Saya sangat terkejut ketika cerpen saya "Mengapa Perempuan Itu Melajang?" dimuat kompas.id pada Rabu, 16 Oktober 2024 lalu. Saya baru mengetahuinya malam Minggu, 27 Oktober 2024 (terhitung sekitar dua minggu dari penayangan) setelah melihat postingan di Facebook soal kabar pemuatan cerpen koran di grup Sastra Minggu.Â
Saya lempar link cerpen tersebut di sini:
https://www.kompas.id/baca/sastra/2024/10/15/mengapa-perempuan-itu-melajang
Pantas saja sepanjang bulan Agustus dan Oktober tak ada email masuk. Biasanya cerpen-cerpen yang ditolak Kompas, akan dikirim pemberitahuan lewat email.Â
Saya khawatir, apa jangan-jangan saking buruknya cerpen yang saya kirim sampai redaktur Kompas tak membacanya? Karena, dulu, naskah-naskah awal yang saya kirim ke Kompas tak pernah menerima balasan. Saya menyangka naskah-naskah itu sangat buruk sampai tak dibaca sama sekali.Â
Saya percaya diri mengirim cerpen ke Kompas karena Kompas sudah mempunyai cerpen digital, kompas.id. Banyak nama-nama baru yang cerpennya bisa terbit di kompas.id. Kompas benar-benar tidak memandang latar belakang penulisnya (sastrawan atau bukan) tetapi memandang karya itu sendiri.Â
Penulis mana pun bisa menerbitkan cerpennya di Kompas asalkan cerpennya benar-benar berkualitas.Â
Ketika kabar penolakan cerpen masuk ke email saya, tak sedikit sastrawan yang namanya sudah kondang turut serta cerpennya ditolak.Â
Karenanya, saya sangat bangga dan senang sekali ketika cerpen saya bisa terbit di Kompas. Bisa bersanding dengan cerpen-cerpen sastrawan yang saya kagumi. Atau, setidaknya, saya yang selalu minder dengan cerpen sendiri jadi percaya diri dan merasa bahwa, lambat laun dengan terus belajar, saya bisa menciptakan cerpen yang berkualitas.Â
Saya akan menuliskan beberapa langkah agar cerpen kita bisa terbit di Kompas. Tetapi sebelumnya, saya ingin bercerita soal cerpen saya yang kemarin terbit.Â