Mohon tunggu...
Intan Rosmadewi
Intan Rosmadewi Mohon Tunggu... Guru SMP - Pengajar

Pengajar, Kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain ; sesungguhnya adalah kebaikan untuk diri kita sendiri QS. Isra' ( 17 ) : 7

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

"Melawan Lupa" Tulisan Kental dengan Rasa Lokal

17 November 2017   13:59 Diperbarui: 17 November 2017   14:06 1478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis : H. Chaizir Djayus, S.H (pict:dok.pribadi)

Bagaimana tidak  'maimbau'  saat membaca salah satu sub judul :  ANTARA  SURAU  LAPAU  DAN  RANTAU    'hati ambo hanyut ke negeri 1000 bagonjong (realitasnya mungkin ribuan jika ada survai yang melakukan !)

SURAU ;  yang penulis fahami  nyata adalah sebutan untuk tajug (bahasa Sunda) atau mushallayaitu tempat melaksanakan ibadah salat namun tidak di gunakan untuk salat jum'at karena ukurannya relatif lebih  kecil bila di bandingkan dengan mesjid.

Budaya urang awak anak laki -- laki biasa tidur di Surau ini  filosofi yang bisa kita tangkap bahwa hendaknya  anak bujang selalu terkait dengan agama yang ia anaut  yaitu Islam,  sesungguhnya kebudayaan ini terkesan bagai simbolik saja akan tetapi  kenyataan memang seharusnya seorang pemuda harus lebih tekun memperdalam agama lewat surau -- surau masa itu,  jika diiplementasikan ke masa kini para pemuda harus ada di garda terdepan balam bidang agama suraunya sudah roboh pergilah ke masjid, madrasah dan pondok pesantren.

Kira -- kiranya sih demikian jika kita memahami pada masa kini, karena tampaknya surau sudah tidak populer lagi.

LAPAU ;  secara bahasa kekinian mungkin lapau  ya . . .  sejenis kafe tempat orang -- orang muda berkumpul nongkrong minum kopi dan berbincang -- bincang hangat membahas sesuatu yang tengah hangat dibincangkan,   di lapau ini juga urang awak kaum muda bersenda gurau  maota -- ota. (bercakap -- cakap).

Boleh jadi mereka berdiskusi dan melanjutkannya di ruang -- ruang yang lebih serius,  secara tidak formal lapau juga menjadi pusat informasi bagi segelintir orang yang butuh up date ketika itu, kini ? entahlah bentuk lapau masih adakah disana ?

RANTAU,  adalah pergi jauh dari kampung halaman yang lazim kita menyebutnya merantau.  Bukan orang Minang jika tak berani merantau bahkan dalam buku ini halaman 36 dituliskan tentang satu pemeo :

"Andaikan di bulan ada kehidupan manusia, pasti ada orang Minang disana".  Budaya merantau  inilah yang kemudian menempa pribadi -- pribadi Minang menjadi mandiri, ulet dan tangguh karena mereka harus mengurus diri sendiri tak ada lagi  APAK  atau AMAK yang mengurus segala sesuatunya."

 Chaizir Djayus memang mengutip dari tulisan Adriano Rusfi sebagaimana di tuliskan dalam buku tersebut,  akan tetapi beliau menguraikan dengan manis terkait kearifan lokal urang awak yang saat ini tergerus oleh jaman.

Bahwa sesungguhnya pendidikan itu di mulai dari surau, dan jeda di lapau sedang merantau sebagai tahapan pendidikan ketangguhan jangan sampai merantau tak kenal surau atau bahkan selalu di surau saja atau tak pernah tidak selalu ada di lapau. Keren sekali saat memikirkannya.

Pentingnya buku ini,  semua sorotan dari penulisnya dengan bahasa yang sungguh sederhana baik terkait pendidikan, ekonomi dan berbagai aspek sosial dalam budya masyarakat Minang beliau  sebagai penulis tidak pernah lupa menyuntiang beberapa ayat al Quran,  sayang tidak ada pencantuman teks asli bahasa Arab ( sepertinya ini untuk kepraktisan saja, dan kita yang membacanya harus pegang Quran untuk sekalian murajaah atau tadarus, god job !  )

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun