[caption caption="Perwakilan UPH, Elya K. Wibowo, Dekan SoD (kiri) dan Budhi T. Yuwono (kedua dari kanan) bersama Ahmed Zaki Iskandar, B. Bus., Bupati Tangerang (keempat dari kiri) dan peserta FGD, di kampus UPH, Karawaci (1 April 2016)"][/caption]Tangerang merupakan daerah yang memiliki potensi dan perkembangannya sangat pesat. Sebelumnya Tangerang dikenal sebagai kawasan industri, kini berkembang sebagai tempat hunian mandiri. Pesatnya perkembangan tersebut secara tidak langsung menimbulkan masalah baru yaitu adanya area-area permukiman rakyat yang terisolasi di balik batas dinding-dinding real estate yang dibangun oleh pengembang besar.
Dalam percepatan pembangunan yang atraktif ini kadang terjadi tumbuhnya area-area yang terisolasi diantara wilayah pengembang yang satu dengan pengembang yang lain. Sehingga terjadi kesenjangan antara pemukikan rakyat dengan perumahan yang dibangun pengembang. Dimana mereka –yang merasa terisolsasi dan tersisih – tidak merasakan perkembangan dan kemajuan yang terjadi.
Berdasarkan data yang disampaikan BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) ada sekitar 400 lokasi kampung di wilayah Tangerang, yang tersisihkan sebagai dampak dari percepatan pembangunan yang dilakukan pengembang properti besar. Hal ini menjadi perhatian pemerintah, mengingat ada banyak kebijaksanaan atau budaya lokal yang akan lenyap jika persoalan ini tidak segera diatasi.
Untuk mengatasi persoalan yang terjadi, pemerintah menggandeng semua pemanggku kebijaksanaan di wilayah Tangerang untuk bersama – sama mencari solusi terbaik melalui Focus Group Discussion (FGD). Dalam upaya tersebut, BAPPEDA Kabupaten Kota Tangerang menunjuk Univesitas Pelita Harapan (UPH) sebagai tuan rumah FGD ke-3 dengan topik ‘Penanganan Perkim pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane’.
UPH sebagai salah satu perguruan tinggi yang ada di daerah Tangerang, melalui Departemen Arsitektur khususnya konsentrasi Urban Planning, School of Design (SoD) menyambut positif ajakan BAPPEDA.
“Kami telah bekerja secara kolaboratif dengan lembaga lain seperti Jurusan Arsitektur Universitas Trisakti, Perencanaan Kota dari Institut Teknologi Indonesia (ITI), Habitat for Humanity (HFH) dan Antonio Ismael sendiri sebagai koordinator untuk program ini. Idenya adalah untuk mengembangkan pola pembangunan baru yang disebut "co-development" di mana semua pemangku kepentingan duduk bersama dalam mengembangkan daerah tertentu,” kata Dicky S. Tanumihardja, Dosen Arsitektur School of Design UPH yang terlibat dalam FGD.
Partisipasi UPH dalam program ini didukung penuh oleh Dekan SoD, Elya Kurniawan Wibowo. “Bagi kami ini adalah kesempatan yang baik untuk berpartisipasi. Kami melihat potensinya besar sekali untuk dapat terlibat,” kata, Elya di sela rehat acara FGD.
“Bentuk partisipasi kami sementara ini adalah penelitian, sumbangan pemikiran berupa perencanaan dan desain. Kedepannya kami juga ingin melibatkan mahasiswa untuk ambil bagian dalam program pengabdian masyarakat. Namun bentuknya seperti apa belum diputuskan. Karena kami harus menyesuaikan dengan kurikulum dan jadwal perkuliahan mahasiswa,” tambah Elya.
Fakultas desain sendiri memang dalam planning ke depan ingin menggalakkan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM). Dalam kurikulum, pengajaran dan penelitian akan lebih dipadatkan dan program ini menurut Elya akan melengkapi pendidikan holistis sesuai visi UPH.
“Saya melihat keterlibatan mahasiswa dalam dalam program ini bukan hanya menyumbangkan keilmuannya saja. Tetapi juga melalui terjun ke masyarakat langsung mereka dapat bersentuhan langsung dengan berbagai persoalan nyata di masyarakat. Dan saya mau agar lulusan UPH di masayarakat tidak hanya dikenal pintar, tetapi juga bisa berkontribusi atau berdampak bagi masyarakat melalui keilmuannya. Jangan sampai mereka hidup dalam profesi dan masayarakat sebagai dua hal terpisah. Jadi kami ingin mengajarkan bahwa keberadaan mahasiswa di tengah masyarakat adalah real melalui sumbangsih dari keilmuan mereka,” tambah Elya.
Dalam kesempatan tersebut, Ahmed Zaki Iskandar, B. Bus., Bupati Tangerang, turut hadir dan memberikan pandangan terhadap masukan dari para pemangku kepentingan.
“Untuk mengatasi persoalan akibat percepatan pembangunan di wilayah Tangerang ini, pemerintah tentunya perlu menggandeng semua pihak yang terkait untuk bersama mencari solusi yang terbaik. Saya menyambut baik masukan-masukan yang disampaikan dalam forum ini,” katanya.
Sekitar 16 pemangku kepentingan terkait hadir pada acara ini, diantaranya, BAPPEDA Kabupaten Tangerang, Community Housing Ltd., PSPKK - Arsitektur Univ. Trisakti, Habitat for Humanity Indonesia, Dompet Dhuafa, P2KKP Kab Tangerang, Perkim BAPPENAS, PWK - Institut Teknologi Indonesia, Komunitas Bambu Kab Tangerang, IAI Jakarta, PT. Lippo Karawaci Tbk., LPPM UPH. DTR, DTR, DBM SDA dan BPN Kab Tangerang.
Acara ini dibagi dalam dua sesi, dan dibuka oleh Budhi T. Yuwono, Asisten President UPH. Pada sesi pertama disampaikan presentasi tentang pra konsep penataan 4 kampung pada DAS Cisadane oleh Antonio Ismael Risianto, seorang arsitek senior Indonesia yang pernah meraih penghargaan prestisius Aga Khan Awards di tahun 1989, dan saat ini aktif sebagai Senior Technical Advisor pada UN-Habitat (United Nations Human Settlements Programme), serta Senior Consultant pada Triaco Dev Consultant. Sesi kedua dilanjutkan dengan presentasi dari beberapa institusi.
Setelah pertemuan ini, BAPPEDA telah berjanji untuk mengkaji semua masukan dan akan mengundang lembaga lainnya (termasuk UPH) untuk mengambil bagian dalam program ini. Program ini sendiri diusulkan sampai 2019 dan nantinya untuk realisasi program akan dibuat MoU atau SPK antara BAPPEDA dengan masing-masing institusi pemangku kepentingan di wilayah Tangerang untuk diberikan wewenang mengadopsi daerah tertentu. (RH)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H