"Aku tidak mau duduk dengannya!" jari tangan Clarissa menunjuk hidung Brian.
"Lihat, dia takut padaku," Brian mengangkat bahu, seolah tak berdaya menjalankan saran Richie.
"Aku tidak takut padamu!" Clarissa tiba-tiba bangkit dari duduknya. Matanya menatap Brian tajam. "Aku cuma tidak suka melihat sikapmu yang sok! Masih banyak yang tidak kau ketahui, Brian. Dan yang terutama, aku tidak suka kalau kau meremehkan adikku terus! Violetta adalah adikku satu-satunya yang tiada cacadnya. Kalau kau bicara yang tidak-tidak lagi tentangnya, aku pasti akan membuat perhitungan denganmu!" Setelah berkata demikian, Clarissa membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi meninggalkan mereka.
"Kenapa sih, Brian, kau tidak bisa bersikap lebih manis pada orang?" Richie menyesali sikap Brian, sambil memandang kepergian Clarissa. "Sekarang kau malah membuatnya marah." Ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
Violetta datang dengan sepiring makanan dan segelas minuman di tangan. "Waduh, sori ya, lama nunggunya. Banyak yang antri tadi. Ini Brian, makanan yang kau pesan. Sekalian kusuruh buatkan segelas susu hangat untukmu..."
"Aku tidak ingin lagi makan," Brian berkata begitu lalu bangkit dari duduknya. Dengan wajah jengkel karena dimarahi Clarissa tadi, ia berjalan pergi meninggalkan Richie dan Violetta yang dibuat bingung oleh tingkahnya.
"Sini... makanannya buat aku saja." Melihat kebingungan Violetta, Richie cepat-cepat mengambil alih piring dan gelas yang ada di tangannya, lalu ia berpura-pura melahapnya dengan lapar, padahal perutnya sudah terasa kenyang.
"Apa yang terjadi?" tanya Violetta heran. "Mengapa Brian pergi begitu saja?" Ia mengernyitkan alis. "Mana Clarissa?" tanyanya setelah melihat tempat yang diduduki Clarissa tadi sudah kosong. Richie tak menjawab, seolah tak menghiraukan pertanyaan Violetta karena asyik dengan makanannya.
"Richie!" sentak Violett. "Bilang padaku!" Ia mendorong piring Richie ke samping, sehingga Richiet tidak bisa lagi makan.
"Aduh... ck...," Richie pura-pura berdecak. "Sudah biasalah, Violetta, kakakku bersikap seperti itu..." Ia memandang Violetta yang berdiri dengan satu tangan berkacak pinggang. "Kalau ia baik pada orang, itu baru patut dicurigai, paham?" Setelah berkata begitu, Richie mengambil kembali piringnya yang ada di samping, lalu meneruskan makannya. Makanan yang dengan susah payah diantre oleh gadis secantik Violetta, sayang kalau diboroskan, pikirnya.
Violetta menggigit bibirnya dan duduk di depan Richie. "Apa ia bertengkar dengan kakakku?" tanyanya curiga.