Sebagaimana diungkapkan penulisnya Bernard Batubara bahwa buku #lukadalambara adalah bukan novel biasa, lebih pada diary antara sang penulis dengan seorang gadis yang sama dengan dirinya suka menulis.
Selama masa mereka saling memadu kasih komunikasi dilakukan dengan saling menulis khususnya di blog tumbler dan terjadi seakan seperti berbalas pantun tentang hari – hari yang mereka lewati tercatat dengan apik dan bermakna cukup dalam.
Terkadang saling bertemu dan terdokumentasi bagaimana mereka mengungkapkan perasaan yang sederhana bahkan hanya berjumpa bertatapan ada gelegak jiwa yang kadang sulit di tolerir mereka berdua saja menikmati tulisan harian tersebut.
Belakangan tulisan itu menjadi semacam prasasti atau batu nisan dari hubungan keduanya, karena sang gadis yang suka menulis dan membaca berbagai buku – buku yang lebih logik itu telah menyandang kata ‘mantan’ kekasih Bernard Batubara.
Halaman – halaman Indah
Saat mengikuti acara Book Talk Meet’n Great Bernard Batubara dan @alvinxki di Gramedia jalan Merdeka Bandung pada hari Senin (01/05/2017) sekitar jam 11 lewat beberapa menit, penulis tampil dengan t’shirt berwarna putih dan setelan jins tampak dari kejauhan postur tubuhnya lumayan tinggi.
Karena si penulis dalam paparannya telah mengatakan bahwa ini bukan ‘novel biasa’ maka sayapun bereksperimen membacanya dari belakang kisah tentang : ‘Ingatan – ingatan yang Hanya Samar’ terletak pada halaman 87 dari :
Novel : Luka Dalam Bara
Penulis : Bernard Batubara
Ilustrasi Sampul dan Isi : @alvinxki
Penerbit : Noura (PT.Mizan Publika)
Penyunting : Teguh Afandi
Penyelaras Aksara : Nunung Wiyati
Halaman Delapan Puluh Tujuh
“Aku jatuh cinta padamu ketika mengetahui bahwa kamu adalah seorang yang senantiasa jatuh cinta pada kata – kata”
Bahwa kebiasaan penulis mencoret – coret novel meskipun masih baru ada perasaan sempurna saja jika buku penuh coretan dan garis pada kata – kata yang saya anggap penting atau menarik, memang berbeda dengan kebanyakan rekan yang rajin membaca dan menulis (blogger). Kalimat yang meluncur dari mereka rata – rata “sayang koq novel di coret – coret”
Dari 100 halaman jumlah novel Luka Dalam Bara maka dua baris awal tersebut menjadi kalimat yang pertama di coret baris bawah.
Saat membaca kata – kata tersebut tentu merasakan sensasinya bahwa seharusnya dari sejak halaman pertama kalimat ini muncul jadi memang ini tidak biasa.
Kalimatnya teramat sederhana namun seperti bernyawa kemungkinannya ini dituliskan dengan perasaan yang tulus dari seorang pemuda yang tengah kasmaran.
Dan kalimat ini tentunya terasa mewakili dari para penulis muda yang juga tengah jatuh cinta pada sesama penulis lainnya
#romantis euy . . . !
Halaman Delapan Puluh Tujuh
“Tetapi, kita tahu, cinta justru lebih sering tumbuh pada pertemuan – pertemuan yang tidak di bebani harapan apapun”.
Banyak orang yang kasmaran tidak sadar diri bahwa percintaan mereka penuh tantangan dan resiko, di novel – novel atau cerpen sebuah percintaan di kisah dengan variasi resiko yang berlimpah, ketika kalimat tersebut bahwa pertemuan tidak di bebani apapun ya iyalah namanya jatuh cinta pasti pakai kalimat diplomatis, cara berdiplomasi sang pemuda pada sang pemudi inilah kekuatan sang pecinta
#natural dan alami tentu bisa di maklumi bagi pembaca yang telah melewati masa bercinta seperti ini.
Halaman Delapan Puluh Tujuh
“Aku berusaha mengendalikan diri. Beberapa kali memandang ke lain. Sorot matamu itu . . . semoga kamu tidak menangkap gelagat salah tingkahku. Mungkin tentang satu hal ini kamu belum tahu : kamu perempuan pertama yang mampu membuatku salah tingkah, hanya lewat tatapan.”
Yakin saja bahwa baik pemuda atau pemudi jika mengalami perjumpaan demi perjumpaan yang keduanya tengah kasmaran, keduanya akan salah tingkah dan ini di ungkapkan begitu rupa sehingga terasa istimewa.
Istimewa karena getaran di jiwa yang terasa memang abstrak kemudian jika kita berjumpa dengan Sang Pecipta getarannya seperti apa ? ah ya . . . . tidak sampai kesana levelnya terlalu jauh.
Halaman Delapan Puluh Sembilan
“Bagaimana bisa kita bertemu dengan orang asing tetapi merasa sangat akrab saat berada di dekatnya ? pada saat itulah aku seakan memercayai reinkarnasi. Jangan – jangan, sebelum di kehidupan ini, kita telah bertemu di kehidupan lampau”.
Bagi saya ungkapan seperti ini mungkin benar adanya.
Akan tetapi belum membaca penafsiran lebih mendetail yang lekat dalam ingatan sebelum mencapai fase alam rahim di mana kita mempelajari secara ilmiah adanya perjumpaan sel telur (ovum) dengan sperma kemudian calon makhluk manusia ada dalam rahim ibundanya masing – masing, sebelumnya ada fase alam sulbi yang diungkap dalam QS. Al – Araf (7) : 172
Ada semacam kemungkinan – kemungkinan orang yang merasa pernah berjumpa di suatu masa karena merasa nyambung dan akrab bahkan mungkin dengan suami kita yang berjodo hingga mati memisahkan dan tidak mencari pasangan lagi seusai perpisahan karena wafat atau karena sebab lain jika merujuk ke ayat al quran tersebut bisa jadi di fase alam sulbi memang kita sudah dipertemukan oleh Nya.
Halaman Tujuh Puluh Delapan
“Menyelam dan tenggelam adalah dua hal yang berbeda,” kata-nya. “Aku tidak ingin tenggelam. Sebab tenggelam itu menyakitkan. Aku ingin menyelam “saja”.
Orang – orang yang belajar filsafat akan tepat menguraikan atau menafsirkan rangkaian kata – kata ini, saya terlalu awam untuk meyakini apa yang terasa dalam diri, sepertinya cukup saja secara sederhana toh jika kita tenggelam dalam cinta pada Allah akan bernilai positif dan tidak akan menyakitkan bahkan yang ada adalah menyelamatkan, meskipun hal ini beda konteks.
Halaman Tujuh Puluh Tiga
Ia menjawab, sebuah lagu dapat membangun sebentuk perasaan di dirinya. Gembira rindu sayang sendu syahdu. Ia bahkan menjaga perasaan – perasaan dengan mendengarkan lagu.
Sepanjang kehidupan memang merasakan lagu mempunyai efek yang kuat dalam membangun energi dan kekuatan spiritual, paling tidak sebagai seorang Bunda menjadi tradisi menina bobokan Malaikat kecil kami dengan bersenandung dan terbukti efeknya berhasil membuat sang bayi terlelap sebenarnya banyak juga lagu yang berdampak mengakibatkan kerusuhan yaudah ini beda konteks lagi.
Percaya dan yakin lagu akan berdampak pada pendengarnya dan bahkan menjadi kekuatan untuk membuat seseorang bahagia dan seseorang mengeluarkan air mata karena kesedihan .
Memang berbeda uraian dalam tulisan di Luka Dalam Bara selalu menjadi lebih istimewa.
Halaman Dua Puluh Dua
Entah kenapa membaca baris demi baris di halaman dua puluh dua ini teringat Buya Hamka dengan karya tulisnya : “Di Bawah Lindungan Ka’bah” membaca karya sastra saat Buya muda betapa saya merasa takjub dan kagum sangat piawai menyusun kata – kata mendeskripsikan rindu dendam dalam asmara, entahlah apakah Bara pernah menyatu dalam bacaan di Bawah Lindungan Ka’bah.
Saya sengaja tidak mengutipkannya sebarispun di halaman ini, agar pembaca bisa merasakannya disaat menggenggam buku ukuran mungil dan berwarna biru laut yang berwibawa bahkan terkesan glamour sehingga seakan jiwa kita melayang ke masa lampau di saat kita berada di musim bercinta, jika mereka yang belum mengalaminya silahkan menelusuri untaian kalimat – kalimat romantis di buku tersebut.
Halaman Dua Puluh
Inilah “Kata – kata” yang saya anggap klimaks dari novel Luka Dalam Bara, sebab :
“Malam itu gelap karena cahaya telah lenyap, kataku. Namun katamu, malam itu terang karena disaat itu ada nyala dalam fikiranmu”
Karena terangnya malam itulah Allah menganjurkan shalat tahajjud di malam terang itu doa mustajab, Rasulullah SAW bahkan mewajibkan tahajjud bagi dirinya. Sang ‘mantan’ Bara memang cerdas bahkan mungkin melewati cara berfikir orang kebanyakan jadi wajar saja jika kemudian mereka berdua sama – sama broken.
Lanjutan di klimaks novel ini :
Aku mengembarai hatimu dengan menelusuri kata – katamu
Aku meresapirasaku padamu di dalam kata – kataku
Di dalam kata – kata aku cari perasaan terdalammu.
Di balik kata – kata aku ungkap kilaufikiranmu.
Di akhir kata – kata aku titikkan rinduku.
Sebab bertukar kata denganmu bukan perkara biasa.
Bertukar kata denganmu sama dengan bertukar perasaan : rindu, kasmaran, cinta.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Aku merawat dirimu di dalam kata – kata, dan perasaanku tumbuh diatas kata – katamu.
Saya merasakan final di halaman ini, artinya halaman dua puluh menjadi puncak yang utuh dari keseluruhan kisah ‘mantan’ dan nikmati untaian kata – katany dua halaman penuh. Seperti di tuntun kesebuah perkampungan kata – kata yang semua sedemikian variatif yang penting kampung kata – kata itu indah.
Halaman Sembilan Belas
Kiasan - kiasan ini mengantar pada satu halaman kata – kata yang tidak penuh bahkan hanya tiga paragrap saja . . .
“Bahwa aku ombak yang tidak mudah melepaskan.”
Bolehkan saya kasih hesteg #lebay
Halaman Enam Belas
Permainan logika yang realistis jadi ya . . . bisa saja mencintai lebih dari seorang perempuan yang masing – masing perempuan yang masing – masingnya mempunyai daya pesona yang memainkan sudut ruang :
“perempuan itu berusia enam tahun. Ia adalah perempuan kedua yang merebut hatiku. Melihat foto tersebut aku menyadari bahwa mungkin saja bagi seorang laki – laki mencintai dua orang perempuan dalam satu waktu.”
Tidak perlu kaget, karena sejak awal di katakan bahwa ‘Luka Dalam Bara’ bukan novel biasa maka pada ending halaman enam belas menjadi ending kisah novel ini.
Perempuan kecil berbusana terusan warna merah dan celana panjang abu – abu bertopi warna kuning, dialah perempuan lain yang dia cintai di samping perempuan mantan yang telah memutuskan semua akses perjumpaan bahkan dalam alam realita kini dia tinggal di Jakarta demi menghindari perjumpaan yang di haramkan.
Pesona Luka Dalam Bara
Kekuatan novel ini tentu ada di penulisnya yang cukup piawai dan telah berpengalaman menulis 11 judul novel, Bara cukup mapan dengan profesinya sebagai penulis sehingga meskipun novel ini terasa terkesan tidak ada jalinan ceritera selayaknya novel Inferno karya Dan Brown misalnya akan tetapi atas dukungan penuh Teguh Afandi dan road show Luka dalam Bara optimis penerbit bisa pasang senyumlah.
Tampilan juga cukup menawan memegangnya tidak membutuhkan energi, membawa dan menggemnggamnya tidak susah berbeda dengan Inferno 600 an halaman super tebal dan tidak bisa bawa kemana – mana.
Kelemahannya adalah kalimat yang di ungkapan oleh sang penulis sendiri bahwa ini bukan novel biasa . . . silahkan di apresiasi secara obyektif saja. Jika anda telah menggenggam untuk mebacanya.
Ciburial, 7 Sya'ban 1438 H / 4 Mei 2017 M
Info Penerbit :
e_mail :
Jl. Jagakarsa Raya No.40 RT.007/04, Jagakarsa.
Jakarta Selatan 12620
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI