Sophos yang merupakan perusahaan yang mengembangkan sistem keamanan komputer juga merilis survei yang bertema State of Ransomware 2022 yang dimana mengungkapkan bahwa sekitar 66% perusahaan-perusahaan mengalami serangan ransomware pada kuartal akhir tahun 2021 dan untuk memulihkan data-data terenskripsi yang mengandalkan "backup" dibutuhkan waktu yang cukup lama dan mengalami proses yang sulit.
Untuk Indonesia sendiri, sudah menjadi hal lumrah dimana sebagai salahsatu negara dengan penduduk terbanyak di dunia ini sangat bergantung pada teknologi digital. Terhitung menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2020 yaitu sekitar 53,7% atau mencapai 196,7 juta.Â
Tidak heran jika Indonesia menjadi negara dengan kasus serangan ransomware yang rentan dan terbanyak di kawasan Asia Tenggara yang terdeteksi sekitar 1,3 juta kasus serangan ransomware.
Dari banyaknya kasus serangan ransomware di Indonesia, ada beberapa kasus besar dan penting yang terjadi di Indonesia yaitu kasus ransomware wannacry yang dialami oleh dua rumah sakit di Jakarta pada tahun 2017 lalu yang dimana hampir semua komputer di rumah sakit Harapan Kita dan RS Dharmais terdeteksi semua data terkunci dan mengganggu sistem teknologi informasi data kesehatan pasien.
Kemudian kasus baru yang tahun ini terjadi yaitu serangan ransomware dan juga kobocoran data yang dialami oleh Bank Indonesia (BI), yang sudah terkena sekitar 16 komputer dari beberapa cabang BI di Indonesia.Â
Hal tersebut diungkapkan oleh akun twitter intelijen dan investigasi Dark Tracker dan sudah menyebar hingga ratusan komputer dari cabang-cabang BI lainnya. Diketahui bahwa serangan ransomware terhadap Bank Indonesia diretas oleh geng Hacker Ransomware Conti yang berbasis di Rusia.
Dari beberapa kasus serangan ransomware yang terjadi khususnya di Indonesia tersebut di sebabkan karena lemahnya sistem keamanan komputer yang dimiliki perusahaan dan juga masih kurangnya sumber daya manusia yang memadai untuk menangkal serangan ransomware tersebut.Â
Selain itu, ransomware sendiri termasuk tipe Malware paling berbahaya yang dapat menyerang, mengunci bahkan menghancurkan data-data penting pribadi korban yang disebabkan karena kesalahan konfigurasi (misconfigurations), pemeliharaan yang buruk, aset maupun data yang tidak jelas atau tidak dikenal (unknown assets) dan juga kesalahan atau kecerobohan dari manusia itu sendiri (human error).
Sejak adanya penyebaran virus Covid-19, membuat semua aspek kegiatan masyarakat sehari-hari seperti kerja, belajar, bahkan belanja hanya dapat dari rumah. Pola segala kegiatan dari rumah inilah membuat masyarakat terus terfokus dengan teknologi digitalnya seperti handphone dan komputer untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
Namun disisi lain, sebagian masyarakat sebenarnya masih belum terlalu memahami terhadap teknologi digital saat ini. Dapat di buktikan jika sebagian masyarakat hanya asal menekan website atau tautan yang tidak tahu jelas keamanannya.
Jadi, mencegah terhindar dari serangan ransomware adalah hindari halaman web dan file atau dokumen yang tidak dikenal atau tidak resmi, kemudian backup data dan juga aktifkan firewall atau antivirus. Maka dari itu, kita sudah mencegah terjadinya serangan ransomware terhadap teknologi digital sendiri.