Penulis dalam setahun tidak terlalu sering berjalan jauh menggunakan pelayanan udara minimalnya satu kali saja selebihnya memanfaatkan jalan darat demi penghematan dan penyesuaian anggaran.
Nasib menggunakan angkot air sebagai rakyat level ekonomi bisa terbang saja sudah bersyukur plus narsis berasa sedikit gagah sehingga menjadi hiburan saat ditimpa delay segera posting picture wajah alay mirip orang yang broken heart.
Para penumpang pesawat ekstra berjuang untuk tidak terlambat lapor rencana keberangkatan dengan menunjukkan selembar kertas berjudul tiket atau screenshoot pada handphone kepada para petugas di Bandara.
Hari itu Ahad 24 Juli 2016 beserta puteri keempat penulis dan sang mantu mengejar waktu agar sampai di Bandara Juanda Surabaya satu jam sebelum takeoff .
Rasa panik khawatir terlambat membuat driver tersesat kerumah – rumah penduduk dan pesawahan di area sekitar Sidoarjo, berulang kali kami mencoba menanyakan arah yang tepat menuju Bandara.
Karena besan berniat menghormat penulis mereka sejak jam 06.00 telah standby di Bandara demi mengantar kami berdua dan berulang kali menanyakan posisi kami sudah ada dimana mengingat waktu semakin siang.
Kami bertiga bersyukur sampai juga di Bandara tepat jam 07.00 pagi yang telah berasa panas dan berdebu, diiringi tatapan Ibu dan Ayah Mertua yang agak layu akan melepas mantu pertamanya, sesungguhnya masih ada waktu sekitar satu jam akan tetapi check in seakan sakral segeralah kami menata semua barang pada troli yang telah disiapkan Ayah mertua puteri kami.
Para lelaki tentu lebih ketat dengan cara ikat pinggang dan jam tangan juga handphone harus dilepas, standar penerbangan lazimnya demikian dan semua calon penumpang patuh dengan ketentuan itu.
Puteri penulis menyerahkan handphone pada layarnya terdokumentasi beberapa hal penting, Surabaya menuju Bandung dengan menggunakan Lion Air JT 0911 V 08.05 seat 3C dengan menyerahkan barang – barang yang di bagasikan.
Masih ada satu pemeriksaan lagi yang harus dilalui para penumpang saat menuju ruang tunggu bandara di lantai dua, semuanya kita yakini mesti antri dan inginnya segera terbang sampai ke tujuan istirahat menghilangkan penat.
Karena harga sedemikian terjangkau oleh rakyat akar rumput, maka kursinya perlu di rampingkan agar terkejar biaya transportasi rasa – rasanya ini salah satu kiat menjadikan harga tiketnya relatif murah.
Terima nasib itu adanya tidak akan bisa tawar menawar yang utamanya terbang.
Setengah jam berlalu, kemudian terdengar pengumuman bahwa Lion Air JT 0911 V akan terbang jam 09.30 yang mengiringi penerbangan delay sebelumnya tujuan Medan, Ambon dan entah apa lagi penulis lupa tidak mengingatnya.
Semua Calon penumpang berjuang membayar lunas harga ticket baik secara online atau cash di loket bandara, sesungguhnya ini sebagai jaminan bahwa penumpang selayaknya di perlakukan secara bermartabat, Â banyak diantara kami tidak faham dan tidak mengerti pengelolaan perusahaan ini sehingga delay menjadi monster yang muncul rutin dan tidak pernah tuntas.
Apa yang telah penulis paparkan adalah satu kasus dari sekian banyak kejadian disiplin delaynya Lion Air sehingga hari kemarin , juga hari ini sedemikian kencang dan viralnya kisah delay ini.
Dalam skala individu yang dirasakan penulis saat delay, Â bukan semata kasihan pada besan yang menanti sejak jam 06.00 ingin menghormati tamu dari Bandung, selama di bandara menanti jam terbang terasa stres karena ketidak nyamanan bandara, stres rentang waktu delay yang cukup panjang
 ( kejadiannya hanya satu jam lebih tiga puluh menit, apalagi yang delay 12 jam jenis kesabaran macam apa yang harus penumpang persiapkan )
Kejadiannya memang di bandara Juanda ruang tunggu keberangkatan relatif sempit, fasilitas yang tampak adalah free charger selainnya tempat duduk standar yang kokoh dan keras, jika ingin ke toilet musti melewati satu pintu keluar.
Memang kejadiannya di Surabaya dan Bandung dimanapun adanya termasuk bandara Sukarno Hata jika delay apalagi hingga dua belas jam tentu menjadi ujian kesabaran yang maha sempurna.
Berkeliling di Udara
Sejak delay dari Surabaya, perasaan sudah sangat tidak nyaman bukan semata – mata karena menggunakan Lion Air, hal yang menjadikan penulis trauma jika mendarat di Husein selalu saja ada kejadian aneh.
Sekitar bulan oktober 2015 kembali dari Aceh transit di Medan menuju Bandung setengah jam menjelang mendarat pesawat berputar – putar di udara lebih dari setengah jam memang alasan cuaca Bandung saat itu hujan deras.
Selama penerbangan di udara kota Bandung kalimat – kalimat pujiam kepada Allah tak lepas dan tak henti, panik yang menggumpal takut yang merayap dan berbagai jenis kekhawatiran bermunculan bergantian.
Macet . . . .
Menjadi salah seorang penduduk kota Bandung, meskipun menggunakan pesawat udara jangan dikira tidak mengalami crowded namanya juga Angkot Air.
Salam Delay . . .
Bandung 29 Syawwal 1437 H / 3 Agustus 2016 M
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H