Mohon tunggu...
Enok Roswati
Enok Roswati Mohon Tunggu... Guru - PNS, Penulis, Pebisnis

Hal terindah adalah dapat memberikan kebermanfaatan untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Perjuangan Menggapai Cinta Anak Didikku"

6 Februari 2022   12:30 Diperbarui: 6 Februari 2022   12:32 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di hari pertama menjadi guru mereka, dengan terang-terangan mereka menolak kehadiran Malika. Entah tontonan darimana hingga aksi mereka meludahi Malika, menjadi hal lucu bagi mereka. Hari berikutnya, Malika harus memanjat pohon jambu untuk mengambil sandal mereka yang sengaja disangkutkan, seringkali mereka menyembunyikan sandal atau sepatu Malika, pernah pula dengan trik jahilnya, Malika dikunci disebuah ruangan namun dengan kecerdikannya, Malika akhirnya bisa keluar dari ruangan itu. Pernah pula, ketika Malika diminta membuatkan minuman oleh Kepala Sekolah untuk tamu yang datang, mereka menjahili dengan menaburkan garam pada minuman itu.

Banyak lagi ulah mereka lainnya, menghiasi guru muda ini. Setiap ulah yang mereka lakukan, akan diakhiri dengan MA (Mendengar Aktif) suatu metode yang dilakukan ketika anak didik melakukan kesalahan tanpa harus mencap dan menghakimi mereka. Mereka diminta mengeluarkan pendapatnya, memberi nama untuk perasaan mereka, hingga akhirnya mereka paham dan mengakui kesalahan yang telah dilakukan. Dengan begitu seorang anak akan merasa dihargai dan dihormati, mereka pun akan jera untuk tidak mengulangi kesalahannya.

Kasih sayang seorang Malika begitu besar untuk kedua anak didiknya. Hingga akhirnya Malika akan tertawa sendiri jika mengingat alasan mereka melakukan setiap ulahnya. Setelah harinya berakhir dengan kedua anak itu, rasanya dunia Malika kembali normal.

"Door...door...door..." Malika mencoba mencari perhatian dari kedua bocil itu, tapi mereka tak bergeming sama sekali. Sedikit mengintip dari lubang angin, membuat Malika tersenyum sendiri. Ternyata kedua anak itu sedang main air bersama. Gedoran pintu yang begitu keras, tidak mereka hiraukan selain tidak terdengar bagi meraka, juga keasyikan bermain air-lah yang membuat mereka mengabaikan gedoran pintu tersebut.

Malika terus mengawasi dari lubang angin, khawatir mereka melakukan sesuatu yang berbahaya. Mengingat diujung kamar mandi ada cairan pembersih, khawatir mereka memainkannya. Berbagai cara dilakukan untuk mencari perhatian mereka. Pintu kamar mandi yang dislot dari dalam membuat Malika kesulitan membukanya. Terlintas untuk mendobrak tapi pintunya terlalu kuat. Sudah hampir 30 menit mereka berada di dalam kamar mandi.

Saat ini anak-anak yang lain sudah masuk ke kelasnya masing-masing, tinggallah Malika seorang diri mencari cara membuka pintu itu. Kamar mandi ini terpisah dari gedung utama sekolah sehingga akan sulit menemukan orang lain berlalu lalang. Jika mencari bantuan, khawatir mereka tidak ada yang mengawasi. Tidak ada pilihan lain, akhirnya Malika berbalik hendak mencari bantuan. Langkah kakinya terhenti, ketika mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka.

"Mbuuu..." ucap Avi dengan bibir yang gemetar menghentikan langkah Malika. Avi keluar disusul Alfa masih mengenakan baju yang basah kuyup. Bahagia karena akhirnya mereka telah keluar juga dari agenda main airnya. Kesal, cemas dan lucu melihat mereka seperti anak ayam kecebur di got bercampur jadi satu bagi Malika. Segera Malika menghampiri mereka berdua.

"Sudah main airnya?" tanya Malika dengan mensejajarkan tingginya. Avi dan Alfa adalah anak kelas 1 SD, dua anak yang memiliki dunia yang sama, jika mereka bertemu seperti panci dengan tutupnya yang tidak bisa dipisahkan. Tangan dan kaki mereka sudah keriput, bibir mereka yang sudah biru, belum lagi baju mereka yang basah kuyup. Mereka diam menunduk, sorot mata Malika menelisik seolah meminta penjelasan. Avi dan Alfa mereka saling melirik, lirikan mata mereka seolah merencanakan sesuatu. Jari Avi seolah sedang berhitung satu, dua, tiga tanpa diketahui Malika.

"Bruuk..." ternyata mereka mendorong bahu Malika secara bersamaan membuat Malika tercengkal ke belakang hingga ambruk. "Aaww... Avi... Alfa... jangan lari... ganti baju dulu... " teriak Malika melihat mereka berlari.

"Bleweee..." Avi dan Alfa menjulurkan lidahnya mengejek Malika yang terjatuh, kemudian berlari sekerasnya. "Argh... dasar bocil... awas ya..." teriak Malika segera mengejar kedua anak didiknya. Malika mengerahkan tenaga sisanya berhubung belum sempat makan siang, mengejar kedua bocah itu menuju gerbang sekolah. Melihat ada satpam sekolah melintas, spontan Malika meminta bantuan.

"Bapak Satpam tolong tangkap mereka..." satpam yang sedang melintas segera berbalik dan berhasil menangkap kedua bocil tersebut. "Ayo, mau kemana lagi nih..." ucap Pa Satpam yang sudah sangat hapal dengan kedua bocah ini. "Kasihan tuh, bundanya harus lari-lari ngejar kalian" nasihat Pa satpam yang seolah angin lalu bagi dua bocil itu. Untung saja mereka masih kelas 1 dengan porsi tubuh mereka yang masih mungil memudahkan Pak satpam menangkap mereka, tapi tetap saja energi mereka yang tidak ada habisnya seperti batrai alkaline, membuat Malika kewalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun