Mohon tunggu...
Rossy Vidian Sari
Rossy Vidian Sari Mohon Tunggu... -

I positioned myself to be able to choose, Choose what i want to do, Choose what the best for me. Choose to be happy, Choose to be who i want to be. I respect good attitude, manner and intellectual thoughts, I love spontaneity, craziness and unexpected ideas. you could see me as a girl with deep passion in very unique character, not typical - SIMPLE, but too complicated to know in the short time

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiga Puluh Lima Tahun yang Lalu

19 Februari 2013   08:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:03 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tiga puluh lima tahun yang lalu
Jakarta, 8 February 2013

Kurekatkan jari jariku di jemari nya.
kami berdansa di pesta ini.
pesta pernikahan kami
aku letakkan kepalaku dibahunya..
rasanya masih sama

lagu linger dari cranberries yang dipilhkan Yana mengalun mengiringi langkah kaki kami yang sudah tidak sekokoh dulu lagi.
sungguh indah..aku masih tersenyum tak percaya

Aku menyebutnya tertunda..
karena memang begitu adanya
takdir telah membawa kami kembali bersama
tak pernah kami rencanakan
tak pernah lagi kami pikirkan
sekalipun di mimpi terdalam kami.
walau kami tak lagi muda
walau kami kini tak lagi belia.

kusentuh wajahnya dengan jari jariku
masih sama, hanya saja tidak lagi muda
dia tersenyum dan mencium tanganku yang menyentuh wajahnya.
dia tertawa ..sama seperti aku yang seolah tak percaya, tampak rona haru diujung matanya
dia meneteskan air mata
takdir telah kembali menyatukan kami
Jakarta, 29 January 2013

Tepat tujuh tahun yang lalu aku kehilangan mas Pram, lelaki yang kucintai
lelaki yang kunikahi
lelaki yang menjadi ayah terhebat bagi kedua putri kami
dia meninggalkanku dalam ketenangan dan kedamaian
sungguh aku ikhlas membiarkan dia pergi
sungguh aku rela dia bahagia disana
tak kuasa lagi aku mendengar rintihannya yang pilu,
tubuhnya habis dimakan penyakit itu..
walau mas Pram selalu tersenyum kepada kami
aku tahu dia menahan sakit yang luar biasa

Mas Pram dia imamku, dia cinta dalam hidupku..
aku bertemu dengannya tak kurang dari 32 tahun yang lalu
di bangku kuliah, dia datang membawa cinta dan kedamaian untukku
saat itu aku hanya anak daerah yang kesepian
hatiku hancur karena aku mencintai orang yang harus aku tinggalkan
tapi kehadiran Mas Pram yang merupakan kakak kelasku mengganti semua rasa itu
hingga aku yakin bahwa memang dia yang tuhan pilihkan untukku.

Bahtera yang kami arungipun penuh ridho dari Ilahi
kami dikaruniai Yana dan Yani yang sangat cantik, merekalah yang menjadi bidadari dalam hidupku
kini, disini aku duduk sendiri..
dirumah yang besar ini, hanya ada aku Yana dan ibuku yang sudah sangat tua

Aku kembali melipat kain pemberian Mas Rama, aku sedang mempersiapkan pernikahanku...
kali ini kucoba menutup kenangan tentang mas Pram
aku memeluk erat fotonya, air mataku menetes. aku hanya ingin kembali menikmati kebahagiaan itu mas...
maafkan aku, aku akan selalu mencintaimu suamiku...
Palembang 2 September 2012.

"Papa..ada telepon dari tante Ayu, ini pa..."

Tantra memberikan handphone itu ke ayahnya

" Ya halo.." suara mas Rama sangat lemah, terdengar kesedihan yang mendalam di suara itu.
" Mas, saya turut berduka cita...atas meninggalnya Mba Ratri. Mas yang kuat ya..." aku pun tak kuasa menahan tangis
Mba Ratri sudah seperti kakakku sendiri, "Yang kuat ya mas..." terdengar dikejauhan mas Rama menangis, aku tahu pasti rasa itu
rasa ketika orang yang sangat kau cintai pergi tak kembali.

"Iya, Ayu..terima kasih ya..doakan saya dan anak anak kuat menghadapi cobaan ini, kamu tahu kan..kami sangat mencintai Ratri" terdengar di kejauhan Mas Rama menangis.

Mba Ratri, istri mas Rama sudah 4 bulan ini dirawat di RS Mt. Elizabeth Singapore, kondisinya semakin menurun dari waktu ke waktu
aku selalu menanyakan kabar mereka ke putra bungsu mas Rama.
hingga tiga hari yang lalu aku mendengar mba Ratri telah pergi ke haribaan Ilahi.
aku mencoba menghubungi Mas Rama, tidak berhasil..
Baru hari ini aku berhasil menghubungi keluarga mereka.

Palembang, December 2013

" Sungguh pa, kami tidak keberatan...kami tahu papa tidak lagi muda, begitupun tante Ayu."
" Tapi tidak ada salahnya papa menikah lagi, demi ada yang mengurus dan menemani papa di hari tua kelak"
" sungguh aku dan adik adik ikhlas pa.."

Dina memeluk papanya, tampak Rama memikirkan kembali perkataan anak anaknya,
malam ini anak anaknya datang kerumah Mas Rama

"Tantra pun ikhlas pa, kami sudah tahu tante ayu sejak kecil..kamipun sudah tahu bahwa hanya tante Ayu yang mungkin
akan bisa menjadi pendamping terbaik bagi papa setelah kepergian mama."

Rama beranjak dari tempat duduknya. "Papa tidak tahu lagi apa yang harus papa lakukan, papa sudah tua..."
dia memandang ketiga buah hatinya yang berdiri dibelakangnya.
Rama kembali memandang lapangan hijau yang terbentang dihalaman rumah mereka.
"Akan papa pikirkan, papapun sekarang tidak tahu harus bagaimana..papa tahu kalian bermaksud baik, tapi papa malu.
malu pada kalian, malu pada Allah, malu pada cucu cucu papa.."

"Apa kata orang, kakeknya menikah lagi...papa malu nak"

Dina menghampiri ayahnya, "Pa aku rasa inilah yang terbaik untuk papa, kami ikhlas dan kami yakin begitu pula mama disurga"
Kami ingin papa bahagia lagi
Dina memeluk ayahnya, Di usia senjanya ayahnya terlihat sangat rapuh
"Papa orang baik, papa berhak untuk bahagia lagi.."
Jakarta, 8 February 2013

"Mama, rombongan om Rama sudah datang..."
Yana berteriak setelah melihat kearah jendela.
dia memberikan isyarat kepada seisi rumah bahwa rombongan besan telah datang.

aku hanya diam duduk disini, hanya bisa menatap dari kejauhan.
aku masih tak percaya..air mataku hampir saja kembali menetes. aku menatap ibuku.
dia tahu apa yang terjadi antara aku dan Rama lebih dari tiga puluh tahun yang lalu.

"Nak, Allah telah menunjukkan kekuasaannya..berbahagialah"
Aku kembali mengintip keluar jendela..tampak disana Mas Rama yang tak lagi muda
dia turun dari mobilnya.. tampak canggung. tapi bagiku dia masih Rama yang dulu
Rama yang aku cintai ketika aku masih remaja
dia cinta pertamaku..
Dia masih Rama ku yang kutemui dibangku SMA

Kini diusia kami yang sudah senja ini, kami kembali bertemu
kali ini dalam ikatan pernikahan yang tidak pernah kami impikan lagi.

satu satu seserahan yang dibawa mas Rama dan anak anaknya memasuki rumahku,
terdengar di kejauhan suara gelak tawa dan keakraban antara anak anakku dan anak anak mas Rama
sungguh indah..bagaimana Tuhan menautkan apa yang pernah terpisah selama puluhan tahun
hilang, tumbuh dan berganti menjadi sebuah cinta yang baru...cinta yang murni
Sesaat mas Rama selesai mengucapkan ijab kabulnya didepan penghulu,
dia menatapku ..masih terlihat jelas ada rasa tidak percaya diwajahnya...
kami kembali bersama setelah melewati manis dan pahitnya cinta yang lain, cinta yang tidak kalah suci
cinta yang mengajarkan kami kedewasaan

Dia menggandeng tanganku...berjalan melewati keluarga kami,
terdengar riuh sorakan keluarga yang memberikan selamat dan menggoda kami

kami memang tidak lagi muda..
kami memang tidak lagi duduk di bangku SMA
tapi disini kami akan memulai kisah kami yang sempat tertunda...
kami melangkahkan kaki di panggung ini, kami berdansa sepeti 35 tahun yang lalu.
teruntuk Pakde Rama & Bude Ayu..
"Endless Love"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun