Hari Kamis siang 11 Agustus 2016 kami, ibu dan anak dari arah terminal Dago menyusuri wilayah Komplek Citra Garden Green, agak meraba – raba juga karena sekitar tahun 1980 – an wilayah ini masih hutan belantara dan tanah pekuburan yang sangat menyeramkan.
Namun berbeda dengan saat itu, kini hutan belantara dan tanah pekuburan yang menyeramkan pada 1980 telah berubah wajah menjadi kompleks elit dan diposisi N1 – 10 berdampingan dengan Skylight Cafe para pejalan kaki akan menemukan sekolah berlabel internasional para siswanya rata - rata ekspatriat.
Sedangkan jika kita berkeinginan menyusuri lebih keatas lagi maka jalur ke Lembang lewat Setiabudi bisa kita tempuh lewat rute “Punclut” dengan sedikit tantangan jalan yang mendaki dan menurun plus belokan – belokan yang agak tajam.
Menemukan Skylight Cafe bagi pemula mungkin agak sedikit susah juga apalagi jika menggunakan angkutan umum karena menuju rumah makan elit ini paling banter menggunakan ojek sekitaran 5 – 10 ribu rupiah dari Terminal Dago.
![left-box-2-57bd93e88ffdfde51d3e0a7c.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/08/24/left-box-2-57bd93e88ffdfde51d3e0a7c.jpg?t=o&v=770)
Cafe Dengan Konsep Multy Level
Sesampainya di tempat tujuan para blogger yang berangsur berdatangan disambut dengan ramah dan senyum yang tidak pernah lepas dari seorang gadis bertubuh mungil serta lumayan jangkung kemudian semua memanggilnya Teteh Dian.
Kami di persilahkan duduk di lokasi yang terbuka, tertata rapih akan tetapi cukup aman karena sudah masuk dalam wilayah gedung Indo Wisata Permata, suasana hijau kota Bandung yang mengusung slogan berhiber memang berasa di Cafe ini tampak sekeliling hijau bahkan ada beberapa pot bonsai beraura unik, antik dan mahal.
![(pict:dok.pribadi) Bonsai di sekitar cafe Skylight](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/08/24/bonsai-57bd95b382afbdc0411fb2c4.jpg?t=o&v=770)
Sejak penulis berjumpa dengan Teh Dian, pertanyaan penting yang diajukan skylight hidangan primadonanya apa sich ?
Sang perempuan langsing dan mungil ini menjawab sedikit diplomatis : “Kami menyiapkan iga panggang special yang menurut aku sangat enak, ini menurut akku yaa . . . nanti silahkan buktikan dan dishare . . . “
Usai kami makan siang minum es teh manis sebagai hidangan pembuka maka masing – masing melaksanakan salat dzuhur dan lanjut menuju Lounge yang terletak di lantai tiga.
Subhanallah saat kami semua berkumpul di lantai tiga sungguh menakjubkan pemandangan hari itu dan masih disiang hari indahnya kota Bandung tidak terkira, dalam bayangan kami semua tentunya sensasi malam hari pastinya lebih indah dari New York yang pernah penulis lihat di gambar – gambar hahahaha . . . . #terlalu.
Prinsipnya Resto Skylight untuk level keluarga yang pengen makan agak sedikit special dan harga terjangkau dengan hijau - hijau pemandangan khas hutan - hutan Bandung, sedangkan Cafe untuk kaum muda yang butuh minum dengan berbagai jenis pilihan ada yang berselera panas dan disiapkan juga yang dingin di lengkapi aneka cemilan, adapun Lounge bagi mereka yang pengen hangout sambil menyantap berbagai menu plus menyaksikan indahnya kota Bandung malam hari dengan pandangan hingga 360 derajat pas.
Buktikan . . . adalah kalimat sakti yang akan melegalisasi tulisan ini demikian dengan Iga Panggang Mentega, mari kita coba menelisik alakadarnya saja.
![(pict:dok.pribadi) Sop buntut soulmate iga panggang](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/08/24/img-20160812-085724-57bda4249a93738b18aa2bba.jpg?t=o&v=770)
Sebagian yang sudah pernah masak dan sedikit faham tentang bagian – bagian daging sapi, maka yang trebayang adalah kepungkilan dan kenikmatan menyantapnya apalagi jika sang juru masak sudah cukup berpengalaman.
Salah satu catatan, menguraikan tentang Iga, yaitu bagian
Lamusir depan, atau cube roll, diambil dari bagian punggung, dipotong dari rusuk keempat hingga rusuk keduabelas. Lamusir termasuk daging yang lunak karena terdapat butir-butir lemak didalamnya. Cara meyiapkannya dengan dipanggang dalam oven, dibakar ataudigrill.
Saat para blogger mengambil gambar hidangan berbahan dasar Iga, dan telah dihidangkan dalam piring putuh berbentu oval, terasa iga panggang dengan aroma khas arang terasa menuju alam nenek moyang ketika mereka masih jumeneng, mengcicipi satu sayat saja manis kecap pilihan dan rempah ada aroma cengkeh yang natural pala dan jahe pas enaknya sehingga tersaving dalam ingatan secara kokoh.
Perasaan sedemikian ini kemudian di cairkan dengan gurihnya kuah sop buntut yang sangat gurih bayangkan sop buatan ibu kita yang tanpa penyedap sedikitpun akan tetapi di masak dan di santap masih dalam keadaan fresh.
![sejuknya-bandung-57bda27c82afbd1f421fb2c5.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/08/24/sejuknya-bandung-57bda27c82afbd1f421fb2c5.jpg?t=o&v=770)
Gurihnya bukan karena gajih yang berlimpah akan tetapi gurih kaldu daging sapi yang diolah dengan teknik memasak yang tidak biasa.
Teknik masak yang tidak biasa inilah kemudian kita semua berfikir seperti apakah caranya para juru masak pilihan mengolah iga pilihan, di bumbui dan di panggang.
Memang berbeda . . . disempurnakan dengan pemandangan sekeliling khususnya ke arah barat di lounge skylight sudah bermunculan gedung – gedung jangkung yang entah apa sajakah namanya.
Salam Kuliner, dari Ciburial Bandung.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI