Walaupun Tari merasa tidak enak dengan Vivi, tapi alhamdulillah hubungan mereka tetap baik selama di sekolah. Namun, seminggu setelah perdebatan antara Tari dan Rangga, gara-gara Rangga memutuskan Vivi. Rangga tidak pernah main lagi ke rumah Tari. Mama Tari merasa kehilangan sosok Rangga yang biasanya mewarnai rumah mereka dengan tingkah lucunya atau sosok yang dengan siap sedia menghabiskan makanan yang ada di rumah Tari, kini sudah lama tak terlihat batang hidungnya. Tidak hanya Mamanya, jauh dilubuk hatinya Tari merasa kehilangan sosok sobat kentelnya ini. Secara teman laki-laki yang bisa dekat dengan Tari hanyalah sosok Rangga. Tari memang tidak terlalu dekat dengan teman laki-laki, baginya menjaga jarak jauh lebih membuatnya nyaman.
      Hingga pada suatu sore menanti saatnya berbuka Rangga mengetuk pintu rumah Tari. Rangga datang dengan muka lusuh, sorot matanya menyiratkan kesedihan dan kekecewaan yang luar biasa. Spontan Tari ketawa ngakak seolah tak bisa ditahan. "Hahaha... kenapa itu mukanya Rangga ganteng jadi gak ganteng lagi. Ups... hahaha... seminggu ga muncul, sekarang muncul dengan muka zombi hahaha..." goda Tari.
      "Ejek aja terus... ketawa aja terus sana, temen lagi sedih dosa Tari diketawain!" tutur Rangga dengan kesalnya. Spontan Tari menutup mulutnya. "Maaf... emang kenapa sih? Abis dimarahin ibu ya... atau dimarahin bapaknya Vera anaknya dibawa main terus... ehm atau ga ada duit buat malming mau ngajak cewek mana lagi buat ngedate?" cerocos Tari. Rangga hanya tertunduk, seperti hilang kata-kata untuk membalas ucapan Tari. Perlahan jiwa sensitif seorang Tari akhirnya tumbuh juga, menyadari ada hal lain dari Rangga, Tari mulai melembutkan suaranya. "Ehm.. kamu kenapa, Ga?" suara Tari mulai melunak.
      "Kamu benar Tar... kamu pernah bilang apa yang kita lakukan hari ini, akan balik lagi akibatnya pada kita suatu hari nanti. Karma itu ada, walaupun kita menolaknya. Mungkin, saat inilah aku rasa kata-kata kamu itu menjadi kenyataan." Ucapan Rangga terdengar serius.
'Ada angin apa kata-katanya kali ini terdengar bijak, ya kali... baru kali ini Rangga serius' bisik Tari dalam benaknya. Tapi kali ini Tari malah sedikit lola (loading lama). "Maksud kamu apaan sih, Ga? Hehehe... aku gak ngerti..." ucap Tari sembari senyum simpul. "Ikh... dasar lola, omongan kamu sendiri engga ngerti, gimana sih?" protes Rangga.
"Yeah... koq kamu sewot sih, terserah aku dong... mau ngerti atau engga, lagian aku udah lupa kapan aku ngomong gitu, yang aku ingat kata-kata itu aku ambil dari kutipan buku hehehe..." sahut Tari tak mau kalah. "Tar... kamu mau dengerin aku gak? Aku mau curhat nih, tapi jangan diketawain ya..." pinta Rangga memelas. "Iya aku mau dengerin... duduk situ aja, pegel juga dari tadi berdiri!" suruh Tari. Mereka akhirnya duduk di kursi yang ada di teras bersebelahan. Tari bersiap mendengar semua keluh kesah dari sobatnya. Hingga suasana terasa hening untuk beberapa saat.
"Engh... Tar, aku diputusin ama si Vera." Ucap Rangga sangat pelan yang masih bisa terdengar oleh Tari. 'Ya elah nih anak mukanya seolah-olah sedih banget ya, biasanya kan hilang satu tumbuh seribu. Tumben amat dia sedih diputusin cewek' pikir Tari dalam batinnya. Walau sedari tadi menahan tawanya, akhirnya pecah juga.
"Ha... ha... ha... cowok playboy cap kutu kupret akhirnya mengalami diputusin sama cewek... lucu juga" ejek Tari masih dengan binar kebahagiaan di matanya seolah puas melihat sobatnya yang sedang sedih.
"Tar, kamu boleh ketawa... kamu boleh ngejekin aku apa aja, tapi please Tar, kali ini kamu pakai tuh jiwa perempuan kamu. Look at me, kali ini aku lagi sedih, aku kecewa, aku masih cinta sama dia. Disaat aku masih cinta-cintanya sama dia, kamu bayangin aja tanpa ada angin atau hujan tiba-tiba kita diputusin. Nyesek ga tuh? Jujur Tar, aku ga mau kehilangan dia..." tanpa disadari di akhir katanya Rangga menangis bersimpuh dipangkuan Tari. Tentu saja Tari dibuat kikuk dengan sikap Rangga yang tiba-tiba. 'Apa segitunya ya sakit hati karena yang namanya cinta... untung aja aku belum buka hati ini untuk jatuh cinta. Jadi takut aku kenalan yang namanya cinta... ish Tari ngomong apa sih!' Tari berbicara pada diri sendiri mencoba menepis apa yang difikirkannya.
"Ga, kalau mau minta surga bukan di kaki aku. Tapi di kaki ibu kamu, pulang sana. Jadi, ga usah nyembah kayak gini" canda Tari disela tangis Rangga. Yaelah ada playboy nangis. "Kamu tuh gimana sih Tar, aku juga tau kalau surga itu di bawah telapak kaki ibu. Temen lagi sedih juga, bukannya dibantuin malah diledekin mulu." kali ini Rangga benar-benar kesal melayani candaannya Tari.
"Duh... jadi marah. Iya deh sorry, emang kenapa kamu bisa putus?" tanya Tari pada akhirnya kepo juga. "Vera bilang aku terlalu baik untuknya. Alasan klasik kan!" Rangga menghela nafasnya menyandarkan dirinya di kursi sambil menatap langit-langit rumah di teras itu. "Sebenarnya aku juga tau, kalau dia minta putus sama aku, hanya karena dia ingin balik lagi dengan cinta pertamanya" ucapnya datar.