Mohon tunggu...
Rosul Jaya Raya
Rosul Jaya Raya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pasca Sarjana

Pembaca sastra (novel; cerpen; esai), pendengar kajian filsafat dan musik, penonton kearifan lokal; sepak bola timnas Indonesia; kartun, pemain game Mobile Legends. Instagram: @rosuljayaraya24

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kupu-kupu Biru

17 Agustus 2024   15:34 Diperbarui: 17 Agustus 2024   16:49 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemudian tubuh seksinya dilahap cahaya kebiruan. Moksa; kembali menjelma kupu-kupu. Mengepakkan sayap; menjauhi rumah makan ini. Meski keindahan perempuan itu sudah menjauh dari bola mataku, tapi bayangnya tetap tertinggal di ingatanku---tak kunjung sirna. Menumbuhkan perasaan, yang sama, yang sama, sebagaimana pada Dewi Sri dahulu kala. 

Ah, sial! Aku tak mampu menangkap kedua pencuri hatiku itu.

Ketika aku menyapukan pandangan ke sekeliling, serta-merta aku terperanjat dan kebingungan. Para pelanggan perempuan, pelayan perempuan, serta kasir perempuan, warna kulit mereka berubah hitam serupa jelaga, keseksian tubuh mereka (pada payudara dan bokong dan bodi) mengempis, wajah mereka kosong: tanpa mata tanpa hidung tanpa bibir, rambut mereka memutih dan awut-awutan. 

Syahdan, aku tak mampu menatap rupa buruk mereka berlarut-larut. 

Sekonyong-konyong, aku bangun dari tidur lalu muntah-muntah tatkala memandang Sekar Dara.

Sepanjang perjalanan ke sekolah dasar Mirna (anak keduaku dan Sekar Dara yang berumur delapan tahun) mimpi semalam dan kejadian muntah-muntah tadi pagi terus terngiang-ngiang. Dua kali, pagi ini aku muntah-muntah. Bukan karena aku merasa tak enak badan. Aku merasa badanku sehat. Muntah-muntah yang pertama ketika bangun tidur---di atas kasur, dan muntah-muntah yang kedua---di depan pintu rumah---ketika berpamitan: hendak berangkat mengantar Mirna lalu ke kampus; seusai mencium kening Sekar Dara.

***

"Setelah wisuda nanti, aku akan segera menikahimu, Sri."

"Ya, aku menunggu momen bahagia itu, Damsi." 

Janjiku yang ulang-alik aku ucapkan pada Dewi Sri, tak pernah tergapai. Kisah cinta kami hanyalah semburat kenangan. Kami tak bisa hidup bersama karena keluargaku tak sepakat aku menikah dengan orang yang bukan serumpun. 

Merepotkan menyatukan dua adat dalam perhelatan pernikahan nanti dan menghabiskan banyak biaya, dalih keluargaku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun