Mohon tunggu...
Intan Rosmadewi
Intan Rosmadewi Mohon Tunggu... Guru SMP - Pengajar

Pengajar, Kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain ; sesungguhnya adalah kebaikan untuk diri kita sendiri QS. Isra' ( 17 ) : 7

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merdeka Itu Cukup Bahagia Sehari Sahaja Bung!

20 Agustus 2016   19:15 Diperbarui: 21 Agustus 2016   03:43 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Peringatan 17 Agustus setiap tahunnya selalu memiliki ragam kisah bagi seluruh rakyat Indonesia di bumi cantik dan kaya ini, baik dari level pejabat tinggi hingga rakyat biasa yang tidak faham sama sekali tentang riuh dan hingar bingarnya perpolitikan dalam kancah apakah orde lama, orde baru atau orde reformasi dan kinipun saat muncul kabinet kerja.

Akan tertapi meskipun minim pemahaman tentang perpolitikan rakyat turun dan lebur dalam 

semangat memperingati kemerdekaan RI ke 71 tahun ini 2016 M

Ada satu hal yang menggerakkan penulis untuk segera melangkah menuju lapangan Desa Ciburial Kabupaten Bandung mengikuti Upacara Kemerdekaan RI ke 71 dengan semangat maka segeralah menyiapkan air putih dan beberapa perbekalan alakadarnya.

Jarak tempuh dari rumah menuju lapangan Desa hanya sekitar lima menit saja, keinginan menyaksikan situasi masyarakat pada level akar rumput seperti apakah mereka tahun ini memahami tentang kemerdekaan itu atau bahkan mereka tidak faham sama sekali tentang itu semua yang penting rame saja.

Saat tiba sekitar jam 09.00 pagi upacara telah dimulai penulis hadir saat tim pengibar bendera tengah mengamati dan berusaha memecah sandi dari simpul tali sehingga bendera bisa dibentang kemudian di kibarkan, para siswa SMP ini cukup lama juga membentangkan . . . meskipun akhirnya berhasil di gerek hingga puncak diiringi lagu Indonesia Raya dan penghormatan umum dari seluruh warga.

Meskipun kami bukan pejuang yang memanggul senjata, namun haru biru membahana di jiwa terasa ada luapan gembira juga entah rasa apa, karena selama ini penulis jarang sekali mengikuti upacara bendera 17 Agustus. Sering berfikir untuk apa upacara kan hanya sekedar membentangkan, menggerek hormat bendera selesai, rupanya Allah kasih juga rasa bangga.

Upara resminya ditutup dengan doa berharap bangsa ini selalu ada dalam lindungan Allah SWT dan dapat mewujudkan negeri yang gemah ripah loh jinawi.

nasi-tumpeng-57b848f887afbd5a16f20d44.jpg
nasi-tumpeng-57b848f887afbd5a16f20d44.jpg

Selfie Bareng Pak Kades

Ada perasaan kaget ketika barisan bubar dengan isyarat dari komandan upacara “balik kanan bubar jalan” beberapa unsur masyarakat menyerbu Pak Kades dan mengajak berselfie diantaranya para ketua RT dan RW Ibu – ibu PKK para guru, bahkan pemuda – pemuda tanggung bertato dan berpenampilan ala – ala slanker’s bergantian berwifie-an bersama pejabat nomor satu di desa kami yang sesungguhnya merupakan salah satu wilayah resapan air di Bandung Utara namun oleh para pengembang dibangun komplek – komplek mewah dan elite.

Seiring dengan acara wefie hampir selapangan upacara membumbung asap rokok dari seluruh warga hampir 75 % mereka merokok bahagia, penulis sama sekali tidak berdaya untuk bersikap yang tersisa hanya geram bagaimanapun prihatin saja dalam hati : “oiya ini bisa juga menjadi indikasi kemerdekaan dan kebebasan bersikap”.

Sayang dalam situasi yang indah dan bahagia ini mereka yang tidak merokok harus rela menghirup udara beracun di sekitarnya dan Pak Kepala Desapun tidak berkutik.

Penilain Jampana

Salah satu budaya yang masih bertahan di desa Ciburial hampir setiap tahun bagi masing – masing RW mengirim utusan lomba Jampana dan lomba nasi kuning dengan biaya swadaya masyarakat.

Jampana jika di deskripsikan miriplah dengan usungan untuk Bapak Jenderal Sudirman saat bergerilya akan tetapi yang diusung adalah maket sesuatu yang menjadi hasil kreatifitas warga, diantaranya ada maket domba garut dan maket menara monas.

Untuk kreatifitas dan usaha mereka perlu diapresiasi, karena semua RW mengirimkan tim dan diantar ke balai desa dengan berbagai tabuhan tradisional.

Menyaksikan Bazar Makanan

Usai mengamati beberapa pemuda – pemuda bertato, asap rokok yang menjengkelkan, ada juga beberapa gadis cilik tanggung berpenampilan Agnes Mo lengkap dengan span jeans ketat dan baju kaos gombrong yang jatuh sebelah kebagian kirisehingga tali bra bagian dalam nampak aneh (mungkin Agnesnya dalam sesi membangun sebagai perempuan seksi) ibu muda menggendong bayi – bayi mungil, bapak setengah baya memanggul balitanya semua ceria dan berbahagia.

Adalah bazar sepanjang jalan dengan berbagai jenis kuliner lokal dan beberapa diantaranya buntil, rujak, ohya ada yang menjual gudeg pisang ijo batagor, basho tahu dan es dawet, bahkan ada sosis goreng yang banyak dikerubung anak – anak remaja.

Para penjual ada yang memang profesi sehari – harinya sebagai pedagang lalu lokasinya dipindah ke desa atau menuju keramaian, akan tetapi tidak sedikit pedagang instan alias musiman.

Alhamdulillah secara umum yang tampak adalah wajah senang dan bahagia meskipun dalam potret kehidupan mereka sehari – hari berjibaku dan tidak mudah, yang supir berburu penumpang mengejar setoran di tengah kemacetan yang super parah, yang pedagang berlomba mencari penghidupan untuk cukup bertahan meskipun harga – harga melambung, para petani tomat dengan tekun dan ulet bertanam meskipun saat panen harga anjlok sehari ini mereka bahagia menyaksikan Pak Kades berseragam putih – putih menebar senyum pada semua.

Dirgahayu Indonesiaku. Merdeka !!!

Sabtu, 20 Agustus 2016 M/ Ahad 18 Dzulkaidah 1437 H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun