Pandemic Covid – 19 sangat memengaruhi sikap dan perilaku  semua manusia di muka bumi ini dalam berbagai aspek kehidupan,  salah satunya memunculkan rasa takut yang teramat  horor dengan jenis ketakutan yang agak sedikit asing,  secara akumulasi pemikiran penulis, kondisi seperti ini  menjadi sesuatu hal yang aneh juga mencengangkan.
Ada fenomena yang membuat terkaget – kaget banyak dari kelompok kami yang masuk dalam kategori kelas bawah berdasar indikakator penghasilan perbulan,  sehingga sebagai  masyarakat kelas bawah seperti penulis yang berprofesi sebagai guru swasta dan bersertifikasi,  sempat menyaksikan lewat media televisi nasional,  ada  beberapa rilis media online betapa panic buying masyarakat ibu kota,  ibaratnya kami menyaksikan sebuah pagelaran yang dilakukan orang berpunya (uang),  seakan telanjang saja bahwa mereka penuh ketakutan dengan level yang berbeda – beda.
Aksi berbelanja  sebagian besar masyarakat kota  sedemikian over di beberapa Mall besar baik Jakarta demikian kota Bandung dan beberapa kota lainnya,  tentu kejadian ini merupakan hal yang aneh dari salah satu bentuk ketakutan masyarakat dalam situasi pandemic COVID – 19.
Secara kasat mata tampaknya mereka tidak merasa risih sedikitpun dengan sikap yang disebut media sebagai panic buying.
Mungkin mereka tidak pernah peduli jumlah masyarakat miskin di Indonesia atau bahkan mungkin di sekelilingnya, Â namun ini hanya dugaan penulis dari penampakan tayangan di beberapa tv swasta.
Akan tetapi penting juga sich, sebenarnya ada berapa jumlah masyarakat miskin di Indonesia.
Berita Resmi Badan Pusat Statistik Nomor. 08/01/Thn.XXIII, yang dirilis pada pekan kedua, 15 Januari 2020 bahwa orang miskin di Indonesia pada bulan Maret 2019 itu sekitar 25, 17 juta jiwa (9,41%) jika sepuluh persen saja dari jumlah tersebut menonton televisi swasta yang meliput panic buyingnya masyarakat Ibu kota . Maka sekitar 250.000 orang bengong dan bingung sebegitunya orang – orang panic berbelanja mempersiapkan masa Work From Home (WFH) asumsi ini jika terjadi di bulan 03/2019.
Adapun jika memperhatikan data orang miskin di Indonesia pada bulan September 2019 jumlahnya  sekitar  24,79  juta  (9,22%)  memang . . .  terjadi penurunan angka kemiskinan sekitar 0,38 %  bila dibandingkan dengan bulan Maret 2019 hingga September 2019.     Â
Maka dalam rentang tujuh bulan itu terkesan cukup surprise bagi rakyat Indonesi negeri +62 bahwa Pemerintah mampu  menurunkan jumlah penduduk miskin.
Namun dibalik itu semua pada akhirnya Kita sadari bersama bahwa satu hingga enam bulan kedepan Indonesia itu ibarat menatap dengan kaget bahkan bingung plus lesu, secara drastis dalam rentang waktu tiga bulan saja muncul orang – orang miskin baru.
Orang miskin baru itu bukan karena negara, ada semacam konflik atau gejolak separatisme, bukan itu tanpa dinyana dan disangka kemudian Indonesiapun terimbas pandemic COVID – 19 yang asal mulanya dari Wuhan.
Menakjubkan sekali perbuatan Allah sedemikian dahsyat dan merata hingga ke desa – desa terpencil. Ingat kata Allah dalam salah satu wahyu – Nya.
"Sesungguhnya orang - orang yang boros adalah saudara - saudara setan, Â dan adalah setan itu sangat ingkar kepada Tuhan - Nya"
Al Quran, surat : Al - Israa' (Perjalanan Malam ) / 17 : 27
Kami tinggal di desa Babakan kecamatan Cimenyan  Kabupaten Bandung, sedihnya ada sekitar 15 – 30 sopir angkot mendadak miskin tidak memiliki penghasilan, jika situasi normal pendapatan mereka rerata  Rp 200.000,- Rp 300.000,-  saat ini diberlakukan Work From Home, siapa yang hendak mereka angkut, siswa diliburkan pegawai juga dilarang berkeliaran, semua dengan terpaksa atau dengan kesadaran berdiam diri di rumah.
Penulis sebagai guru swasta, yang pasrah menerima apapun kenyataan yang ada, bersyukur kami sudah terbiasa berdoa, sehingga doa menjadi senjata yang paling bisa diandalkan untuk menghadapi kondisi yang aneh.
Jadi menyaksikan panic buying bagi kami di desa tetap berfikir agak sedikit heran, atau tidak masuk akal. Coba kita berfikir sedikit seperti berfikirnya orang miskin . . .
Kenapa harus menumpuk sebegitu banyak makanan juga minuman, apakah tidak akan mubazir hingga terbuang ?
Kenapa sebegitu ketakutan kehabisan beras, kehabisan gula, kehabisan minyak goreng, dsb. Kami orang – orang miskin, karena sudah terbiasa hidup seadanya. Jarang sekali memiliki persiapan makanan untuk esok, dan esok lagi. Sudah cukup bagi kami saat usai shalat subuh, melangkah berjalan perlahan dan menghirup udara segar setiap hari itulah cadangan alam yang maha mewah.
Dan kami buka semua jendela . . . . . .
Ciburial, Â Bandung
10 Ramadan 1441 HÂ /Â Â 2 Mei 2020 Â M
               Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H