Mohon tunggu...
Rossy Vidian Sari
Rossy Vidian Sari Mohon Tunggu... -

I positioned myself to be able to choose, Choose what i want to do, Choose what the best for me. Choose to be happy, Choose to be who i want to be. I respect good attitude, manner and intellectual thoughts, I love spontaneity, craziness and unexpected ideas. you could see me as a girl with deep passion in very unique character, not typical - SIMPLE, but too complicated to know in the short time

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiga Puluh Lima Tahun yang Lalu

19 Februari 2013   08:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:03 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

aku hanya diam duduk disini, hanya bisa menatap dari kejauhan.
aku masih tak percaya..air mataku hampir saja kembali menetes. aku menatap ibuku.
dia tahu apa yang terjadi antara aku dan Rama lebih dari tiga puluh tahun yang lalu.

"Nak, Allah telah menunjukkan kekuasaannya..berbahagialah"
Aku kembali mengintip keluar jendela..tampak disana Mas Rama yang tak lagi muda
dia turun dari mobilnya.. tampak canggung. tapi bagiku dia masih Rama yang dulu
Rama yang aku cintai ketika aku masih remaja
dia cinta pertamaku..
Dia masih Rama ku yang kutemui dibangku SMA

Kini diusia kami yang sudah senja ini, kami kembali bertemu
kali ini dalam ikatan pernikahan yang tidak pernah kami impikan lagi.

satu satu seserahan yang dibawa mas Rama dan anak anaknya memasuki rumahku,
terdengar di kejauhan suara gelak tawa dan keakraban antara anak anakku dan anak anak mas Rama
sungguh indah..bagaimana Tuhan menautkan apa yang pernah terpisah selama puluhan tahun
hilang, tumbuh dan berganti menjadi sebuah cinta yang baru...cinta yang murni
Sesaat mas Rama selesai mengucapkan ijab kabulnya didepan penghulu,
dia menatapku ..masih terlihat jelas ada rasa tidak percaya diwajahnya...
kami kembali bersama setelah melewati manis dan pahitnya cinta yang lain, cinta yang tidak kalah suci
cinta yang mengajarkan kami kedewasaan

Dia menggandeng tanganku...berjalan melewati keluarga kami,
terdengar riuh sorakan keluarga yang memberikan selamat dan menggoda kami

kami memang tidak lagi muda..
kami memang tidak lagi duduk di bangku SMA
tapi disini kami akan memulai kisah kami yang sempat tertunda...
kami melangkahkan kaki di panggung ini, kami berdansa sepeti 35 tahun yang lalu.
teruntuk Pakde Rama & Bude Ayu..
"Endless Love"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun