Mohon tunggu...
Rosyida Aulia
Rosyida Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Masih belajar dan masih butuh bimbingan lagi 😊🙏🏻

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Undang-undang Dibuat, Aspirasi Masyarakat Dipegat?

9 Juni 2022   15:11 Diperbarui: 9 Juni 2022   15:20 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Undang-undang. Berbicara tentang undang-undang, apa itu yang dinamakan dengan undang-undang?

Jadi, yang dinamakan dengan undang-undang jika mengacu pada pengertian undang-undang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebuah peraturan yang dibuat oleh pemerintah, disahkan oleh parlemen, dan ditandatangani oleh kepala negara serta sifatnya mengikat. Jadi bisa dikatakan bahwa yang menjadi objek atau sasaran dari sebuah undang-undang adalah masyarakat itu sendiri.

Lalu dari pengertian tersebut muncul sebuah pertanyaan, "Apakah pemerintah hanya membuat, namun tidak patuh terhadap undang-undang?" jawabannya adalah patuh. Pemerintah sebagai badan atau orang yang berwenang, juga harus tunduk pada apa yang namanya undang-undang, karena di samping sebagai badan yang berwenang, kedudukan pemerintah ini sama dengan masyarakat.

Tiga tahun belakangan ini, ramai sekali perbincangan terkait Omnibus Law. Awal mula usulan Omnibus Law ini muncul ketika saat itu Presiden Jokowi berpidato pada tanggal 20 Oktober 2019, menyampaikan suatu gagasan atau konsep tentang undang-undang Omnibus Law. Karena pada saat beliau belum menjadi Presiden, beliau sempat mendapatkan kesulitan terkait perizinan. Jadi ketika beliau sudah menjadi Presiden, dari awal beliau sudah menggebu terkait kemudahan perizinan dan perinvestasian di Indonesia.

Berbicara terkait undang-undang cipta kerja yang ramai tiga tahun belakangan ini, pada awal mulanya rancangan undang-undang cipta kerja sempat mendapatkan banyak penolakan dari berbagai kalangan. Mulai dari pekerja sampai mahasiswa menuntut terkait pasal-pasal yang termaktub dalam rancangan undang-undang tersebut.

Hingga pada saat tanggal 8 Oktober 2020, demo besar-besaran terjadi di berbagai wilayah. Penolakan para tenaga kerja dan mahasiswa ini karena menganggap RUU Cipta Kerja menguntungkan kalangan penguasa. Masyarakat yang sehari-harinya bekerja sebagai tenaga kerja merasa dirugikan dengan adanya undang-undang tersebut.

Juga dalam pembuatan undang-undang cipta kerja ini tidak mengalami proses penyerapan aspirasi masyarakat. UU No. 11 Tahun 2020 ini ada karena tengah mendapat moment yang pas, jadi kesannya dalam pembuatan undang-undang cipta kerja ini sangat terburu-buru.

Seharusnya jika dalam membuat undang-undang harus mengalami beberapa fase. Diantaranya adalah fase aspirasi masyarakat. Satu fase yang sangat penting sebenarnya, namun terlewat begitu saja.

Tujuan dibuatnya undang-undang ini sebenarnya berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia dengan kualitas yang memadai, yang memberikan keadilan bagi keseluruhan elemen masyarakat sesuai pada sila ke-lima dalam Pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun memang dalam praktiknya, suatu undang-undang yang dibuat ini bukan untuk keadilan sosial. Keadilan sosial yang dimaksud pada sila ke-lima Pancasila ini masih mempunyai syarat dan ketentuan yang berlaku.

Sebagai salah satu contoh pada Pasal 89 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Upah Minimum berdasarkan sektor wilayah. UU No. 11 Tahun 2020 yang menggantikan pasal tersebut memunculkan kekhawatiran bagi kalangan tenaga kerja. Karena jika melihat upah minimum berdasarkan wilayah, para tenaga kerja yang memang pada saat itu sudah mempunyai gaji yang lebih tinggi dari upah minimum menjadi risau. Perusahaan bisa saja mengambil atau merekrut karyawan baru dengan gaji yang sesuai dengan standar upah minimum yang telah ditentukan. Lalu jika hal itu terjadi, muncul kembali masalah publik terkait penambahan tingkat pengangguran di Indonesia.

Dari beberapa pasal yang dipermasalahkan masyarakat, akhirnya masyarakat menempuh jalur hukum dalam memperjuangkan hak-haknya. Sampai pada suatu keadaan, di mana hakim Mahkamah Konstitusi memberikan keputusan terkait peninjauan kembali Undang-Undang Cipta Kerja tersebut, yang tertuang dalam putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Sedikit ada ruang segar bagi para tenaga kerja yang merasa terlukai oleh pasal-pasal yang ada di Undang-Undang Cipta Kerja tersebut. Karena juga dalam putusan MK dijelaskan untuk melakukan perubahan undang-undang paling lambat dalam jangka dua tahun setelah keputusan dari Mahkamah Konstitusi ini dibacakan.

Dengan demikian, penyelenggaraan aspirasi dari masyarakat ini sangat penting dalam pembuatan undang-undang. Mengapa? Karena sejatinya undang-undang itu untuk semua pihak, bukan menguntungkan pihak atas atau merugikan pihak bawah, begitu pun sebaliknya.

Dan juga tentang sebuah gagasan atau konsep untuk saling komunikasi antara rakyat dan pemerintah merupakan langkah yang bisa diambil dalam menjalankan pembangunan Ketatanegaraan Indonesia ke arah yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun