hukum adat dan hukum islam, hal ini biasanya hanya diberlakukan untuk umat yang bukan beragamakan Islam. Setiap daerah memiliki hukum adat dan hukum Islam yang berbeda-beda sesuai dengan sistem adat, budaya, dan kekerabatan yang mereka anut.Perkembangan jaman membawa banyak perubahan yang terjadi di Indonesia. Dimulai pada zaman nenek moyang yang masih berupa Kerajaan, hingga saat ini Indonesia sudah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Banyaknya perubahan yang terjadi ini tak lantas membuat satu hal di Indonesia yang ini berubah, yaitu Warisan. Suatu pemindahan pusaka dari individu yang telah wafat dan diberikan kepada ahli waris guna dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan dan merubah kehidupan bagi orang yang ditinggalkan itulah yang disebut sebagai Warisan. Hal itu berarti, segala hak dan tanggung jawab dari seseorang yang telah meninggal, akan beralih sepenuhnya ke Ahli waris atau orang yang berhak menerima pengalihan hak dan tanggung jawab, seperti pasangan, anak, orang tua atau bahkan orang yang memang ditunjuk sebagai penerima peninggalan tersebut. Akan tetapi, hal-hal yang akan dialihkan kepada Ahli waris bukan sekadar berbentuk hak dan tanggung jawab, serta dapat berupa barang-barang berharga, benda bergerak, maupun benda tidak bergerak.

Barang dan asset yang menjadi salah satu dari rupa warisan itulah yang memicu adanya pertengkaran antara keluarga. Seringkali, kita mendengar berita mengenai pertengkaran dan pertikaian antara saudara sedarah yang memperebutkan harta warisan dari orang tuanya. Pembagian yang dianggap tidak adil oleh para ahli waris, peralihan warisan kepada orang yang bukan sedarah disertai dengan adanya surat wasiat, hingga perbedaan jumlah warisan yang didapat. Hal-hal itulah yang menimbulkan pertengkaran hingga pertikaian antara para ahli waris atau keluarga, dan membuat suatu hubungan kekeluargaan yang awalnya rukun menjadi saling bentrok dan membenci. Kenyataan inilah yang ada di masyarakat sejak dahulu, hingga saat ini. Tujuan pewarisan yang diharapkan dapat mensejahterakan hidup para ahli waris, nyatanya malah membuat kehidupan keluarga menjadi hancur karena konflik yang terjadi. Sesuai dengan hukum perdata Indonesia, pemerintah mengantisipasi adanya masalah tersebut dengan aturan yang mengizinkan tuntutan hukum tentang warisan. Pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai warisan, memuat 3 asas yang diatur. Asas yang pertama yaitu asas pribadi, bahwa ahli waris itu perorangan. Lalu, asas yang kedua adalah asas bilateral yaitu asas yang mengatur bahwa ahli waris akan memperoleh harta warisan sesuai dengan silsilah dari pihak laki-laki maupun dari silsilah pihak perempuan, begitu pula dengan pewarisnya dapat sesuai silsilah dari laki-laki atau silsilah dari perempuan. Yang terakhir adalah asas penderajatan, maksudnya adalah penerima harta warisan ialah orang atau ahli waris yang memiliki kekerabatan lebih akrab bersama si pewaris.

Penggolongan ahli waris diatur dengan cermat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, persisnya terletak pada buku dua yaitu terkait benda. Namun, justru Buku Dua Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur tentang Benda ini menyebabkan adanya perdebatan diantara para pakar hukum waris dan pakar ahli waris, dikarenakan terdapat beberapa pandangan bahwa hukum waris juga menyangkut tentang aspek hukum perorangan dan aspek hukum kekeluargaan. Sehingga banyak pakar yang berpandangan, bahwa Hukum Waris tidak hanya mengatur tentang benda peninggalan, melainkan mengatur tentang orang yang ditinggalkan atau ahli waris, serta mengatur pula kekeluargaan yang erat keterkaitannya dengan Hukum waris atau Warisan. Terdapat sistem pewarisan yang mementingkan hubungan antara keluarga. Dalam kehidupan masyarakat, ada beberapa orang yang memilih untuk memberikan atau membagikan warisannya ketika sudah memasuki usia lanjut atau lansia, dengan alasan bahwa mereka tidak bisa lagi untuk melakukan kegiatan apapun, sehingga mereka memilih untuk segera membagikan harta warisan mereka kepada para ahli warisnya, seperti anak, pasangan, orang tua maupun saudara sekandung. Pembagiannya pun tetap perlu dan patut mengikuti ketentuan tertulis Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Selain mengatur hal-hal yang berhubungan dengan ahli waris di atas, Kitab Undang[1]Undang Hukum Perdata juga mengatur tentang penuntutan terhadap individu atau pihak yang bukan merupakan ahli waris, tetapi menggunakan hak waris dari orang lain untuk kepentingan pribadinya. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur hal tersebut dengan tuntutan disertai penjatuhan sanksi yang dapat diproses dengan proses hukum perdata di Pengadilan Negeri.

Pengadilan Negeri memiliki kompetensi absolute untuk memeriksa dan mengadili gugatan perdata umum yang tertuang pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Satu hal perlu diketahui oleh masyarakat, bahwa sesungguhnya tidak sepenuhnya harta warisan dapat diberikan kepada ahli waris, hal ini juga diatur dalam Hukum Perdata. Hal ini dimaksudkan pada peninggalan pewaris yang didalamnya terdapat sebuah pesan untuk dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab dari si penerima warisan atau ahli waris. Pada kehidupan masyarakat, hal semacam itu disebut sebagai Wasiat. Definisi dari wasiat adalah sebuah pesan yang diberikan kepada orang lain untuk dijalankan ketika si pemberi pesan telah meninggal dunia. Dalam wasiat tidak hanya pesan, tetapi juga dapat berupa harta benda yang diamanahkan untuk dipergunakan sesuai dengan pesan yang tertulis dalam surat wasiat. Surat wasiat ini perlu dituliskan dengan didampingi atau disaksikan oleh pihak ketiga yang merupakan kuasa hukum dari si pemberi wasiat, dapat juga diberikan secara langsung maupun tertulis dengan surat yang diberikan ketika si pemberi wasiat telah meninggal dunia. Sifat dari surat wasiat ini mengikat dan tidak bisa diganti seenaknya oleh orang lain yang tidak menerima wasiat tersebut.

 Tanggung jawab dari pesan dalam wasiat itu harus diterima dan dijaga oleh si penerima wasiat atau orang yang memiliki hak dalam menjalankan wasiat tersebut dan tidak dapat digantikan oleh siapapun yang tidak tertulis atau tidak diberikan hak dalam wasiat tersebut. Peninggalan yang diberikan ke ahli waris, berbentuk aset berharga, benda berwujud ataupun benda tidak berwujud, dilakukan secara terbuka dan seluruh keluarga mengetahuinya. Akan tetapi, tidak semua ahli waris menerima hak waris sepenuhnya atas warisan yang ditinggalkan, ahli waris juga perlu untuk bertanggung jawab atas peninggalan yang diberikan oleh si Pewaris. Kompleksnya aturan mengenai sistem pewarisan dan ahli waris ini, menimbulkan banyak permasalahan dalam kehidupan masyarakat. Seringkali, terjadi pembagian harta warisan yang tidak merata atau bertentangan terhadap ketentuan dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang hingga kini dipakai di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai bagaimana dan seperti apa pembagian harta waris yang diatur dan ditetapkan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Hasil dan diskusi

Pengertian Waris 

 

Ketentuan yang berkaitan dengan peninggalan asset berharga dari individu yang telah meninggal dunia dan dialihkan kepada seseorang lainnya yang disebut sebagai ahli waris itulah definisi dari hukum waris. Bisa disebutkan bahwa hukum waris ini dapat dikatakan termasuk dalam komponen Hukum harta kekayaan. Hukum Waris juga dapat diartikan sebagai seperangkat peraturan yang membahas tentang pengalihan harta yang diwariskan oleh orang yang telah wafat kepada ahli warisnya dengan bagian yang diterima. Dengan kata lain, hukum waris ini adalah aturan yang dibuat untuk mengatur terkait hak dan kewajiban yang dapat diterima dari peralihan harta kekayaan ketika seseorang telah meninggal ke orang lain yang telah menjadi ahli warisnya yang masih hidup.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, arti dari hukum waris tidak memiliki pasal tertentu, hanya terdapat pada pasal 830 yang dalam pokok gagasannya adalah mengenai pewarisan akan berlaku cumaterjadi saat kematian. Dengan kata lain, sebuah kekayaan peninggalan hanya bisa dilakukan pembagian untuk ahli waris sewaktu si pewaris dinyatakan wafat. Hukum waris dalam persepsi Kitab Undang[1]Undang Hukum Perdata, seseorang yang mendapat bagian atau hak dari harta kekayaan si pewaris itu adalah seseorang yang masih hidup ketika harta warisan itu dibagikan, hal ini tertuang pada pasal 836 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Unsur-Unsur dari Kewarisan dalam persepsi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 

Menurut pemahaman Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, unsur-unsur dalam kewarisan itu terbagi dalam 3 poin, diantaranya adalah:

  • Pewaris 

 

  • Seorang individu yang telahmeninggaldenganjeniskelamin laki-laki ataupunperempuan dan mewariskanasset kekayaan, hak, ataupun kewajiban yang selama dia hidup dilaksanakan dapat disebut sebagai Pewaris. Dapat juga diartikan bahwa pewaris ialah individu yang telah meninggal dan mewariskan harta kekayaannya. Untuk bisa menerima warisan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah mengatur terkait syarat dari terjadinya pewarisan, sebagai berikut:

  • Terjadinya pewarisan terdapat syarat yang berkaitan dengan pewaris, diatur pada pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yakni tentang perbedaan mati atau meninggalnya si Pewaris, yaitu:

  • Pewaris yang diketahui kematiannya secara vital dengan pembuktian tidak berfungsinya lagi panca indra atau organ vital tubuhnya dan dinyatakan telah benar-benar meninggal.
  • Pewaris meninggal demi hukum dengan pemberian pernyataan oleh Pengadilan.

  • Terjadinya pewarisan terdapat syarat yang berkaitan dengan ahli waris, diatur pada pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu tentang hidupnya ahli waris yang terbagi dalam 2 rupa, yakni:

  • Pada Hakikatnya, masihdinyatakan hidup melalui pembuktian panca indra dan organ vital tubuh yang masih berfungsi dengan baik.
  • Secara hukum dinyatakan masih hidup, tetapi tidak diketahui secara kenyataan. Bayi dalam kandungan juga dinyatakan seperti ini.

  • Prinsip dari terjadinya pewarisan yang diatur Kuhperdata, ialah:

  • Harta waris yang bisa dipindahkan ke pihak lain disebut sebagai harta waris terbuka, hal ini diatur dalam pasal 830 KUHPerdata.
  • Hubungan biologis yang masih terjalin antara pewaris dengan ahli warisnya, tidak termasuk pada suami dan istri. Dalam pasal 832 KUHPerdata, suami dan istri masih menjadi pewaris dan ahli warisnya apabila ketika meninggal dunia, mereka masih berada dalam ikatan perkawinan.

  • Ahli Waris 
  •  

Anggota keluarga yang memiliki hak untuk menerima pengalihan atau pemindahan aset kekayaan dari individu yang telah wafat mempunyai hubungan darah yang absah atau tidak absah, atau suami ataupun istri yang masih hidup lebih lama dari pasangannya yang telah meninggal disebut sebagai ahli waris. Pengertian dari ahli waris diatur pada pasal 832 KUHPerdata. Syarat untuk menjadi Ahli Waris itu terbagi menjadi 2, antara lain:

  • Ahli waris yang ditetapkan dalam Undang-Undang.

  • Ialah individu yang memiliki hak untuk mendapatkan warisan berdasarkan dengan ketentuan dan ketetapan Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan. Pada pasal 832 KUHPerdata, ahli waris yang ditetapkanoleh Undang-Undangialah keluarga dengan hubungan darah yang sah, suami dan istri yang masih dalam ikatan perkawinan ketika meninggal dunia. Apabila keluarga sedarah, suami ataupun istri juga tidak ada, negara memiliki hak untuk menerima pemindahan asset yang ditinggalkan oleh pewaris, serta wajib untuk melunasi hutang dari pewaris dengan harta peninggalan tersebut.
  • Ketika salah satu antara suami maupun istri yang meninggal dunia terlebih dulu, maka suami atau istri yang masih hidup melakukan perkawinan lagi atau yang kedua, dalam hal ini suami atau istri dan anak-anak dari perkawina kedua tidak diperbolehkan untuk mendapat harta waris lebih dari bagian terkecil anak[1]anak yang menjadi ahli waris atau tidak diperkenankan melampaui asset kekayaan si pewaris. Pada pasal 852 huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, apabila ada seorang suami ataupun istri yang masih hidup dan melakukan pembagian harta waris dengan pihak yang bukan anak, keturunan maupun pihak perkawinan terdahulu, ia memiliki wewenang untuk membawa seluruh ataupun sebagian dari perabot rumah tangga yang ia miliki kuasanya.

  • Ahli waris yang ditentukan oleh wasiat.

  • Pada pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diuraikan mengenai surat wasiat yang memiliki pengertian ialah ungkapandari seseorang mengenai keinginan setelah kematiannya yang tertuang dalam suatu akta. Lalu, untuk pihak yang mendapatkan warisan dikarenakan adanya akta atau surat wasiat dari pewaris itu dinamakan Ahli waris yang ditentukan surat wasiat. Syarat-Syarat untuk menerima warisan, sebagai berikut:

  • Meninggalnya si Pewaris
  • Ketika Pewaris dinyatakan meninggal dunia, ahli waris harus berada di tempat pewaris dinyatakan meninggal. Bayi dalam kandungan juga diatur haknya oleh hukum sebagai ahli waris, namun apabila bayi tersebut meninggal ketika dilahirkan, bayi tersebut dianggap tidak pernah ada dalam daftar ahli waris.
  • Seorang ahli waris hendaklah mampu dan berwenang mewaris, dalam pengertian ahli waris tersebut tidak dinyatakan tidak berhak oleh undang-undang.

  • Warisan
  •  
  • Dalam persepsi Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pengertian dari warisan adalah Harta benda, aset maupun hak serta kewajiban yang berupa aktiva maupun pasiva dengan nilai uang yang hendak dialihkan dari Pewaris yang telah wafat ke para ahli waris tanpa memandang jenis kelamin.

  • Legitieme Portie adalah bagian dari warisan yang harus diberikan kepada ahli waris menurut hukum.1Namun menurut pandangan ini, ahli waris diperbolehkan membuat wasiat atau memberikan suatu pemberian (hibah) kepada seseorang semasa hidupnya, dengan syarat pemberian itu tidak melanggar hak-hak ahli waris yang sah secara penuh.. Asas Legitieme Portie menyatakan bahwa meskipun ahli waris telah membuat wasiat, ahli waris tetap berhak penuh atas bagian harta warisan dan tidak dapat dikurangi. Pasal 913 sampai 929 KUHPerdata memuat seluruh bagian yang disebut Legitimasi yang berkaitan dengan masalah pewarisan.

  • Golongan Ahli Waris Menurut Hukum Perdata

  • Menurut hukum perdata, pembagian harta warisan dapat dilihat menurut golongan ahli waris yang masih hidup, dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu: ahli waris, ahli waris dan harta benda yang ditinggalkan ahli waris. Dalam hukum perdata, ahli waris dibedakan menjadi 4 macam, antara:

  • Golongan I, ahli waris yang juga termasuk anak-anak garis lurus ke bawah, anak luar kawin, suami atau istri, anak yang diakui sah, anak angkat yang diangkat karena penetapan pengadilan dan disahkan sebagai anak sah.
  • Golongan II, ahli waris meliputi ayah dan ibu yang mengikuti keturunan garis lurus keatas serta saudara laki-laki dan perempuan.
  • Golongan III, ahli waris meliputi nenek dan kakek keturunan garis lurus keatas.
  • Golongan IV, ahli waris meliputi saudara dari kedua orang tua pewaris atau golongan III dan golongan IV.

  • KUHPerdata tidak membedakan jenis kelamin ahli waris, tetapi ada ketentuan mengenai ahli waris pada golongan I, yaitu jika ahli waris dari pada golongan I masih hidup, maka hal tersebut akan membuat kemungkinan mewarisi bagi ahli waris golongan berikutnya tertutup.

  •  Ahli Waris Yang Tidak Dapat Menerima Harta Warisan

  • Ada norma yang melarang ahli waris untuk mewarisi karena wanprestasi atau wasiat, akan tetapi KUH Perdata sudah menjelaskan syarat-syarat yang menyebabkan tidak dapat atau tidaknya ahli waris menerima harta warisan, yaitu sebagai berikut:
  •  Terdapat peraturan yang melarang ahli waris untuk mewarisi harta warisan baik melalui cara in absentatio dan testamentair. Dalam KUHPerdata telah di jelaskan mengenai syarat-syarat yang menyebabkan seseorang tidak layak maupun tidak dapat menerima harta warisan yaitu, sebagai berikut :

  • Seseorang dengan putusan hakim yang telah divonis dan dinyatakan bersalah membunuh atau mencoba membunuh pewaris.
  • Seseorang yang memalsukan dan/atau memusnahkan surat wasiat dengan cara kekerasan serta menghalang-halangi pewaris untuk membuat surat wasiat menurut kehendaknya.
  • Seseorang dengan putusan hakim yang telah terbukti mencemarkan nama baik orang yang telah meninggal dunia karena melakukan kejahatan yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih.

Bagian Mutlak Ahli Waris Dalam Pembagian Harta Warisan

Bagian mutlak, yaitu bagian dari harta peninggalan pewaris yang selanjutnya diserahkan kepada ahli waris menurut keturunan garis lurus sesuai dengan undang-undang. Bagian mutlak terdapat dalam Pasal 914 KUH Perdata yang menetapkan bagian mutlak yang akan diterima ahli waris, yaitu :

  • Apabila hanya ada satu orang anak maka bagian mutlaknya yaitu dari bagian yang harus di terima.
  • Apabila ada dua orang anak maka bagian mutlaknya yaitu 2/3 dari apa yang harus diterima.
  • Apabila ada tiga orang anak atau lebih maka bagian mutlaknya yaitu bagian yang harus mereka terima berdasarkan undang-undang


Kesimpulan

            Sebagai umat muslim, sangatlah penting untuk memahami hukum waris dalam islam sebagai landasan sehingga dapat menjalankan kehidupan yang sesuai dengan ajaran agama. Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijabarkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa warisan merupakan harta kepemilikan yang ditinggalkan oleh seseorang kepada anggota keluarga maupun orang tertentu setelah si pewaris meninggal dunia. Kewarisan Perdata diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), dimana di dalam buku tersebut aturan mengenai kewarisan perdata dan hal-hal lain yang berkaitan dengannya seperti masalah ahli waris dan pembagian besaran warisan ditulis dengan sedemikian rupa. Harta warisan sejatinya merupakan suatu hal yang sangat rentan untuk diperebutkan dan menjadi perkara. Oleh sebab itu, setiap orang yang dalam hal ini sebagai ahli waris hendaknya memiliki pemahaman yang baik mengenai aturan pembagiannya. Hal tersebut dilakukan supaya pelaksanaan pembagian warisan tersebut dapat dilakukan dengan adil sesuai dengan ketentuan yang telah ada sekaligus menghindari konflik berkepanjangan antar anggota keluarga. Dengan demikian, keteraturan serta kesejahteraan yang dicita-citakan dapat dirasakan oleh semua pihak dengan sempurna.

Inspirasi yang didapat

 

  • Buku ini menginspirasi untuk lebih dalam lagi mempelajari mengenai hukum islam terutama dalam hal waris
  • Penting sekali bagi seseorang untuk memahami suatu hukum dengan tujuan menambah pengetahuan dan menjadikannya landasan dalam kehidupan
  • Dapat memahami pentingnya hukum waris

           

Bibliography

Djaja S. Meliala, S.H.,M.H. HukumWaris Menurut Kitab Undang -- Undang Hukum Perdata. CV Nuansa Aulia. 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun