Mohon tunggu...
Rose Marz
Rose Marz Mohon Tunggu... Tutor - Unlimited Love Edition :) Kesederhanaan dalam Kebersamaan Itu Penting Bacalah, Menulislah, Bacalah, Tuliskan, maka itu akan mengantarkan ke depan pintu-pintu gerbang kebahagiaan hidup sepanjang hayat

Alumni SMAN 7 Padang Alumni FBBS UNP Guru Motivator Literasi 2021 Guru Penggerak 2023 Kpld 2024 Kota Padang Keep Writing On ;)

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Minggir Woy, Serangan Fajarnya Sudah Dikirim ke Rekening Sebentar Ini!

13 Februari 2024   23:41 Diperbarui: 14 Februari 2024   00:09 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

H-1 Pemilu

Perjalanan sepulang kerja. Panas terik matahari membuat air liur saya mengering, lidah terasa panas. Ubun-ubun juga telah  mengeluarkan asap!, hahah.."

Panas sekali kota Padang siang ini Guys. Saya berhenti sejenak melepas istirahat selesai shalat Zhuhur di sebuah masjid yang terletak di pinggir jalan menuju perjalanan pulang. 

Sembari berselonjoran, saya mengotak atik benda unik persegi panjang tersebut. Menyentuh layar dan scroll scroll. 

Tiba-tiba sebuah panggilan masuk.
ini Mommy.

Pilih Paslon yang mana?

"Assalamualaikum wr wb" saya menyapa penelpon di seberang.
"iya nak, dimana nak sekarang? ada sehat-sehat?" suara Mama di seberang terdengar ceria.

"Alhamdullilah ma, mau pulang ini tapi berhenti dulu di jalan untuk shalat zhuhur" saya menjawab cepat pertanyaan Mama.
"Baiklah, hati hati ya nak, jangan ngebut atau buru-buru gitu ya, pelan-pelan saja" Mama seperti biasa selalu siap dengan nasehat satu dua beliau.

"Insya Allah Mama" jawab saya dengan suara pasti dan tentu 100% menyakinkan.
"Mama apa kabar? sudah makan?" saya balik bertanya memberikan pertanyaan penuh perhatian.

"Sudah" jawab Mama. kemudian menyambung " nak pilih siapa?" terdengar pertanyaan Mama agak sumbang di telinga saya karena Mama seakan takut mengeluarkan pertanyaan tersebut. Saya paham dan memaklumi kondisi sekarang dan keadaan Mama saya di kampung seberang.

"Pilihlah sesuai hati nurani kita ya Mama" Jawab saya hati-hati. " Jangan mau diiming-imingi dengan benda atau uang, karena jelas Malaikat Allah SWT akan mencatat perbuatan baik maupun buruk serta ingat akan organ tubuh kita yang akan berbicara di hari penghisaban kelak". Saya mencoba menyampaikan pemahaman saya kepada Mama.

"Pilihlah seorang yang bagus track recordnya ya Ma, yang jelas akan silsilah dan keyakinan". Kita hanya berusaha mencari yang terbaik, meskipun saat ini tidak ada jaminan seseorang yang kita pilih itu akan benar-benar baik jika sudah menjabat, karena pada dasarnya hidup ini seperti lingkaran setan, yang ujung-ujungnya berputar dan bertolak di titik yang sama".

Tapi tentu Tuhan maha melihat seperti apa usaha seorang hambanya. Kepada siapa hambanya berpihak, apakah benar sudah berada dan memberi keberpihakan kepada calon yang benar?".

"Benar sekali", kalau begitu kita sepakat ya, memilih calon kita", berarti calon kita sama". Suara Mama terdengar lebih gembira dan ceria". 

"Iya Mama, semangat ya Mama. Jangan terima hal-hal yang akan merusak keberpihakan kita dijalan yang benar, mempengaruhi kemurnian aqidah kita"."

"Oke banyak yang bilang, terima saja,(ambil saja uangnya, terima saja barangnya, namun jangan pilih orang yang di calonkannya) begitu hasutan terdengar di sana dan di sini, bersilewaran datang dan pergi."

"Tapi tetap Mama pastikan mama telah mensuarakan yang benar-benar berada di jalan yang lurus dan tidak main suap atau pakai pamrih", karena hidup tidak hanya seperti jual beli kerupuk atau goreng kacang" yang setiap pembeli dan penjual suka maka deal tidak ada dosa". 

Pilihan yang tidak merusak Aqidah

"ini harus kita kaji lebih dalam, dan setiap yang menerima pasti harus ada pertanggungjawabnya". Saya berusaha menjelaskan lebih lanjut kepada Mama.

"Baiklah Mama setuju nak, Syukurlah kita berada dipemahaman yang sama". Mama dengan lega mengucapkan salam dan menutup telepon.

Saya menarik nafas. deg-deg an. apa ya yang akan terjadi besok?. Saya menuju parkiran.Mengambil kendaraan.Melanjutkan perjalanan.

Saya bukan caleg ataupun paslon presiden tapi saya entah kenapa juga ketar ketir membayangkan jika seandainya yang duduk menjabat di negera ini besok adalah orang yang salah. Orang yang akhirnya hanya akan dihujat sana sini oleh masyarakat dan warganya sendiri.

Dimana mana ada demo lagi.
Di setiap sudut rakyat kecil menangis kelaparan dan menyorakkan pemerintah untuk :

"Turunkan harga bawang"
"Turunkan bbm"
"Turunkan Harga sembako!, dan bahan pangan"
"pak kami butuh pekerjaan".. bla..bla..bla"

Teringat saya tadi di tempat kerja. Nadya seorang pekerja yang baru bergabung di kantor nyeletuk.

"Nanti kita tunggu serangan fajar saja".
"Hahh,, apa? saya membelalakkan mata. " masaa sii?

Saya berkali kali pemilu tidak pernah mengalami hal tersebut" tutur saya kepada Nadya.
" Iya, kemarin saya dapat. "lumayan buat beli jajan, dan makanan kesukaan". begitu Nadya menjawab diplomatis.

Fiza, teman lain datang menyamperi. " benar, saya juga dapat!, ya terima donk!

"Subanallah, kiamat ini, saya setengah terperanjat. Lalu dengan ketus saya berkata " apaguna di sekolah belajar pancasila?, undang undang dasar, hukum dan ham?, kalau masih menerima uang suap dan suara diperjualbelikan?" saya tak habis pikir.

"Apalah daya kak, orang butuh uang belanja, MAK-mak dikampung kalau dikasih uang ya terima" Fiza menjawab tidak kalah diplomatisnya dengan Nadya.

Saya hanya diam. Habis akal. Kemudian saya menjawab " kalau saya tidak akan terima, karena saya tahu hidup tidak hanya sampai di sini. Masih adalah lagi tahapan kehidupan selanjutnya yang kita akan diminta mempertanggungjawabkan semua keputusan, perbuatan dan sikap kita selama di dunia. 

"Bagaimana bisa seseorang itu mengaku nantinya jika dia adalah seorang hamba yang baik, warga yang baik, pemimpin yang baik atau seorang pribadi yang baik, hanya ketika mereka dihadapkan dengan uang, mereka akan menjadi berbagi muka atau berbadan dua, ehh.." 

Galau. 

Ketika saya membuka pintu pagar. Tetangga saya datang. Beliau baru saja balik dari kampung. Kami pun mengobrollah.ngalor ngidul. dan sampai ke topik pilih siapa.

Ini topik memang hangat banget dalam masa ini.

"Nanda kau pilih siapa?, Praroro atau Jangar?". Haha..

Kemudian tetangga saya menyodorkan beberapa kartu bergambar caleg  sebuah partai bergambar Garuda. Ada juga tertulis kenagarian daerah pemilihan dan kabupatennya.

" Ini dikasih anak saya" begitu jelasnya kepada saya.

"Anak saya bilang ke saya, pilih orang ini aja Bu". " Tadi uangnya sudah masuk sebentar ini ke rekening saya"

"What?. Astaga naga!" Saya mendegup air liur. Tercekat plus pura-pura mau pengsan!

Saya mencoba menguasai diri. Benar-benar dunia sudah terbalik. Seingat saya kita tidak boleh memberitahukan siapa orang yang akan kita pilih. Karena itu sebenarnya sifatnya sangat-sangat rahasia. Beda kalau caleg tersebut sendiri yang berorasi di depan publik dan mengajak agar orang memilih dirinya tidak apa-apa ya kan?.  Tapi kalau sesorang mendatangi seseorang lainnya secara individu atau pribadi kemudian menyampaikan suaranya dan beragumen serta memberikan barang atau uang ini jauh tindakan yang lebih berat larinya ke sebuah intervensi, tekanan atau provokasi!

" Jadi Tante akan pilih orang ini besok?" tanya saya.
" Tentulah iya" Tante tersebut menjawab terus berlalu dan balik ke rumahnya.

Selepas maghrib kakak saya yang sulung cerita di grup whatshapp. Kalau ada orang lingkungan tetangganya yang datang. Membawa termos yang dibagi-bagikan selingkungan sekitar. 

Kakak susah payah menolak, dengan menjelaskan pemahaman pemahaman yang disederhanakan sesederhana mungkin. Takut akan tersinggung si empunya atau yang sipembagi-bagi termos. Namun meski kakak bisa menolak dengan baik. Tapi yakinlah nama akak akan dicatut dan didiskreditkan di sekitar komunitas lingkungan tetangga mereka di setiap kesempatan perkumpulan grup ngaji ataupun kumpulan wirid yassin mereka .

Huh..

Susah bener!, mau bener susah!

Kakak saya yang nomor dua juga nimbrung di grup kalau ada orang ke rumah memberikan uang sebesar 150 ribu rupiah, dan beliau menolak. Giliran Mama saya juga dirayu dan untunglah mama juga tidak mau menerima.

Entahlah, besok saya mau pilih siapa?

Terima kasih sudah membaca,
Salam takzim saya,

Rose Marz
Kamar Pink, Tuesday 13 February 2024. 22:47 pm.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun