Perkembangan dalam berbagai bidang pada zaman ini mengalami peningkatan termasuk dalam bidang teknologi digital. Perkembangan teknologi digital ini seperti menjadi komoditas utama bagi segala aspek kehidupan sehari-hari bagi masyarakat.Â
Hal ini bukan tanpa alasan, menurut ITU (International Telecommunication Union) pada tahun 2018, pengguna teknologi digital atau internet sudah mencapai 3,9 milliar dan pastinya akan mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Kebutuhan durasi untuk mengakses internet bagi masyarakat juga mengalami peningkatan mencapai 7 jam per hari termasuk dalam mengakses media sosial. Meningkatnya aktivitas masyarakat mulai dari orang dewasa bahkan hingga anak kecil dalam mengakses internet dalam waktu lama tersebut akan menimbulkan sebuah kebiasaan atau ketergantungan.
Masyarakat di dunia memiliki tujuan maupun alasan tersendiri seperti hanya untuk sekedar mencari hiburan, untuk mempelajari segala pengetahuan atau bahkan untuk menjadi wadah dalam berbisnis. Tidak heran dari perkembangan teknologi digital maupun pemaikaian masyarakat terhadap teknologi digital yang sangat pesat tersebut pastinya akan diikuti ancaman keamanan siber (cyber security)yang signifikan juga.
Salahsatu ancaman terhadap keamanan siber (cyber security) saat ini yaitu malware (malicious software) merupakan perangkat lunak yang berbahaya termasuk di dalamnya terdapat virus, worm, ransomware dan spyware.
Malware sendiri diaktifkan ketika pengguna internet menekan tautan atau web yang tidak jelas keamanannya. Dari beberapa jenis malware tersebut, ransomware merupakan paling berbahaya yang bekerja melalui metode enskripsi asimetri kriptografi yang menggunakan kunci atau kode untuk mengenskripsi dan mendekripsi file.
Sejarah pertamakali munculnya ransomware sendiri ditemukan di komputer milik seorang pekerja di suatu perusahaan asuransi di Belgia yang bernama Eddy Willems pada tahun 1989. Ransomware itu muncul setelah disket yang ada di komputer Eddy tersebut terkena virus dan terkunci bersamaan dengan munculnya pesan menuntut untuk membayar jika ingin komputernya kembali normal.
Dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat terhadap teknologi digital, membuat munculnya beberapa jenis serangan ransomware terhadap keamanan siber yaitu terdiri dari dua jenis, ada encrypting ransomware yang contohnya seperti wannacry yang melanda hampir di berbagai negara di dunia termasuk negara besar seperti Amerika Serikat dan bahkan negara kita Indonesia pada periode 2017-2018.Â
Contoh lainnya dari encrypting ransomware yaitu cryptowall, crypto locker dan locky.Â
Jenis kedua dari ransomware yaitu locker ransomware yang dimana serangan jenis ini dinilai mudah dideteksi maupun diatasi dibanding kasus ransomware lainnya. Namun, serangan locker ransomware ini dimana para peretas (hacker) berpura-pura menjadi otoritas hukum atau agen dari pemerintah yang mendeteksi dan mendenda korbannya karena melakukan aktivitas ilegal di internet.
Banyak negara-negara di dunia yang terkena kasus serangan ransomware ini. Laporan intelijen keamanan siber SonicWall dalam tema SonicWall Cyber Threat Report 2022, terdapat sekitar 623 juta yang terkena serangan ransomware secara global pada tahun 2021.Â
Sophos yang merupakan perusahaan yang mengembangkan sistem keamanan komputer juga merilis survei yang bertema State of Ransomware 2022 yang dimana mengungkapkan bahwa sekitar 66% perusahaan-perusahaan mengalami serangan ransomware pada kuartal akhir tahun 2021 dan untuk memulihkan data-data terenskripsi yang mengandalkan "backup" dibutuhkan waktu yang cukup lama dan mengalami proses yang sulit.
Untuk Indonesia sendiri, sudah menjadi hal lumrah dimana sebagai salahsatu negara dengan penduduk terbanyak di dunia ini sangat bergantung pada teknologi digital. Terhitung menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2020 yaitu sekitar 53,7% atau mencapai 196,7 juta.Â
Tidak heran jika Indonesia menjadi negara dengan kasus serangan ransomware yang rentan dan terbanyak di kawasan Asia Tenggara yang terdeteksi sekitar 1,3 juta kasus serangan ransomware.
Dari banyaknya kasus serangan ransomware di Indonesia, ada beberapa kasus besar dan penting yang terjadi di Indonesia yaitu kasus ransomware wannacry yang dialami oleh dua rumah sakit di Jakarta pada tahun 2017 lalu yang dimana hampir semua komputer di rumah sakit Harapan Kita dan RS Dharmais terdeteksi semua data terkunci dan mengganggu sistem teknologi informasi data kesehatan pasien.
Kemudian kasus baru yang tahun ini terjadi yaitu serangan ransomware dan juga kobocoran data yang dialami oleh Bank Indonesia (BI), yang sudah terkena sekitar 16 komputer dari beberapa cabang BI di Indonesia.Â
Hal tersebut diungkapkan oleh akun twitter intelijen dan investigasi Dark Tracker dan sudah menyebar hingga ratusan komputer dari cabang-cabang BI lainnya. Diketahui bahwa serangan ransomware terhadap Bank Indonesia diretas oleh geng Hacker Ransomware Conti yang berbasis di Rusia.
Dari beberapa kasus serangan ransomware yang terjadi khususnya di Indonesia tersebut di sebabkan karena lemahnya sistem keamanan komputer yang dimiliki perusahaan dan juga masih kurangnya sumber daya manusia yang memadai untuk menangkal serangan ransomware tersebut.Â
Selain itu, ransomware sendiri termasuk tipe Malware paling berbahaya yang dapat menyerang, mengunci bahkan menghancurkan data-data penting pribadi korban yang disebabkan karena kesalahan konfigurasi (misconfigurations), pemeliharaan yang buruk, aset maupun data yang tidak jelas atau tidak dikenal (unknown assets) dan juga kesalahan atau kecerobohan dari manusia itu sendiri (human error).
Sejak adanya penyebaran virus Covid-19, membuat semua aspek kegiatan masyarakat sehari-hari seperti kerja, belajar, bahkan belanja hanya dapat dari rumah. Pola segala kegiatan dari rumah inilah membuat masyarakat terus terfokus dengan teknologi digitalnya seperti handphone dan komputer untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
Namun disisi lain, sebagian masyarakat sebenarnya masih belum terlalu memahami terhadap teknologi digital saat ini. Dapat di buktikan jika sebagian masyarakat hanya asal menekan website atau tautan yang tidak tahu jelas keamanannya.
Jadi, mencegah terhindar dari serangan ransomware adalah hindari halaman web dan file atau dokumen yang tidak dikenal atau tidak resmi, kemudian backup data dan juga aktifkan firewall atau antivirus. Maka dari itu, kita sudah mencegah terjadinya serangan ransomware terhadap teknologi digital sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H