Cerpen-cerpen yang saya baca kebanyakan mengandung kalimat efektif tanpa kata berulang-ulang. Jarang ada kata pengulangan yang mengganggu. Mulanya saya berpikir kalau cerpen yang baik itu ditulis menggunakan paragraf dengan kata tanpa pengulangan, tapi setelah saya bertabrakan dengan kenyataan pemenang Nobel Sastra 2023 bernama Jon Fosse dari Norwegia yang banyak menulis dengan susunan kata bertele-tele memakai beberapa pengulangan, membuat pikiran saya kacau soal apakah kata berulang-ulang dalam karya sastra khususnya cerpen itu jelek?Â
Saya belum mengakses buku Jon Fosse sama sekali, tapi saya membaca beberapa ulasan dari blog The New York Times soal karya-karyanya dan kutipan tulisannya dari novel The Other Name. Septology I-II dari blog The Nobel Prize.Â
Kemudian saya akan membicarakan kaitan tulisan ini dengan ucapan Adam Z. Levy dari penerbit Transit Books yang menerbitkan karya prosa Jon Fosse sebagai berikut: "Buku-bukunya (Jon Fosse) memiliki kualitas yang sangat menyentuh. Kalimat-kalimatnya berulang, bertele-tele, dimulai di satu tempat lalu kembali ke tempat itu di beberapa titik, seperti berputar keluar."Â Â
Akan saya tuliskan tiga kutipan novel The Other Name. Septology I-II berikut:Â
I think, it's time to put it away, I don't want to stand here at the easel any more, I don't want to look at it any more, I think, and I think today's Monday and I think I have to put this picture away with the other ones I'm working on but am not done with,
say, and he says, a little embarassed, yes I do do that, fair's fair, he says, and I think I shouldn't have said that, sleik doesn't want to accept money or anything else from me,
right at the midline I can see waves out there in the darkness and I see myself sitting there looking at the waves and I see myself walking over to my car where it's parked in front of The Beyer Gallery,
Lebih lengkap bisa dibaca di sini: https://www.nobelprize.org/prizes/literature/2023/fosse/prose/
Banyak penulis mengulang-ngulang kata yang sama dalam satu paragraf karena minim kosakata atau tidak pandai menyusun kalimat. Lantas apakah kita katakan kalau Jon Fosse (yang sudah menulis sejak umur 12 tahun dan sudah 10 tahun masuk nominasi Nobel Sastra) minim kosakata atau tidak pandai menyusun kalimat? Tentu saja tidak! Model tulisan dengan kata berulang-ulang seperti itu adalah ciri khas dari Jon Fosse.Â
Jon Fosse tetap bisa meneror mental dan membangun kekuatan psikologis dengan menarasikan suara-suara samar, meski ditulis berulang-ulang sampai bertele-tele. Apakah kita mampu ke posisi itu? belum tentu dan barangkali tak akan mampu! Tapi apakah seseorang tidak boleh meniru gaya kepenulisan dengan kata berulang-ulang dalam sastra khususnya cerpen? Tentu boleh-boleh saja. Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!