Bismillah sepuluh kompasianer begerak menuju stilasi ketiga yang letak nya di depan gedung Jiwa Sraya jalan Asia Afrika.
“Stilasi atau monumen mini merupakan bagian dari konsep seni gambar yang meniru obyek sebenarnya”.
Berdasarkan penjelasan Bang Aswi bahwa di Kota ini ada sepuluh titik stilasi yang tersebar di Varisj Van Java Bandung Lautan Api (BLA) Heritage Trail, dengan perancang patung yang cukup dikenal yaitu Pak Sunaryo (seniman patung).
Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung (Bandung Heritage) bekerja sama dengan American Express Bank Foundation membangun stilasi tersebut pada 1997 spiritnya adalah untuk memahami dan mengenang bahkan menghargai puncaknya bersyukur bahwa kebebasan dan kenikmatan yang kita rasakan saat ini adalah berkat perjuangan para pejuang yang terjun langsung (memikirkan rencana dan strategi mempertahankan kota).
Mereka yang berjuang secara tidak langsung pada 24 maret 1946 dengan cara memberikan dukungan rencana aksi di mana saat itu ada 200.000 penduduk membakar rumah masing–masing dengan tujuan agar kota Bandung tidak dikuasai pasukan sekutu, sedang warga ketika itu meninggalkan kota Bandung dan mengungsi ke daerah selatan, sangat dramatik bila membanding situasi ketika itu dengan kondisi Bandung saat ini.
Berkaitan dengan stilasi tiga yang dibangun unik dan cantik bersih juga stylis tentu saja dilengkapi setangkai bunga patrakomala diatasnya (dari besi masif dengan cat coklat kekuningan) di sekitaran gedung Jiwa Sraya sejarah mengungkapkan bahwa saat persiapan BLA gedung ini pernah dijadikan markas Resimen 8 divisi III Priangan, komandemen I Jawa Barat Tentara Keamanan Rakyat (TKR) ada di bawah pimpinan Letkol Omon Abdurrahman.
Dikisahkan bahwa empat bulan sebelum peristiwa BLA pasukan ini menyerang kantor-kantor Inggris seperti di Hotel Homann dan Preanger, yang terbayang oleh penulis tentara Inggris mesti cukup repot juga menghadapi aksi–aksi heroik para pejuang kota (kirim doa untuk mereka shalawat dan alfatihah).
Kami senang berfoto–foto di lokasi ini disamping masih pagi pejalan kakipun relatif sangat lengang dan beberapa kursi serta batu – batu bundar tampak nyaman dipandang enak diduduki beberapa jenak sampil memandang kubah masjid Alun–alun kota yang sudah ramai hilir mudik keluar masuk jamaah Mesjid Agung, kompasianers tidak berlama–lama karena harus kembali bergerak menuju titik berikut yaitu monumen Bambu runcing.
Kami menyusuri jalan Kepatihan setelah melewati halaman Mesjid Agung tersaksikan warna hijau dominan rumput imitasi (sampah lumayan bertebaran), dari kejauhan memang telah tampak bentuk miniatur bambu runcing berwarna kuning keemasan dililit rantai berwarna hitam posisinya di pinggir jalan bahkan didepan teras super market Yogya Kepatihan.