Mohon tunggu...
Rosul Jaya Raya
Rosul Jaya Raya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa STAI Syaichona Moh. Cholil Bangkalan

Membaca adalah bagian dari hidup saya, terutama karya-karya sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Bagai Kali Menghanyutkan Benda-Benda

28 Juli 2023   16:53 Diperbarui: 28 Juli 2023   17:00 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah kami menyerahkan uang, langsung berlari, "hati-hati! Jangan dekat-dekat jalan, bahaya! Banyak motor dan mobil kencang-kencang," perhatian Paman Hendra sebagaimana ayah kepada anaknya itu lekas dijawab Badrus, "kami ingin menyusul ayah mencari belut."

Ayah Badrus, Pak Asep seperti Paman Hendra, sama-sama perantau. Dia datang dari Subang. Berdagang bubur sumsum keliling profesinya dan aku suka membeli. Bubur sumsum berwarna hijau dengan candil, mutiara, santan yang manis dan dingin kalau melewati tenggorokanku, wiiihhh, nikmat sekali.

Tetangga-tetanggaku juga dari daerah yang jauh, dari Kuningan, Medan, Madura, Ambon. Ada yang berjualan gorengan, siomay, sate, es cendol, batagor, kerja sebagai pegawai. Lalu orang-orang itu tak pernah lagi kujumpai, hanyut terseret waktu.

Tanah pinggir jalan raya yang menjorok menurun miring ke kali, di bawah sana di lumpur kali banyak lubang-lubang belut, Pak Asep memegang senar pancing. Dengan melepas sandal, kami akan turun memburu belut di tepi-tepi kali itu.

Tepi-tepi berlumpur itu hanyut terseret waktu. Sekarang hanya ada beton-beton pembatas yang memanjang di pinggir kali. Sebelum pergi meninggalkan kota ini, kulihat alat mengambang seperti kasur kotak yang di atasnya bisa menampung satu mobil beko berlayar di atas kali dan bagian beko yang seperti tangan bengkok itu dengan bucket-nya mengeruk lumpur kali, begitu banyak, lalu menaikkan dan menaruhnya di pinggiran. Itu yang melenyapkan lumpur-lumpur tempatku berpijak saat mencari belut.

"Jangan terlalu ke pinggir Andrian," waktu itu aku berada di haluan perahu ---bagian itu bisa menjadi buritan jika perahu bergerak ke arah sebaliknya. Aku mengerti, aku duduk kembali di bangku penumpang, aku hanya melihat air yang dibelah perahu ini.

"Kau tidak ingat dulu pernah tercebur?" ya, aku ingat Paman.

"Saat umurku 7 tahun Paman?"

"Iya, untung kau bersama ayahmu. Dia langsung melompat ke kali kayak Superman," aku mengingat-ngingat, "kau tahu saat mabuk ikan?" aku mengangguk, "seperti itulah dia melompat. Kau pasti tak memperhatikan. Kau terus menangis. Alhamdulillah kau selamat, sehat. Hanya pingsan sebentar sebab tersedak banyak air."

Ketika perahu sampai di tengah, ayah akan melompat seperti Superman, menggenggam jaring ikan yang besar. Aku menjaga ember di haluan perahu. Happ, ikan terjerat, ayah berenang mendekat, lalu memasukkan ikan mabuk ke dalam ember. Tugasku kemudian menutupnya dengan tripleks.

Aku heran, setiap tahun atau kadang satu tahun dua kali, ikan-ikan akan nongol di permukaan kali. Ada yang mengambang tanpa nyawa, ada yang menggelepar-gelepar, ada yang kepalanya muncul di permukaan. Ini fenomena tahunan. Kata mamah, "mungkin ada orang yang mengebom kali dengan racun, sehingga ikan-ikan pada mabuk."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun