Mohon tunggu...
Rosnendya Yudha Wiguna
Rosnendya Yudha Wiguna Mohon Tunggu... Jurnalis - bangunlah jiwanya bangunlah raganya

::: Purely Indonesian - SPORT Lover- Healthy Live - juga Pegiat LONTAR NUSANTARA ::: Ketib Cendana Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat :::

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

RAMADHAN SERTA DIMENSI "DIRI" & "GUSTI"

23 Maret 2024   21:33 Diperbarui: 25 Maret 2024   22:22 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(pict sources: tinemu.com) 

Kanjeng Nabi Muhammad S.A.W. pada suatu kesempatan menitipkan pesan; "Man fariha bi dukhuli Ramadhan, haramallahu jasadahu ala niyrani". Beliau "ngendiko" demikian yang artinya "barangsiapa yang bergembira menyambut datangnya bulan Ramadhan, Maka Allah haramkan jasadnya dari tersentuh api neraka." Tentu yang dimaksud menyambut ini juga adalah juga gembira saat sebelum datang dan saat menjalaninya. 

Sungguh mulia Ramadhan. Bulan Qur'an, Bulan penuh Ibadah, bulan pelatihan kepatuhan, bulan yang penuh ilmu pengetahuan, bulan pembersihan, bulan perawatan hati fikiran dan badan serta juga bulan pencegahan dari perbuatan mungkar. 

Maka tradisi di Nusantara ini banyak kita temui saat menjelang bulan Ramadhan. Salah satunya adalah budaya "Padusan". Konon ini adalah ajaran Sunan Kalijaga yang mengajak masyarakat untuk bergembira menyambut Ramadhan. Tentu syarat dengan filosofi yang separuhnya tersembunyi, sebuah budaya komunikasi Jawa yang kerap disebut sebagai "Pasemon". Sarat dengan pralambang. 

Padusan memiliki makna simbolik. Saat sinar cahaya tuntunan Allah akan datang di bulan Ramadhan, maka jasad dan hati manusia yang akan diisi harus dibersihkan dulu. Supaya ilmu, hidayah, dan cahaya aura tuntunan Illahi mudah masuk serta terjaga kebersihannya. 

Sepulang padusan dari sungai atau umbul, masyarakat juga diajak banyak berdzikir beristighfar. Pasca membersihkan jasad, lalu membersihkan hati. 

Bagai wadah atau gelas yang kotor, dimasukki air sejernih apapun, airnya akan menjadi kotor. Bagai cangkir yang penuh racun, dimasuki minuman jamu bergizi, jamunya akan menjadi jamu yang beracun. 

Contohnya, semangat membaca Quran meningkat tajamt, tapi sayang bila setelah itu dengan sombongnya menceritakan capaian bacaan Qur'annya. 

Ada lagi yang tambah rajin bersedekah, tapi sayang bila setelah itu dengan congkak memamerkan amalnya. 

Itulah perlunya membersihkan "wadah" untuk menyambut mulianya "Isi". Itulah Dimensi "Diri" dan  tuntunan ajaran "Gusti" (Illahi). . . . lanjut halaman berikutnya... 👇

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun