Mohon tunggu...
ROSYIDAH AYU N
ROSYIDAH AYU N Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa HKI

Mahasiswa fakultas syari'ah universitas islam negeri surakarta - Mahasiswa fakultas syari'ah

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Hukum Waris Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata

15 Maret 2024   00:00 Diperbarui: 15 Maret 2024   00:03 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Ketentuan yang berkaitan dengan peninggalan asset berharga dari individu yang telah meninggal dunia dan dialihkan kepada seseorang lainnya yang disebut sebagai ahli waris itulah definisi dari hukum waris. Bisa disebutkan bahwa hukum waris ini dapat dikatakan termasuk dalam komponen Hukum harta kekayaan. Hukum Waris juga dapat diartikan sebagai seperangkat peraturan yang membahas tentang pengalihan harta yang diwariskan oleh orang yang telah wafat kepada ahli warisnya dengan bagian yang diterima. Dengan kata lain, hukum waris ini adalah aturan yang dibuat untuk mengatur terkait hak dan kewajiban yang dapat diterima dari peralihan harta kekayaan ketika seseorang telah meninggal ke orang lain yang telah menjadi ahli warisnya yang masih hidup.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, arti dari hukum waris tidak memiliki pasal tertentu, hanya terdapat pada pasal 830 yang dalam pokok gagasannya adalah mengenai pewarisan akan berlaku cumaterjadi saat kematian. Dengan kata lain, sebuah kekayaan peninggalan hanya bisa dilakukan pembagian untuk ahli waris sewaktu si pewaris dinyatakan wafat. Hukum waris dalam persepsi Kitab Undang[1]Undang Hukum Perdata, seseorang yang mendapat bagian atau hak dari harta kekayaan si pewaris itu adalah seseorang yang masih hidup ketika harta warisan itu dibagikan, hal ini tertuang pada pasal 836 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Unsur-Unsur dari Kewarisan dalam persepsi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 

Menurut pemahaman Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, unsur-unsur dalam kewarisan itu terbagi dalam 3 poin, diantaranya adalah:

  • Pewaris 

 

  • Seorang individu yang telahmeninggaldenganjeniskelamin laki-laki ataupunperempuan dan mewariskanasset kekayaan, hak, ataupun kewajiban yang selama dia hidup dilaksanakan dapat disebut sebagai Pewaris. Dapat juga diartikan bahwa pewaris ialah individu yang telah meninggal dan mewariskan harta kekayaannya. Untuk bisa menerima warisan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah mengatur terkait syarat dari terjadinya pewarisan, sebagai berikut:

  • Terjadinya pewarisan terdapat syarat yang berkaitan dengan pewaris, diatur pada pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yakni tentang perbedaan mati atau meninggalnya si Pewaris, yaitu:

  • Pewaris yang diketahui kematiannya secara vital dengan pembuktian tidak berfungsinya lagi panca indra atau organ vital tubuhnya dan dinyatakan telah benar-benar meninggal.
  • Pewaris meninggal demi hukum dengan pemberian pernyataan oleh Pengadilan.

  • Terjadinya pewarisan terdapat syarat yang berkaitan dengan ahli waris, diatur pada pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu tentang hidupnya ahli waris yang terbagi dalam 2 rupa, yakni:

  • Pada Hakikatnya, masihdinyatakan hidup melalui pembuktian panca indra dan organ vital tubuh yang masih berfungsi dengan baik.
  • Secara hukum dinyatakan masih hidup, tetapi tidak diketahui secara kenyataan. Bayi dalam kandungan juga dinyatakan seperti ini.

  • Prinsip dari terjadinya pewarisan yang diatur Kuhperdata, ialah:

  • Harta waris yang bisa dipindahkan ke pihak lain disebut sebagai harta waris terbuka, hal ini diatur dalam pasal 830 KUHPerdata.
  • Hubungan biologis yang masih terjalin antara pewaris dengan ahli warisnya, tidak termasuk pada suami dan istri. Dalam pasal 832 KUHPerdata, suami dan istri masih menjadi pewaris dan ahli warisnya apabila ketika meninggal dunia, mereka masih berada dalam ikatan perkawinan.

  • Ahli Waris 
  •  

Anggota keluarga yang memiliki hak untuk menerima pengalihan atau pemindahan aset kekayaan dari individu yang telah wafat mempunyai hubungan darah yang absah atau tidak absah, atau suami ataupun istri yang masih hidup lebih lama dari pasangannya yang telah meninggal disebut sebagai ahli waris. Pengertian dari ahli waris diatur pada pasal 832 KUHPerdata. Syarat untuk menjadi Ahli Waris itu terbagi menjadi 2, antara lain:

  • Ahli waris yang ditetapkan dalam Undang-Undang.

  • Ialah individu yang memiliki hak untuk mendapatkan warisan berdasarkan dengan ketentuan dan ketetapan Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan. Pada pasal 832 KUHPerdata, ahli waris yang ditetapkanoleh Undang-Undangialah keluarga dengan hubungan darah yang sah, suami dan istri yang masih dalam ikatan perkawinan ketika meninggal dunia. Apabila keluarga sedarah, suami ataupun istri juga tidak ada, negara memiliki hak untuk menerima pemindahan asset yang ditinggalkan oleh pewaris, serta wajib untuk melunasi hutang dari pewaris dengan harta peninggalan tersebut.
  • Ketika salah satu antara suami maupun istri yang meninggal dunia terlebih dulu, maka suami atau istri yang masih hidup melakukan perkawinan lagi atau yang kedua, dalam hal ini suami atau istri dan anak-anak dari perkawina kedua tidak diperbolehkan untuk mendapat harta waris lebih dari bagian terkecil anak[1]anak yang menjadi ahli waris atau tidak diperkenankan melampaui asset kekayaan si pewaris. Pada pasal 852 huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, apabila ada seorang suami ataupun istri yang masih hidup dan melakukan pembagian harta waris dengan pihak yang bukan anak, keturunan maupun pihak perkawinan terdahulu, ia memiliki wewenang untuk membawa seluruh ataupun sebagian dari perabot rumah tangga yang ia miliki kuasanya.

  • Ahli waris yang ditentukan oleh wasiat.

  • Pada pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diuraikan mengenai surat wasiat yang memiliki pengertian ialah ungkapandari seseorang mengenai keinginan setelah kematiannya yang tertuang dalam suatu akta. Lalu, untuk pihak yang mendapatkan warisan dikarenakan adanya akta atau surat wasiat dari pewaris itu dinamakan Ahli waris yang ditentukan surat wasiat. Syarat-Syarat untuk menerima warisan, sebagai berikut:

  • Meninggalnya si Pewaris
  • Ketika Pewaris dinyatakan meninggal dunia, ahli waris harus berada di tempat pewaris dinyatakan meninggal. Bayi dalam kandungan juga diatur haknya oleh hukum sebagai ahli waris, namun apabila bayi tersebut meninggal ketika dilahirkan, bayi tersebut dianggap tidak pernah ada dalam daftar ahli waris.
  • Seorang ahli waris hendaklah mampu dan berwenang mewaris, dalam pengertian ahli waris tersebut tidak dinyatakan tidak berhak oleh undang-undang.

  • Warisan
  •  
  • Dalam persepsi Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pengertian dari warisan adalah Harta benda, aset maupun hak serta kewajiban yang berupa aktiva maupun pasiva dengan nilai uang yang hendak dialihkan dari Pewaris yang telah wafat ke para ahli waris tanpa memandang jenis kelamin.

  • Legitieme Portie adalah bagian dari warisan yang harus diberikan kepada ahli waris menurut hukum.1Namun menurut pandangan ini, ahli waris diperbolehkan membuat wasiat atau memberikan suatu pemberian (hibah) kepada seseorang semasa hidupnya, dengan syarat pemberian itu tidak melanggar hak-hak ahli waris yang sah secara penuh.. Asas Legitieme Portie menyatakan bahwa meskipun ahli waris telah membuat wasiat, ahli waris tetap berhak penuh atas bagian harta warisan dan tidak dapat dikurangi. Pasal 913 sampai 929 KUHPerdata memuat seluruh bagian yang disebut Legitimasi yang berkaitan dengan masalah pewarisan.

  • Golongan Ahli Waris Menurut Hukum Perdata

  • Menurut hukum perdata, pembagian harta warisan dapat dilihat menurut golongan ahli waris yang masih hidup, dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu: ahli waris, ahli waris dan harta benda yang ditinggalkan ahli waris. Dalam hukum perdata, ahli waris dibedakan menjadi 4 macam, antara:

  • Golongan I, ahli waris yang juga termasuk anak-anak garis lurus ke bawah, anak luar kawin, suami atau istri, anak yang diakui sah, anak angkat yang diangkat karena penetapan pengadilan dan disahkan sebagai anak sah.
  • Golongan II, ahli waris meliputi ayah dan ibu yang mengikuti keturunan garis lurus keatas serta saudara laki-laki dan perempuan.
  • Golongan III, ahli waris meliputi nenek dan kakek keturunan garis lurus keatas.
  • Golongan IV, ahli waris meliputi saudara dari kedua orang tua pewaris atau golongan III dan golongan IV.

  • KUHPerdata tidak membedakan jenis kelamin ahli waris, tetapi ada ketentuan mengenai ahli waris pada golongan I, yaitu jika ahli waris dari pada golongan I masih hidup, maka hal tersebut akan membuat kemungkinan mewarisi bagi ahli waris golongan berikutnya tertutup.

  •  Ahli Waris Yang Tidak Dapat Menerima Harta Warisan

  • Ada norma yang melarang ahli waris untuk mewarisi karena wanprestasi atau wasiat, akan tetapi KUH Perdata sudah menjelaskan syarat-syarat yang menyebabkan tidak dapat atau tidaknya ahli waris menerima harta warisan, yaitu sebagai berikut:
  •  Terdapat peraturan yang melarang ahli waris untuk mewarisi harta warisan baik melalui cara in absentatio dan testamentair. Dalam KUHPerdata telah di jelaskan mengenai syarat-syarat yang menyebabkan seseorang tidak layak maupun tidak dapat menerima harta warisan yaitu, sebagai berikut :

  • Seseorang dengan putusan hakim yang telah divonis dan dinyatakan bersalah membunuh atau mencoba membunuh pewaris.
  • Seseorang yang memalsukan dan/atau memusnahkan surat wasiat dengan cara kekerasan serta menghalang-halangi pewaris untuk membuat surat wasiat menurut kehendaknya.
  • Seseorang dengan putusan hakim yang telah terbukti mencemarkan nama baik orang yang telah meninggal dunia karena melakukan kejahatan yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih.

Bagian Mutlak Ahli Waris Dalam Pembagian Harta Warisan

Bagian mutlak, yaitu bagian dari harta peninggalan pewaris yang selanjutnya diserahkan kepada ahli waris menurut keturunan garis lurus sesuai dengan undang-undang. Bagian mutlak terdapat dalam Pasal 914 KUH Perdata yang menetapkan bagian mutlak yang akan diterima ahli waris, yaitu :

  • Apabila hanya ada satu orang anak maka bagian mutlaknya yaitu dari bagian yang harus di terima.
  • Apabila ada dua orang anak maka bagian mutlaknya yaitu 2/3 dari apa yang harus diterima.
  • Apabila ada tiga orang anak atau lebih maka bagian mutlaknya yaitu bagian yang harus mereka terima berdasarkan undang-undang


Kesimpulan

            Sebagai umat muslim, sangatlah penting untuk memahami hukum waris dalam islam sebagai landasan sehingga dapat menjalankan kehidupan yang sesuai dengan ajaran agama. Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijabarkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa warisan merupakan harta kepemilikan yang ditinggalkan oleh seseorang kepada anggota keluarga maupun orang tertentu setelah si pewaris meninggal dunia. Kewarisan Perdata diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), dimana di dalam buku tersebut aturan mengenai kewarisan perdata dan hal-hal lain yang berkaitan dengannya seperti masalah ahli waris dan pembagian besaran warisan ditulis dengan sedemikian rupa. Harta warisan sejatinya merupakan suatu hal yang sangat rentan untuk diperebutkan dan menjadi perkara. Oleh sebab itu, setiap orang yang dalam hal ini sebagai ahli waris hendaknya memiliki pemahaman yang baik mengenai aturan pembagiannya. Hal tersebut dilakukan supaya pelaksanaan pembagian warisan tersebut dapat dilakukan dengan adil sesuai dengan ketentuan yang telah ada sekaligus menghindari konflik berkepanjangan antar anggota keluarga. Dengan demikian, keteraturan serta kesejahteraan yang dicita-citakan dapat dirasakan oleh semua pihak dengan sempurna.

Inspirasi yang didapat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun