Langkah Brian sampai di depan pintu kantin sekolah yang lebih mirip restoran itu. Kantin itu berukuran besar dan luas, banyak tempat duduk dan meja berjejer untuk para siswa. Sepertinya mau makan apa saja ada.
"Brian, ke sini!" seseorang memanggilnya dari dalam kantin, dan dilihatnya Richie memberi isyarat padanya dari tempat duduknya.
Brian berjalan menuju ke arah Richie. Setelah dekat, ia melihat ternyata Clarissa dan Violetta juga sedang ada di sana. Clarissa cepat menundukkan kepalanya ketika melihat kedatangan Brian, sedangkan wajah Violetta spontan berseri-seri.
"Hei Brian, kau mau makan apa?" tanyanya cepat. "Bilang saja dan makan saja sepuasnya, biar aku yang traktir," Violetta tampak semangat.
Brian duduk di samping Richie. "Sama dengan Richie," katanya pendek.
"Oke, aku panggilkan ya," Violetta bangkit dari duduknya dan berjalan ke stand makanan.
"Sejak kapan kau mengenal Violetta?" tanya Brian ingin tahu.
"Barusan saja tadi, waktu aku kebingungan di dalam kantin dan Violetta memanggilku. Mungkin dikiranya aku ini kamu, tapi setelah dekat jadi tahu kalau bukan, tapi tak bisa lagi nolak." Richie terlihat senang. "Bagus juga punya wajah yang mirip denganmu, jadi bisa selalu makan gratis," ucap Richie.
Clarissa yang tempat duduknya di samping Violetta masih menundukkan kepalanya dan sikapnya seperti terburu-buru menghabiskan makanannya. Telinganya terasa panas mendengar ucapan Richie yang dirasanya keterlaluan itu.
"Oh iya," Richie tiba-tiba tersadar. "Kau belum berkenalan dengan Clarissa bukan?" tanyanya pada Brian. "Ini adalah Clarissa, kakaknya Violetta," Richie mengenalkan.
"Hai... aku Brian," sapa Brian sambil mengulurkan tangannya, sengaja menanti sambutan tangan Clarissa. "Aku baru tahu kalau kau kakaknya Violetta, sungguh berbeda dengan adikmu ya?"
Mau tak mau Clarissa mengangkat kepalanya dan tanpa menatap langsung ke wajah Brian, ia menyambut uluran tangan Brian. Hebat ini anak, pikirnya. Bisa bersikap sedemikian rupa di depan orang lain, seolah-olah tadi tidak ada kejadian apa-apa di antara mereka berdua. Seolah mereka belum pernah saling bertegur-sapa. Orang seperti ini pastilah amat licik, pikirnya. Apalagi Brian sudah membuat Violetta berselisih dengan Josh dan Ted demi untuk membelanya. Baru sehari saja Violetta mengenal Brian, sudah berubah sedemikian rupa. Berusaha membelanya, dan menyalahkan Josh dan Ted yang sudah menjadi teman sekelompoknya selama bertahun-tahun.
"Masalahmu dengan mereka tadi sudah selesai?" tanya Richie sambil melahap makanannya.
"Dengan teman-temannya Violetta?" Brian bertanya balik. Matanya menatap Clarissa yang sedang berusaha menghabiskan makanannya.
"Iya, kudengar dari Violetta tadi, mereka bernama Josh dan Ted, adalah teman-teman baiknya selama ini. Tapi ia tidak menyesal walaupun demi membelamu sudah memarahi teman-temannya sendiri. Apa kau merasa bangga?"
Brian mencibir. "Teman baik apaan? Lebih tepat dikatakan pecundang yang gagal mendapatkan cinta!" ucap Brian seenaknya.
Clarissa menggigit bibir mendengar ucapan Brian yang meremehkan itu. Kepalanya terasa dipenuhi amarah yang hendak meledak. Orang baru ini sombong sekali, pikirnya. Tapi Clarissa masih berusaha menahan emosi.
"Sebaiknya kamu jangan dekat-dekat dengan Violetta, Brian," saran Richie. "Karena aku merasa akan banyak musuhmu nanti. Josh dan Ted baru saja permulaan. Banyak lagi yang suka padanya."
"Apa kau merasa aku yang mendekatinya? Bukannya sebaliknya?" Brian mengingatkan. "Aku juga tidak suka dikejar terus."
Clarissa sudah menghabiskan sisa makanannya. Sekarang emosinya benar-benar tidak bisa lagi dibendung. Ia mengangkat kepalanya dan matanya menatap Brian sebal. "Kusarankan, kau segera menjauhi adikku, Brian! Teman-teman lelaki adikku sudah terlalu banyak, kamu hanya membuat semak sjaa. Kalau mereka mendengar kata-katamu barusan, bisa-bisa nanti kau dikeroyok!"
"Ah, begitu parahnya?" Brian bereaksi tak percaya, namun bibirnya meyungguing seulas senyum remeh.
"Clarissa bermaksud baik padamu, Brian," nasehat Richie. "Lihat saja, aku duduk dengan Clarissa tidak ada masalah apa-apa. Atau begini saja, kita tukaran tempat duduk. Kau duduk di depan dengan Clarissa, sedangkan aku pindah ke belakang, dekat dengan Violetta. Mereka juga tahu aku tidak akan mengusik Violetta, jadi tidak akan ada masalah bukan?"
"Aku tidak mau duduk dengannya!" jari tangan Clarissa menunjuk hidung Brian.
"Lihat, dia takut padaku," Brian mengangkat bahu, seolah tak berdaya menjalankan saran Richie.
"Aku tidak takut padamu!" Clarissa tiba-tiba bangkit dari duduknya. Matanya menatap Brian tajam. "Aku cuma tidak suka melihat sikapmu yang sok! Masih banyak yang tidak kau ketahui, Brian. Dan yang terutama, aku tidak suka kalau kau meremehkan adikku terus! Violetta adalah adikku satu-satunya yang tiada cacadnya. Kalau kau bicara yang tidak-tidak lagi tentangnya, aku pasti akan membuat perhitungan denganmu!" Setelah berkata demikian, Clarissa membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi meninggalkan mereka.
"Kenapa sih, Brian, kau tidak bisa bersikap lebih manis pada orang?" Richie menyesali sikap Brian, sambil memandang kepergian Clarissa. "Sekarang kau malah membuatnya marah." Ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
Violetta datang dengan sepiring makanan dan segelas minuman di tangan. "Waduh, sori ya, lama nunggunya. Banyak yang antri tadi. Ini Brian, makanan yang kau pesan. Sekalian kusuruh buatkan segelas susu hangat untukmu..."
"Aku tidak ingin lagi makan," Brian berkata begitu lalu bangkit dari duduknya. Dengan wajah jengkel karena dimarahi Clarissa tadi, ia berjalan pergi meninggalkan Richie dan Violetta yang dibuat bingung oleh tingkahnya.
"Sini... makanannya buat aku saja." Melihat kebingungan Violetta, Richie cepat-cepat mengambil alih piring dan gelas yang ada di tangannya, lalu ia berpura-pura melahapnya dengan lapar, padahal perutnya sudah terasa kenyang.
"Apa yang terjadi?" tanya Violetta heran. "Mengapa Brian pergi begitu saja?" Ia mengernyitkan alis. "Mana Clarissa?" tanyanya setelah melihat tempat yang diduduki Clarissa tadi sudah kosong. Richie tak menjawab, seolah tak menghiraukan pertanyaan Violetta karena asyik dengan makanannya.
"Richie!" sentak Violett. "Bilang padaku!" Ia mendorong piring Richie ke samping, sehingga Richiet tidak bisa lagi makan.
"Aduh... ck...," Richie pura-pura berdecak. "Sudah biasalah, Violetta, kakakku bersikap seperti itu..." Ia memandang Violetta yang berdiri dengan satu tangan berkacak pinggang. "Kalau ia baik pada orang, itu baru patut dicurigai, paham?" Setelah berkata begitu, Richie mengambil kembali piringnya yang ada di samping, lalu meneruskan makannya. Makanan yang dengan susah payah diantre oleh gadis secantik Violetta, sayang kalau diboroskan, pikirnya.
Violetta menggigit bibirnya dan duduk di depan Richie. "Apa ia bertengkar dengan kakakku?" tanyanya curiga.
Sebenarnya Richie enggan mengiyakan, tapi melihat Violetta terus memandangnya dengan pandangan ingin tahu, mau tak mau Richie menganggukkan kepalanya. "Kakakmu tak senang karena kau membela Brian dan menyalahkan teman-temanmu sendiri. Aku setuju dengan Clarissa," kata Richie. "Kau orangnya sangat baik, Violetta, tidak cocok dengan sifat kakakku yang suka meremehkan orang. Kalau bisa, sebaiknya kau jangan terlalu dekat dengannya, bisa-bisa nanti kau yang disakiti." (Bersambung).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H