Mohon tunggu...
Rosul Jaya Raya
Rosul Jaya Raya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa STAI Syaichona Moh. Cholil Bangkalan

Membaca adalah bagian dari hidup saya, terutama karya-karya sastra.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bagaimana Cerpen Bagus yang Semestinya Kita Tuliskan?

20 Juli 2024   13:28 Diperbarui: 20 Juli 2024   13:43 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau saya ditanya cerpen seperti apa yang bagus? Maka saya akan bingung menjawabnya, karena dari banyak cerpen yang saya baca di banyak media: taruhlah seperti Kompasiana, Kompas, Jawapos, Tempo, atau bahkan cerpen Facebook dan Wattpad, dengan penilaian personal saya yang pas-pasan soal sastra, saya dapat menilai cerpen A sangat bagus, cerpen B biasa saja, dan cerpen C lumayan, sementara cerpen D bagus.

Kemudian apakah cerpen yang bagus itu harus mempunyai setting yang semisal di Paris, atau New York, atau Amsterdam, atau Tokyo, dan semacamnya pada kota-kota indah yang sulit kita jangkau, tapi dilabeli indah oleh banyak kalangan sehingga kita memaksakan membuat cerpen yang berlatar sebagian tempat yang saya sebutkan itu? 

Oh, tentu saja tidak! Buktinya Orhan Pamuk, sastrawan Turki yang mendapuk hadiah Nobel Sastra 2006, selalu menuliskan tentang satu kota (kelahirannya dan dia dibesarkan), yaitu Istanbul dalam setiap karyanya. Satu setting yang dituliskan berulang-ulang dengan pandangan berbeda-beda soal kondisi sosial, budaya, politik, atau sejarah, dalam setiap karya sastra yang diciptakan Orhan Pamuk juga menyajikan karya yang bagus.

Oke, kita beri contoh sastrawan lokal, misalnya Pramoedya Ananta Toer menuliskan kumpulan cerpen tentang Blora (kota kelahirannya) tetap menelurkan karya yang bagus. Atau Andrea Hirata yang menuliskan tentang Belitong dalam berbagai karyanya, tetap menciptakan karya-karya yang bagus. Dan masih banyak contoh lainnya, sampai sini disimpulkan bahwa bukan setting dengan kota-kota indah tolak ukur kebagusan karya sastra. 

Lantas apa? Apakah dengan model penceritaan yang rumit, alur yang dibelok-belokkan agar sulit dimengerti menjadi ukuran cerpen yang bagus? Tentu saja pandangan ini lebih buruk lagi! Lihatlah cerpen "Sumur" Eka Kurniawan tetap bagus dan mudah dimengerti. Atau "Sepotong Senja Untuk Pacarku" Seno Gumira Ajidarma, adalah cerita yang mudah dipahami dan tentu saja bagus. 

Atau apakah cerpen yang bagus harus mengandung tema kritik sosial, politik, budaya, atau menyajikan sejarah? Atau tema lainnya yang berat-berat? Hey, lagi-lagi itu bukan ukuran! Buktinya cerpen-cerpen Ahmad Tohari banyak yang mengandung tema sederhana bahkan terlalu sederhana sekalipun, tentang kedesaan dan orang-orang terpinggirkan. Lihatlah cerpen sederhana "Anak Ini Mau Mengencingi Jakarta" dan "Mereka Mengeja Larangan Mengemis" cerpen yang bertema sederhana tapi mengandung banyak makna itu menjadi cerpen pilihan Kompas. 

Barangkali cerpen bagus seperti yang dituliskan sastrawan dunia, seperti Ernest Hemingway, Etgar Keret, Yasunari Kawabata, Haruki Murakami, Leo Tolstoy, Gabriel Garcia Marquez, dan sebagainya. Tidak juga! Kadang kali ada karya sastrawan lokal yang dapat menandingi karya (yang orang-orang sebut) sastrawan dunia.   

Atau cerpenis senior yang sudah diakui secara nasional misalnya Putu Wijaya, Budi Darma, atau Seno Gumira Ajidarma. Dan tentu saja ini juga tak bisa dijadikan ukuran. Buktinya Seno Gumira Ajidarma pernah menjadi juri lomba cerpen yang pesertanya generasi muda dan dia memuji betul-betul cerpen-cerpen yang dilombakan, dengan kebagusan unsur estetiknya, kedalam penokohan, kedalaman tema, gaya bahasa, dan semacamnya. 

Lantas bagaimana cerpen bagus yang semestinya kita tuliskan? Seperti ini saya memberi jawaban dari berbagai pertimbangan di atas!

Cerpen yang Bagus Lahir dari Penulis yang Sudah Membaca Beragam Cerpen Karya Sastrawan, Baik Sastrawan Lokal atau Sastrawan Dunia, Baik Sastrawan Senior atau Generasi Muda

Menulis (termasuk cerpen) bukanlah pelajaran yang bisa dikuasai beberapa kali duduk di ruang seminar tips-tips menulis. Menulis bukanlah pelajaran sesaat, tapi pelajaran seumur hidup. Seorang penulis harus terus belajar seumur hidup untuk dapat menghasilkan karya luar biasa. 

Menulis juga merupakan hasil dari pengaruh membaca. Pengaruh dan yang dipengaruhi itu berkelindan dalam dunia kepenulisan karya. Semua sastrawan besar, adalah manusia yang sangat getol membaca, bukan hanya menulis saja. 

Taruhlah contoh Chairil Anwar mengapa begitu luar biasa puisi-puisinya sampai menjadi Pelopor Angkatan 45? Karena Chairi Anwar membaca sajak-sajak R.M Rilke (Jerman), H. Marsman (Belanda), E. du Perron (Belanda), J. Slauerhoff (Belanda) dan sebagainya. Atau contoh Pramoedya Ananta Toer yang terpengaruh Maxim Gorky, John Ernest Steinbeck, dan lainnya. 

Saya ungkapkan dua contoh lagi! 

Pertama, Budi Darma dalam karyanya Olenka. Pada halaman terakhir kita bisa melihat 54 referensi dari tulisan Olenka-nya yang sebagian besar diambil dari kayra para sastrawan dunia. Ini menunjukkan betapa banyaknya Budi Darma membaca. 

Kedua, Eka Kurniawan yang banyak menulis esai, jurnal, atau catatan pribadi tentang komentarnya yang dia tulis soal beragam karya yang dia baca. Saat saya membaca tulisan-tulisan Eka Kurniawan itu, saya berpikir: bahwa sudah banyak sekali karya sastrawan dunia yang dia baca sehingga saya tak heran kalau karya sastra yang dia ciptakan tentu bermutu (meski penilaian ini subjektif menurut saya, tapi setidaknya menurut ukuran banyak orang sebagaimana yang saya sampaikan soal karya Eka Kurniawan dengan bukti beragam menerima penghargaan sastra skala nasional atau internasional).   

Masih banyak contoh sastrawan lainnya yang terpengaruh dari hasil mereka membaca karya sastra sastrawan lain, atau hasil membaca apapun yang dapat memperkayanya dalam menulis (termasuk cerpen) seperti berita, jurnal, artikel, esai, atau buku biografi, sejarah, politik, budaya, ekonomi, sosial, filsafat, psikologi, dan buku-buku yang membahas tema lainnya.

Saya tidak perlu menyimpulkan, karena saya yakin pembaca dapat menyimpulkan oret-oretan saya ini. Saya hanya katakan: jika ingin menciptakan karya cerpen yang bagus, maka perbanyaklah membaca cerpen-cerpen dari berbagai sastrawan! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun